Sunday, May 8, 2011

Anestesi Penderita Cedera Kepala Pada Pembedahan Non Craniotomi (BAGIAN 4)

Bookmark and Share

PEMELIHARAAN ANESTESI


Penggunaan inhalasi isoflurane dan sevoflurane cukup terpilih berdasarkan autoregulasi tetap baik sampai 1,5 MAC dan respon terhadap CO2 tetap baik sampai 2,8 MAC.


Menurunkan CMRO2 sampai 50% sehingga punya efek proteksi otak.


Kenaikan ICP oleh konsentrasi isoflurane 1% mudah dilawan dengan hipokapni dan barbiturat.


Halothan kontra indikasi absolut pada CKB karena mensensitasi myokardium terhadap aritmia padahal penderita CKB akut, kadar katekolamine meningkat.


Disamping itu kenaikan ICP oleh karena halothan tidak bisa dikounter dengan hiperventilasi walaupun sudah hipokarbi.


Tambahan pula autoregulasi otak hilang pada I MAC halothan dan menetap sampai periode pasca bedah.


Odem otak akan diperburuk oleh halothan karena merusak BBB. Enflurane tidak dianjurkan karena autoregulasi hilang pada I MAC dapat menimbulkan kejang EEG pada dosis moderat (1 1/2 - 2) MAC dimana CMRO2 akan meningkat beberapa ratus persen dan peningkatan CBF dan ICP akan berakhir 3 jam setelah obat dihentikan.


N2O sendiri konsentrasi 60% dapat meningkatkan CBF kurang lebih 100% dan CMRO2 kurang lebih 20% dan dihindari pemakaiannya bila ada aerocel, atau resiko emboli udara terutama bila disertai kerusakan sinus nervosa atau bila sinus tulang kontak dengan udara atau ada pneumothorax, distensi abdomen sebagai alternatif analgesik bisa dipakai fentanil.


Penggunaan relaxan secara kontinu tampaknya lebih baik dari pada intermittent untuk mencegah gerakan tiba-tiba dari penderita selama berlangsungnya operasi bisa menaikkan ICP drastis dapat digunakan vecuronium 0,1 mg/kg BB/jam.


Hipertensi ringan tidak perlu dikoreksi, kecuali MAP > 130 mmHg, dicoba dengan isoflurane dosis rendah bila kurang respons berikan esmolol, propanolol atau labetalol.


Penggunaan nitrogliserin maupun nitroproside tidak dianjurkan karena merupakan vasolidator cerebral dapat menaikkan ICP.


Kejadian aritmia intraoperatif terutama disebabkan hiperadrenergik sentral, bolus lidokain (1-1,5) mg/kgBB iv, dan titrasi (1-4) mg/menit mungkin bisa menetralisir.


Namun setiap mengkoreksi hipertensi dan aritmia sebaiknya faktor hipoksia dan hiperkarbia perlu dipertimbangkan.


Hipotensi intraoperatif segera terapi dengan cairan bila kurang respons baru diberi vasopressor.


Prinsip pemakaian cairan pada dasarnya mencegah hipovolemi, hipervolemi, hipoosmolar dan hiperglikemia.


NaCl 0.9% merupakan cairan terpilih dimana osmolaritasnya 300 mOs/L sementara Ringer Lactat hipoosmolar (273 mOsm/L) sebaiknya dibatasi untuk mencegah odem cerebri. 


Untuk mempertahankan volume intravaskular, koloid adalah alternatif karena dapat menyerap air mengekspansi volume intravaskular.


Tampaknya haestarch cukup baik, harganya relatif murah, satu liternya dapat mengekspansi 750cc volume intravascular tetapi dibatasi 20 ml/kgBB/hari untuk mencegah gangguan koagulasi mempengaruhi fungsi faktor VIII.


POST OPERATIF


Bila penderita sadar dan bernafas spontan adekuat, bisa dilakukan extubasi.


Pengisapan lendir dan extubasi sendiri akan menyebabkan penderita batuk, mengejan dan merejan cukup potensil menaikkan ICP yang memperburuk odem cerebri yang ada.


Hal ini bisa dikurangi dengan pemberian lidokain (1-1,5) mg/kgBB intravena tiga menit sebelum extubasi.


Bila GCS < 8 atau, adanya fraktur muka, trauma leher dan dada mungkin intubasi lebih baik dipertahankan untuk diventilasi di ICU menjaga dan proteksi jalan nafas. Perlu diberi sedasi atau narkotik dosis kecil mengurangi iritasi endotrakeal pada jalan nafas.


Posisi head up (20-30%) agar drainage vena cerebral lancar terutama penderita dengan tekanan positif. Tredelenburg, kepala hiperfleksi, hiperektensi atau rotasi akan membendung vena besar leher dapat menaikkan ICP.


Bila hiperventilasi diperlukan untuk mengendalikan ICP haruslah hati-hati bisa menyebabkan vasokonstruksi cerebral dengan akibat menurunnya perfusi otak.


Penggunaan Hipokapni lebih dari 24 jam dapat menimbulkan gangguan asam basa untuk itu gunakan normokapnik ventilasi bila lebih dari 24 jam. Bila mungkin monitor SJO2 (saturasioksigen vena jugular) dan CEO2 (Cerebral Extraksi Oksigen) = SaO2 - SJO2.


SJO2 normal = (60-80%) bila > 90% menunjukkan hiperemia sedangkan < 54% menunjukkan iskemia cerebral sementara CEO2 normal (24-40%), bila < 24% berarti hiperemia sedangkan > 40% iskemia cerebri. Hiperventilasi dan barbiturat diberikan bila odem cerebri/ICP tidak respon terhadap retriksi cairan, loop dan osmotik diuretik.


Naiknya tekanan darah oleh karena PaCO2 meningkat, diperlukan untuk mempertahankan CPP bila diberi anti hipertensi akan memperburuk perfusi otak.


Tetapi bila MAP > 130-140 mmHg harus segera dikoreksi ditakuti rusaknya BBB, odem interstitial dan meningkatnya ICP.


Singkirkan penyebab naiknya tekanan darah dulu seperti hipoksia,hiperkarbia,hipotermia atau kelebihan cairan baru boleh dikoreksi dengan obat antihipertensi.


Prinsip pemberian cairan harus dipertahankan retriksi untuk mencegah eksaserbasi odema serebri, tetapi punya resiko, bila CPP tidak adekwat akan memperburuk iskemia otak.


Oleh sebab itu jangan terlalu takut pemberian cairan dengan syarat tidak terjadi overhidrasi.


Kontrol kadar elektrolit(Na,K) akibat pemakaian diuretika segera koreksi.


Kadar gula darah usahakan jangan lebih dari 150mg% bila melewati 200mg% segera dikoreksi dengan insulin.


Hiperglikemia akan menimbulkan asidosis otak,dapat merusak sel otak, dimana terjadi peningkatan produksi asam laktat.


Glukosa hanya diberikan bila terjadi hipoglikemia.


Pasien yang dirawat di ICU perlu pengaturan suhu tubuh,bronkial toilet,pengendalian kejang dan proteksi otak.


Cegah hipertermia,karena setiap kenaikan suhu tubuh akan menaikkan konsumsi oksigen akan cenderung terjadi hipoksia.


Hipotermia dianjurkan untuk menurunkan kebutuhan oksigen, proteksi otak namun jangan lebih rendah dari 35 derajat celcius karena akan terjadi penyulit seperti menggigil,gangguan elektrolit,perubahan fungsi kardiovaskular dan fungsi renal, dimana menggigil akan menaikkan konsumsi O2 kira-kira 400%.


Bronkial toilet sebaiknya dilakukan dalam keadaan tersedasi untuk mengurangi respons iritasi jalan nafas dapat menaikkan tekanan darah dan ICP.


Pengendalian kejang bisa diberikan phenytoin,benzodiazepin,barbiturat atau 
lidokain.Ini penting dikendalikan karena kejang dapat menaikkan tekanan darah,ICP,perdarahan otak,hipoksia dan rusaknya sel otak.


Proteksi otak dilakukan dengan jalan mempertahankan penyediaan oksigen yang cukup,hemodinamik yang stabil,ICP yang rendah dan kimia darah yang
berimbang.


Kebutuhan 02 diturunkan dengan menurunkan suhu tubuh,memberikan obat yang menurunkan CMRO2 seperti barbiturat,etomidat dan lain-lain.


Kesimpulan :


Hipoksemia dan hipotensi karena hipovolemia langkah pertama yang harus dideteksi dan koreksi karena 65% cedera otak sekunder disebabkan faktor ini.


Mobilisasi pasien harus hati hati karena 20% CKB disertai fraktur tulang leher.


Hindarkan posisi trendelenburg,hiperfleksi,hiperekstensi dan rotasi kepala karena cenderung meningkatkan ICP dan meluaskan lesi medulla spinalis.


Langkah pertama menurunkan ICP adalah retriksi cairan ,loop dan osmotik diuretik bila gagal baru lakukan hiperventilasi.


Hiperventilasi harus moderat hiperventilasi ,PaC02 tak boleh lebih < 35 mmHg karena 24 jam pertama setelah cedera kepala terjadi penurunan 50% CBF.


Hipertensi hanya dikoreksi kalau MAP> 135mmHg,karena hipertensi ringan merupakan kompensasi mempertahankan CBF.


Prinsip pemberian cairan adalah cegah hipovolemia,hipervolemia,hipo osmolar dan hiperglikemia.


Bila bukan operasi emergensi sebaiknya ditunda sampai hari ketujuh dengan harapan normalisasi autoregulasi otak.


Bahan bacaan :


1.Alexander HR& Proctor JH: Advance Trauma Life Support,QAmerican College of Surgeons,Chicago,1st edit,1993.


2.Bisri Tatang : Pengelolaan Cedera Kepala Akut,edisi kedua,Bandung,1999.


3.Duriex ME : Anesthesia for head trauma;Stone DJ,Sperry RJ;The NeuroAnesthesia Handbook, Mosby, St.Luis,Baltimore,Toronto,1996.


4.Marshall ME : Neurosurgical and Neurological Emergencies and Neuroanesthesia, Edward Arnold Publisher,1st edit,London 1994


5.Relly P,Bullock P: Management of ICP and Cerebral Perfusion Head Injury Chapman Hall Medical,1997.

0 comments:

Post a Comment

T E R B A R U

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...