Thursday, May 5, 2011

Anestesi Pada Cedera Kepala (BAGIAN 1)

Bookmark and Share

By : Dr.Abdullian Sp.An. KNA
Bagian/SMF. Anestesiologi
FK UNDIP/RSUP Dr.Kariadi
Semarang - Indonesia 


PENDAHULUAN


Pada penderita cedera kepala akut, penyebab utama rusaknya otak adalah cedera mekanik, odem, perdarahan dan iskemik otak.


Odem dan iskemik otak merupakan tanggung jawab ahli anestesi.


Kerusakan otak akibat cedera kepala akut dibagi atas cedera primer dan sekunder.


Cedera primer terjadi pada saat peristiwa hingga tidak bisa diminimalisir sementara cedera sekunder bisa, oleh sebab faktor intrakranial (hematom odem) dan faktor sistemik (hipoksia, hiperkalemia, hipotensi, hipertensi dll) masih mungkin diminimalisir.


Pasien yang semula sesudah kejadian trauma sadar dan bisa bicara dengan baik kemudian memburuk dan meninggal sudah dapat diduga akibat cedera sekunder. Intervensi aktif dalam mengelola penderita sangat dibutuhkan dalam mencari dan mengkoreksi kedua faktor tersebut. Oleh sebab itu kehadiran ahli anestesi bukan hanya dibutuhkan dalam rangkaian pembedahan tetapi juga pada cedera kepala akut yang tak memerlukan pembedahan mulai ditempat kejadian transportasi, unit gawat darurat & ICU.


Dalam rangka pembedahan untuk mengevakuasi hematom intrakranial, seorang ahli anestesi  selalu berhati-hati mengendalikan ICP dengan segala cara mencegah dengan mengatasinya agar otak penderita cukup relaks dengan demikian ahli bedah tak membuat trauma yang banyak dengan retraktornya.


Bayangkan bila otak yang membengkak keluar dari sarangnya teriris oleh pinggiran tulang tengkorak dan tak bisa direposisi lagi. Tetapi dalam pembedahan non craniotomi (laparatomi, adanya ruptur lien atau hepar) pada penderita cedera kepala akut dengan odem otak yang difus diperlakukan dengan prosedur anestesi biasa memang otak tidak akan keluar dari sangkarnya tetapi tidak terbayangkan nyawa penderita akan terancam
akibat ICP tidak terkontrol.


Demi keselamatan penderita dengan cedera kepala akut seorang ahli anestesi harus mampu memberi proteksi otak penderita dengan mengendalikan ICP, volume otak, mencegah iskemik dan mengurangi perdarahan baik dalam pembedahan maupun diluar pembedahan.


EVALUASI DAN PERSIAPAN PRA OPERATIP


Ini adalah bagian yang sangat mendukung keberhasilan proses anestesi selanjutnya. Penderita dengan GCS < 8, ICP > 20, mmHg tekanan darah sistolik < 80 mmHg, internal kejadian dan tindakan > 8 jam adalah gambaran prognosa yang jelek.


Langkah pertama harus cepat mendeteksi dan mengkoreksi adanya hipoksia dan hipotensi oleh karena kedua faktor ini paling sering sebagai penyebab berkembangnya cedera sekunder yang pada akhirnya menimbulkan iskemik dan kerusakan otak.


Hampir 65% penderita CKB dengan bernapas spontan dalam keadaan hipoksemia.


Penyebab sentral yang paling sering adalah kenaikan yang masif dari ICP, atau kerusakan lokal dipusat pernafasan pada brainstem. Kenaikan ICP bisa oleh karena odem otak yang difus atau desakan hematom yang meluas.


Obstruksi jalan napas oleh sebab jatuhnya lidah kebelakang, bekuan darah maupun muntah-muntah yang teraspirasi merupakan penyebab tersering.


Menarik mandibula kebelakang memasang pipa oroparing yang sesuai, membersihkan muntahan/debris dapat memperbaiki kebebasan jalan napas.


Trauma pada dinding dada/abdomen cukup riskan menyebabkan pneumo torak, himatotorak maupun fraktur iga yang membuat penderita sulit/sakit bernapas dalam hal ini foto torak suatu keharusan. Pengendalian jalan napas dengan ventilasi dapat dicapai melalui intubasi endotrakeal, kritotirotomi atau trakeostomi.


Intubasi sendiri punya resiko untuk menaikkan ICP dan memperburuk cedera leher (kurang lebih 20% pada CKB). 


Namun dalam kondisi hipoksia dan hiperkarbia yang mengancam, intubasi merupakan suatu keharusan cuma harus hati-hati.


Penderita dengan GCS < 8 pernapasan irregular merupakan indikasi untuk intubasi. Perlu diperhatikan jangan melakukan intubasi nasotrakeal pada penderita fraktur basis cranii.


Hipotensi pada umumnya oleh karena hipovolemia, jarang oleh karena cedera kepala akut semata kemungkinan ada multiple trauma pada torak (hemotorak), abdomen (ruptur lien/hepar) atau pelvis.


Dalam hal tak ditemukan trauma diluar kepala kemungkinan ada cedera batang otak, bagi bayi dengan SDH yang luas atau stadium terminal.


Penurunan tekanan darah dengan kenaikan ICP akan memperburuk perfusi otak oleh karena kita ketahui CPP = MAP - ICP. Semakin turun MAP semakin tinggi ICP semakin jelek perfusi (CPP).


Dalam hal etiologi hipotensi meragukan anggap saja sebagai hipovolemia dan segera koreksi dengan kristaloid, koloid dan jangan dengan dextrose.


Oleh karena akan menyebabkan serebral odem, laktat asidosis. Pada trauma kepala akut diusahakan dehidrasi tapi CVP normal, hematokrit antara (30-35%), produksi urin 1-2 ml/ kg BB/jam.


Hipertensi yang ringan tak perlu dikoreksi karena merupakan kompensasi untuk mempertahankan CBF karena CBF menurun kurang lebih 50% dalam 24 jam pertama cedera kepala akut.


Hipertensi dengan MAP > 130 - 140 mmHg harus diterapi, karena akan meningkatkan ICP dan odem otak. Lebih terpilih alpha bloker karena penyebabnya hiper aktivitas syaraf simpatis dan efek serebral minimal.


Pengendalian ICP adalah mutlak karena meningkatnya ICP akan memperburuk perfusi otak.


Trias cushing (hipertensi, bradikardi & melambatnya respirasi) merupakan gejala spesifik kenaikan ICP.


Penderita dengan GCS < 8, atau GCS 8 - 12 yang memerlukan terapi cairan yang banyak perlu monitoring ICP.


Teknik hiperventilasi  adalah jalan tercepat dan sangat efektif menurunkan ICP merupakan tindakan life saving pada hipertensi intrakranial akut. Perlu diketahui pada periode 24 jam pertama cedera kepala akut, selalu disertai kurang lebih 50% penurunan CBF untuk ini diusahakan PaCO2 tak lebih rendah dari 35 mmHg mencegah iskemik cerebri.


Pemberian osmotik diuretik dan loop diuretik diharapkan dapat mengurangi air jaringan otak. Pemberian manitol 20% ( 0,25 - 1) g/kg BB selama 15-25 menit bila perlu diulangi setiap 4 jam pada kenaikan ICP yang persistent.


Manitol bisa mengurangi viskositas darah yang menyebabkan vasokonstriksi vasocerebral sehingga bisa menurunkanICP.


Dengan viskositas darah yang rendah memudahkan transport O2 dan pengeluaran CO2. Usahakan osmolaritas sekitar (300-215) mosm/1, sebab dibawah 300 mosm/1 tidak efektif sementara lebih besar dari 350 mosm/1 menyebabkan disfungsi renalis dan neurologis.


Jangan berikan manitol bila ada hipotensi/hipovolemik. Pemberian furesemid intravena 15 menit setelah manitol akan memperkuat efek manitol dan dapat mencegah rebound pnphenomen (peningkatan ICP dan CBV) serta punya efek mengurangi kecepatan produksi CSF dengan memblokkir karbonik anhidrase.


Mobilisasi penderita harus hati-hati, setiap perubahan posisi (hiperekstensi, hiperfleksi, rotasi kepala) serta posisi tredelenburg akan mengganggu drainage serebral dengan meningkatnya ICP.


PENGELOLAAN ANESTESI


Prinsip dasar/pengelolaan anestesi pada cedera kepala akut:


a. Optimalisasi perfusi otak
b. Mencegah iskemik otak
c. Menghindari teknik dan obat-obat yang bisa menaikkan ICP.


Ini bisa dicapai dengan jalan Menjaga stabilisasi hemodinamik yang optimal.


Bebasnya jalan napas dan ventilasi kendali untuk menjamin oksigenasi yang adekwat dan hiporkarbia.


Menghindari faktor-faktor yang meningkatkan tekanan vena serebral antara lain :


a. Batuk dan mengejan.


b. Posisi kepala yang ekstrim, yang menimbulkan obstruksi vena besar dileher (hyperfleksi,hyperekstensi,rotasi dan posisi kepala lebih rendah).


c. Tekanan pada abdomen atau tahanan pengembangan torak.


d. Kanulasi vena jugularis interna untuk pemasangan CVP.


e. Obat-obat yang meningkatkan ICP.


Bersambung

0 comments:

Post a Comment

T E R B A R U

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...