Sunday, July 24, 2011

Pengelolaan Cairan Pada Kasus Bedah Anak (BAGIAN 3)

Bookmark and Share

KASUS-KASUS EMERGENSI :


Pada umumnya kasus emergensi  pada periode pre operatif sering dalam keadaan dehiderasi sedang sampai berat dan umumnya isotonik. Ileus obstruktif /invaginasi merupakan kasus emergensi terbanyak dimana dehidrasi terjadi karena muntah-muntah dan squesterisasi.


Hal ini bisa dimengerti karena dalam keadaan normal semua secresi usus diabsorbsi kembali diusus besar. Pada obstruksi usus passage makanan terganggu sehingga tekanan dalam lumen usus meningkat meregang dinding usus mengganggu reabsorbsi cairan yang disekresikan malah jumlah sekresi usus meningkat, didukung pula cairan didorong keluar tubuh dalam bentuk muntah. Bila hal ini berlangsung lama maka permeabilitas dinding usus akan meningkat sehingga toksin dalam usus bisa melewati dinding usus disertai cairan usus masuk kerongga peritonium menyebabkan peritonitis akhirnya sepsis.


Idealnya operasi dimulai bila tercapai rehidrasi sebab bila koreksi terlalu lama lebih 6 jam mungkin terjadi perforasi akan memperparah keadaan penderita. Dengan demikian langkah kita pertama segera atasi shock hipovolemi agar perfusi jaringan baik terutama organ-organ vital sehingga acidosis tak berkembang. Pada dehidrasi berat dengan shock bisa diatasi dengan larutan cristaloid (Ringers Lactat atau NaCl phys) sebanyak 20 cc/KgBB selama 15-20 menit bila belum respons ulangi lagi atau beri cairan koloid/plasma kalau ada, sampai shock teratasi, diketahui dari tensi, nadi membaik, perfusi baik (acral hangat, produksi urine 0,5-1cc/kgBB/jam). Dan bila shock teratasi, operasi bisa segera mulai dengan catatan defisit cairan yang ada diganti secara bertahap yaitu 50% diberikan dalam 8 jam pertama dan 50% diberikan dalam 16 jam berikut, biasanya selama post operatif.


Selama operasi diganti cairan karena perdarahan /sequesterisasi dimana bila ada manipulasi /reseksi usus diberi 6cc/kgBB/jam.


Lantas cairan apa yang ideal diberikan tergantung pada masalahnya, bila syok karena hipovolemia maka volume intra vascular secepatnya diatasi dengan darah lengkap lebih fisiologis dan mampu membawa O2, tetapi  persediaannya tak selalu ada, resiko kontaminasi viral, allergi  maka koloid lebih cocok lebih cepat mengexpansi volume intravasculuar dengan volume sedikit dan bertahan dalam vaskular ketimbang larutan kristaloid akan memerlukan jumlah yang lebih banyak hanya bertahan dalam vascular ( 10-25)% sesudah infus berakhir, disamping mengencerkan protein plasma sehingga tekanan onkotik turun akibatnya cairan lebih mudah bergeser ke interstitial menimbulkan edema interstitial.


Namun bila pemberian cairan untuk mengkoreksi cairan interstitial  maka kristaloid lebih cocok.


Bila hanya untuk mengkoreki cairan intra vasculer koloid iso onkotik adalah pilihannya (gelafundin, hemacell, albumin 5%) tapi bila ingin menarik cairan interstitial kedalam vascular dengan harapan tekanan darah cepat dinaikkan bisa dipakai koloid hiper onkotik (dextran L,Haes streil 10%) namun ruangan interstitial harus diisi dengan kristaloid. 


Untuk mencegah kebocoran kapiler pada kasus syok septik, anapilaktis maka Haes steril 6% lebih bermanfaat karena punya efek menyumpal (sealing effect).


Bila untuk mencegah  thrombo embolism perioperatif bisa dipakai Plasmafusin, Dextran L, Dextran 70  yang mempunyai efek hemoreologi yang baik, namun kontra indikasi pemberian koloid haruslah diperhatikan,seperti gagal jantung, gagal ginjal, perdarahan cerebral atau dehidrasi berat.


Pada kasus dehidrasi (muntah, diarhae) dengan shock hipovolemik semula diatasi dengan koloid harus diteruskan dengan  larutan seimbang. 


Kalau transfusi direncanakan 2-3 jam lagi beri koloid dengan BM 40000 seperti  seperti Glafundin, Hemacell, Plasmafusin sehingga begitu darah datang bisa langsung  dimasukkan tanpa takut terjadi overload cairan intravascular.

Koreksi kehilangan cairan sebesar 1% akibat dehidrasi membutuhkan cairan sebanyak 10 cc/kgBB diganti dengan larutan kristaloid yang mengandung garam seimbang karena pemberian cairan kristaloid yang mengandung banyak ion chlorida akan menyebabkan acidosis metabolik.


Cairan yang mengandung glukose 5% tak dianjurkan pada bayi dan anak yang lebih muda tetapi cairan glukose  1-2% dalam Ringer Laktat(RL) bisa diberikan. Alasannya bila diberikan dengan kecepatan 8 cc/kgbb/jam bisa  terjadi hiperglikemia  yang akan menyebabkan ischemia hipoksik otak dan medulla spinalis dan mencetuskan diuresis dengan resiko dehidrasi dan hilangnya elektrolit, namun glukose 2,5% bisa diberikan pada anak agak besar tak menyebabkan hiperglikemia tetapi sebaliknya pada bayi bila diberi dengan kecepatan 8cc/kgbb/jam malah terjadi hiperglikemia. 


Pemberian glukose 1% dalam RL direkomendasikan secara rutin perioperatif  pada anak-anak. Tampaknya pemberian glukose dengan kecepatan 120-300 mg/kgbb/jam dapat mempertahankan kadar glukose normal dan untuk mencegah mobilisasi lipid pada anak.


Perlu dipertimbangkan pada bayi prematur atau neonatus < 24 jam, dimana mempunyai cadangan glikogen yang rendah dan keterbatasan kemampuan glukoneogenesis cenderung terjadi hipoglikemia terutama bila pemberian glukose pre operatif  atau dalam terapi nutrisi parenteral sebelum operasi,dihentikan selama operasi dan ini terjadi pada jam pertama operasi tetapi sebaliknya bila tanpa pemberian glukose pre operasi maupun intra operatif kadar glukose bisa dipertahankan.


Anak dengan BB rendah atau penyakit khusus (lahir dari ibu diabetes mellitus, Ca islet pancreas, insuffisiens adrenal) selama operasi harus diberi cairan yang mengandung glukose atau kadar gula harus dipantau.


Ringers laktat meerupakan larutan fisiologis dengan komposisi garam seimbang pemberian dalam jumlah besar tak akan menyebabkan acidosis metabolik  tetapi bila volume yang diberikan mencapai 30-50cc per kgBB maka berikan cairan koloid untuk mempertahankan tekanan onkotik intravascular.

Contoh kasus : 


Anak laki-laki 5 tahun, BB 20 kg dengan diagnose bedah ileus obstruktif, Dehidrasi berat akan dilakukan cito laparatomi.

1. Atasi shocknya dengan pemberian RL 20cc/kgBB selama 
    15-20 menit. 
    Diulangi bila belum ada respons seperti semula.
    Ternyata setelah pemberian 500 cc keadaan membaik.


2. Segera operasi, durante operasi ternyata dilakukan 
    reseksi usus, beri 6cc/kg/jam (akibat proses squesteri
    sasi) dan ditambah 6 cc/kgBB/ untuk replacement 
    maintenance(EFR) serta perkiraan extra renal loss.
  
3. Periode post operatif ternyata suhu tubuh naik jadi 39 
    derajat C.


Program cairan selama 24 jam :
   1. 50% defisit cairan diberikan 8 jam pertama.
   2. 50% lagi diberikan 16 jam berikutnya.
   3. Kebutuhan maintainance durante post operatif (EFR)
   4. Defisit cairan post operatif (extra renal loss)
   5. Kenaikan suhu 2 derajat C(39-37), penambahan EFR 
       2x12%
   6. Pemberian maintainance elektrolit terutama Na, 
       karena hiponatrimia pasca operasi adalah gangguan 
       elektrolit tersering, dimana hiponatremia yang berat 
       bisa menyebabkan kerusakan otak menetap. 
       Sering  pada pasien anak ASA 1, akibat pemberian 
       cairan hipotonis dan meningginya sekresi ADH akibat 
       stress operasi atau nyeri.

Defisit cairan karena dehidrasi =  10% x 20.000 cc = 2000cc.


Program cairan 8 jam pertama :


a. Mengganti defisit  50% x 2000 cc =  1000 cc
    Perbaikan shock                          =    500 cc
                                                     ---------------
             Sisa defisit                         =     500 cc
b. Kebutuhan EFR :40 cc+ 2x10 cc ) x8 =480 cc(Rumus 
    4:2:1)
    Total cairan  yang diberikan       =      980 cc
    Total Na yang diberikan  8/24 x 3 x 20 meq = 20 meq.
    Ingat kebutuhan Na per 24 jam = 3 meq/kgBB            
    Diperoleh dari  =20/154 x1000cc NaCL o,9%= 140 cc
    Ingat 1 L NaCl 0,9% berisi 154 meq Na.
   Jadi defisit cairan 50% diganti 500 cc RL
    Maintainance cairan diganti 140 cc saline.
    Sisanya diganti dengan D2,5%  =980- 640 cc = 340 cc.         
    Ditambah D2,5% sebanyak =24% x EFR(60cc/jam) 
    lebih kurang 15cc/jam.  
    Bila ada persediaan NaCl  30% --- 1cc = 5,1 meq maka 
    cukup untuk 20 meq Na  dengan menambah( 20: 5,1 cc= 
    4 cc) kedalam larutan Dextrose 2,5% yang diinginkan.
    Note :    
    1 cc NaCl  8,4%  = 1 meq
    1 cc NaCl  5%      = 0,855 meq
    1 cc  NaCl 3%      = 0,513 meq
    1 cc  NaCl 30%    = 5,1     meq


Program cairan 16 jam berikutnya :
Defisit 50% sisa       = 1000 cc
EFR   16 jam            = 16x60 cc =  960 cc
                                   ------------
Total                         = 1960 cc


Kebutuhan Na   = 16/24 x 20x 3 =  40 meq = 280 cc saline atau  8 cc NaCl 30%, Maka diberi  RL 1000 cc atau D2,5% ditambah 8 cc NaCl 30%


Note : 


Bila terjadi kejang karena hiponatrimia tak respons terhadap anticonvulant langkah awal dengan memberikan NaCl 3% namun bila hiponatrimia asimptomatik tak perlu koreksi cepat dengan NaCl 3%, kecepatan pemberian NaCl 3% harus bisa menaikkan kadar natrium serum sebesar 1 mmol/jam atau kadar Na > 125 mmol.


Setiap pemberian 1 cc/kgBB cairan NaCl 3% akan menaikkan kadar natrium serum sebanyak 1 mmol/L, bila hiponatremia asimptomatik, euvolemia atau hipervolemia pemberian cairan rumatan dibatasi sebanyak 50% dari jumlah cairan rumatan.

Kesimpulan :


1. Problem cairan dan elektrolit merupakan kejadian rutin 
    pada kasus pembedahan terutama bedah darurat.
                                      
2. Kasus pediatri memerlukan penanganan khusus karena 
    mudahnya terjadi dehidrasi, overhidrasi, elektrolit dan 
    asam basa.

3. Telah dikemukakan cara sederhana penanganan problem 
    cairan/elektrolit pada kasus bedah peditari baik bedah 
    elektif maupun darurat.

4. Cara-cara yang dikemukakan hanyalah berasarkan 
    perhitungan belaka namun yang sangat penting adalah 
    pemantauan klinis pasien baik sebelum, selama dan 
    sesudah pembedahan.

Kepustakaan : 


1. Smith K, Fluid and electrolyte, A Conceptual Approach, 
    Churchill, Livingston Newyork, Edinburg London, 1980.

2. Smith MR, Anesthesia for Infant and Children,The CV 
    Mosby Company Toronto, London, 1980.

3. Caroll JH, Water, Electrolyte, and Acid Base Metabolism, 
    J.B.Lippincott Company, Philadelphia, Toronto, 1978.

4. Levin MR; Pediatric Anesthesia Handbook, Medical 
    ExaminationPublishing Company, Newyork, 1973.

5. Weldy JN; Body Fluids and Electrolyte,3 rd edit, The DCV 
    Mosby Company, London,1980.

6. Steward JD; Manual Pediatric Anesthesia, 1st edit, 
    Churchill Livingstone, Newyork, London, 1979.

7. Wiraatmaja K; Beberapa masaalah dasar terapi cairan 
    pada pembedahan darurat anak, Faked Unair.

8. Sunatrio K, Resusitasi Cairan, Media Euculapius, Faked 
    UI, 2000.

9. Rehm Mc Cs; Rapid infusion produce hyperchloremic 
    metabolic acidosis in patients undergoing gynaecological 
    surgery, Aneshesiology,1999.

10. Fosel TH; Comparison of with two solution with 
     different glucose consentration for infusion therapy 
     during laparatomies in infants, 1996.

11. Berleur MP et all Perioperatif infusions in pediatrics 
      patients for using Ringer Lactate solution with low 
      dextrose concentration, 2003.

12. Murad I and M.C.Dubois; Perioperatif fluid therapy in 
      pediatrics. Pediatrics anesthesia, 2008.

13. IDSAI, Panduan tatalaksana terapi cairan perioperatif, 
      2009.

0 comments:

Post a Comment

T E R B A R U

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...