Tuesday, July 12, 2011

Anatomi Sistem Pernafasan Dan Anestesi (BAGIAN 1)

Bookmark and Share

PENDAHULUAN:

Pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi sistem respirasi merupakan salah satu  modal dasar bagi ahli anestesi oleh karena hampir semua obat-obat anestesi yang diberikan diberikan sangat mempengaruhi fungsi respirasi dan pemberiannya sebagian besar secara inhalasi.


Oleh karena obat-obatan anestesi dapat mendepresi pusat-pusat vital dalam otak sedangkan pengetahuan dibidang ini hanya dimiliki para dokter maka yang dibenarkan melakukan tindakan anestesi hanya dokter.


Dengan bekal pengetahuan anatomi sistem respirasi diharapkan dapat dengan mudah mengenal kelainan sistem respirasi, prosedur tehnik anestesi serta penanggulan komplikasi yang terjadi. Ahli anestesi bertanggung jawab atas cukup tidaknya oksigenasi dan ventilasi baik sebelum, selama dan sesudah anestesi.

ANATOMI  SISTEM RESPIRASI

Terbagi dua bagian besar :


1. Tractus respiratorius bagian atas :
     a. Hidung (nasal)
     b. Pharyng
     c. Laryng

2.Tractus respiratorius bagian bawah :
    d. Trachea
    e. Bronchus
    f. Bronchiolus
        - terminalis
        - respiratori
   g. Alveolar
        - ducts
        - sacs
   h. Alveoli

Mulai dari hidung sampai bronchioles terminalis disebut conducting airway karena tidak terlibat langsung proses pertukaran gas tetapi fungsinya sangat penting adalah pemanasan, humidifikasi (pelembaban), dan filtrasi (penyaringan) udara inspirasi sehingga begitu udara mencapai alveoli sudah siap pada suhu tubuh dan saturasi penuh. Setiap cell epitel kolumnar mempunyai kira-kira 20 ciliari yang bergetar 10 - 15x/detik, yang mendorong dengan kuat dan cepat lapisan superficial mucus ke arah pharyng yang mengikat partikel-partikel asing seperti debu, serbuk maupun bakteri.


Selama proses anestesi proses ini ditekan sehingga kecepatan aliran mukus trachea yang normalnya 20 mm per menit turun jadi 7 mm per menit, disamping itu juga viscositas sekret menyebabkan pembentukan crustae yang dapat mengobstruksi airway(jalan nafas).


Dengan pemakaian pipa tracheal fungsi cilia/mukus akan hilang yang menyebabkan tracheobronchi hiperemia.

Jarak antara lobang hidung(nares externus) kepintu masuk laryng :

             Umur                                                 cm
         --------------------------------------------------------------------
                 neonatus                                        9,5  -   10
                 6 bulan                                                 11
                 1 tahun                                               11,5
                 4 tahun                                          13   -   14
                 8 tahun                                                15
                12tahun                                                16
                 dewasa                                           17   -   18

Hal ini penting sejauh mana pipa nasotracheal masuk terutama dalam blind intubasi, sedangkan diameter pipa sebagai pedoman besarnya kelingking pasien.


Perubahan anatomi dalam hidung akan menimbulkan obstruksi airway sebaiknya dilakukan pemeriksaan rongga hidung sebelum anestesi dimulai agar terjamin patency airway demi keamanan dan kelancaran anestesi.


Posisi kepala dalam keadaan defleksi maksimal untuk menjamin kebebasan jalan nafas dimana basis lidah tak lagi menutupi pintu masuk laryng seperti pada posisi flexi.


Pharyng merupakan pipa yang berhubungan ke laryng dan oesophagus, kemungkinan terjadinya aspirasi sebab akibat regurgitasi dan muntah selama anestesi bisa saja terjadi. 


Untuk itu pasien haruslah dipersiapkan dengan lambung kosong sebelum dilakukan induksi anestesi pada pasien yang menjalani operasi elektif atau ditunggu sampai 6 jam sejak makan minum terakhir,bagi pasien darurat dan kalau operasi benar emergensi pasien diberi antacid menetralkan asam lambung peroral, pemasangan pipa gaster dan intubasi trachea. Dan harus diingat pasien yang sress akan memperlambat pengosongan lambung sehingga patokan puasa 6 jam tak menjamin aman dari aspirasi untuk itu persiapan pencegahan selalu siaga.


Adalah lebih aman rasanya bila setiap pasien operasi emergensi lakukan intubasi.


Dan setelah anestesi selesai buat posisi kepala miring, lebih rendah dan pasang pipa gudel sesuai umur untuk mencegah lidah pasien jatuh kebelakang kalau pasien belum sadar dan terbaik extubasi sadar penuh. Namun pasien dengan tekanan intrakranial yang tinggi posisi demikian kontra indikasi. Resiko extubasi pasien setengah sadar bisa terjadi spasmo laryng dan pipa trachea digigit pasien. Tetapi bisa dikurangi dengan extubasi waktu inspirasi. Seorang anestesi yang berpengalaman tahu berapa lama lagi operasi selesai dan kapan anestesi dihentikan sehingga begitu operasi selesai pasien segera sadar.


LARYNG :


Terletak antara pharyng dan trachea memanjang dari pangkal lidah sampai trachea.


Lokasinya berhadapan dengan vertebra cervicalis 3, 4, 5 & 6 lebih tinggi pada wanita dewasa dan anak-anak.


Terbuka kebagian bawah pharyng udara dapat keluar masuk melalui jalan nafas lewat hidung dan pharyng juga rongga mulut kalau mulut terbuka. Panjang rata-rata pada pria 44 cm dan wanita 36 cm.

Diameter :          antro posterior                transversal
Pria                         36 mm                           43  mm
Wanita                    26 mm                            41  mm

Tersusun dari tulang rawan (thyroid, cricoid, arytenoid, corniculate(Santorini), cuneiform(Wrisberg) & epiglottis.
Pintu atas laryng (apertura laryngeal superior) lebih lebar didepan dari belakang dan miring kebawah belakang dibatasi oleh sebelah depan : epiglottis lateral ; ery epiglottis fold.


belakang : arytenoid


Vocal cord (pita suara) terbentang dari cartilago thyroid sebelah depan dan cartilago arytenoid sebelah belakang, celah antara vocal cord disebut rima glottis merupakan bagian tersempit dari laryng dengan diameter 2,5 cm dan pada wanita lebih pendek.


Pada anak-anak letak bagian tersempit ini tepat dibawah lipatan pada cricoid ring.Vocal cord bergerak merubah bentuk dan lebarnya glottis, ini tergantung dari pada situasi
dan kondisi apakah bersuara, bernafas dan tonus otot yang mengontrolnya. Bila terjadi spasmo, glottis akan menutup.


Dengan pelemas otot (muscle relaxant) vocal cord akan paralyse (lumpuh) dan posisinya antara abduksi dan adduksi disebut posisi Cadaveric, hal seperti ini terlihat pada saat efek muscle relaxant mencapai maksimal. Ini penting untuk mempermudah prosedur intubasi atau bronchoscopy.
Vocal cord yang berwarna putih sebagai pedoman membedakan glottis dan oesophagusa. 


Terutama waktu intubasi agar tak salah masuk ke oesophagus.


Dengan laryngoscope dapat dilihat dengan jelas dan dipermudah dengan posisi Sniffing dari kepala dimana occiput sedikit ditinggikan dengan penyokong rata ( 5-10 ) cm dan kepala di extensikan pada persendian atlanto occipital diharapkan pintu masuk laryng dan hypopharyng tak terlipat dan membuat sumbu dari cavum oris dan pharyng serta trachea dalam satu garis lurus sedangkan normal membentuk sudut.


Pada waktu inspirasi vocal cord saling menjauh (abduksi) sehingga rima glottis lebih lebar sehingga intubasi atau extubasi dilakukan saat inspirasi untuk mengurangi trauma. 


Sedangkan waktu expirasi bersentuhan.


Diantara pangkal lidah dan epiglottis didapati valleculae dimana waktu melakukan intubasi nasotracheal secara blind, sering ujung pipa tachea tersangkut disitu. Waktu intubasi pastikan dilihat lewat vocalcord bukan dengan menekan dada dan merasakan udara keluar lewat pipa karena misintubasi sering terjadi (malroute).


Pada sisi kiri kanan laryng didapati lekukan disebut fossa firiformis dibawah mukosanya didapati anyaman nervus laryngeal internus yang menginervasi mukosa laryngeal sampai setinggi vocalcord ini bisa diblock bila larutan analgesik lokal di infilter didaerah ini.


Sewaktu pengikatan pembuluh darah thyroid superior waktu thyreodectomy sering nervus laryngeal externus yang mensupply cricothyroid muscle mengalami injury menyebabkan suara serak post operatif yang temporer.


Bila nervus laryngeal recurrent yang terluka apalagi bilateral akan terjadi kesulitan bernafas dan bicara dengan obstruksi seperti valve dan terdengar stridor inspiratoir ini dapat dimengerti karena semua otot-otot laryng kecuali cricothyroid muscle disupply oleh nervus laryngeal recurrent dimana otot-otot yang membuka menutup glottis serta mengontrol inlet laryng mengalami inaktivasi. 


Bila dilihat dengan laryngoscope posisi vocalcord saat begini dalam posisi adduksi (merapat) dimana yang berfungsi hanya arytenoid muscle yang menegangkan vocalcord sehingga kesulitan bernafas.Tetapi kalau nervus laryngeal recurrent dan laryngeal superior paralyse
maka semua otot-otot laryng termasuk crycothyroid muscle mengalami inaktivasi sehingga posisi vocalcord antara abduksi dan adeduksi yang disebut posisi Cadaver.


Nervus laryngeal sinistra melingkari arcus aorta sering tertekan bila ada aneurysma aorta, sedangkan nervus laryngeal dextra melingkari arteri subclavia dextra. Nervus laryngeal mungkin rusak akibat adanya penebalan pleura, tumor mediastinal, perluasan tumor-tumor daerah leher dan dada, luka dan operasi daerah leher, pembesaran atrium sinistra, dalam keadaan toksis seperti influenza, diptheria dan keracunan Pb ini semua menyebabkan perubahan-perubahan pada laryng.


Epiglottis sebelah atas diinervasi oleh nervus glosso pharyngeus sedang sebelah bawah oleh nervus vagus cabangnya yaitu nervus laryngeal internus, oleh sebab itu stimulasi pada permukaan superior epiglottis tidak akan menimbulkan laryngospasmo.


Dalam keadaan peradangan tertentu jaringan submukosa laryng sebelah atas mengalami infiltrasi cairan yang menimbulkan glottis odem sehingga menutupi rongga laryng sebelah atas menimbulkan suffocasi (tercekik).


Perlekatan yang rapat membrana mukosa plica vocalis dapat mencegah odema yang meluas kelevel sebelah rima glottis. Posisi rima ghlottis bisa ditentukan dari permukaan dengan menetukan satu titik pada garis tengah leher 8,5 cm dibawah insicura thyroid pada laki dan 6,5 cm pada wanita.

Otot-otot laryng                                                                 

Inervasi

I. Intrinsix  :

A.Sphincter of inlet
a. Oblique arytenoids nervus laryngeal recurrent
b. Ary epiglottis idem
c. Thyro epiglottis idem   


B. Sphincter of vestibule
thyro arytenoids idem


C. Adjuster of laryng


cricothyroid nervus laryngeal externus.


D. Adjuster of rima glottis


a. Posterior crico arytenoids nervus laryngeal recurrent.
b. Lateral  crico arytenoids idem
c. Transverse arytenoids idem
d. Vocal muscles idem

II. Extrinsix :

thyrohyoid, sternothyroid, inferior constrictor : idem


TRACHEA :


Struktur tubular yang berpangkal pada cartilago cricoid setinggi vertebra cervicalis VI memanjang lurus kebawah sedikit agak kekanan berakhir pada bifurcatio carina setinggi vertebra thoracalis V, atau sesuai dengan sambungan antara corpus dan manubrium sterni (sudut dari Louis). Pada anak-anak carina setinggi cartilago costa III.
Panjangnya 10 cm dan diameter internal 1,5 - 2 cm, pada bayi diameternya kira-kira 3 mm kemudian bertambah sesuai pertambahan umur pertahun per mm. Lebih sempit diameter pada wanita daripada pria. Dalam dindingnya tertanam cartilago berbentuk huruf C yang bersambung ke belakang dengan perantaraan serabut otot sebanyak 16-20 cartilago.


Penyempitan abnormal trachea sering pada sepertiga tengah menyebabkan kesulitan intubasi dengan tube yang adekuat, sedangkan pelebaran abnormal sering pada infeksi bronchitis chronica. Tracheostomi sebaiknya dibawah cincin trachea pertama untuk menghindarkan stenosis, biasanya cincin 3 atau 4. Diameter trachea dapat berubah baik secara aktif oleh karena kontraksi otot-otot polosnya maupun secara pasif karena kompressi dari luar.


Posisi ujung distal tracheal tube sebaiknya tak mencapai carina agar distribusi gas tak menuju kesatu paru saja. 


Pasien-pasien yang dianestesi dengan spontan respirasi kadang-kadang kita jumpai gerakan-gerakan yang tajam dari laryng dan trachea selama inspirasi disebut tracheal tug. Ini mungkin disebabkan antara lain :


a. Anestesi yang dalam (stadium 3, plane 3 atau 4 Guedel)
b. Depressi CNS (barbiturat, opiat).
c. Inkomplit decurarisasi
d. Collapse, shock & acidosis.


Dijelaskan oleh Compbell bahwa terjadinya ini oleh karena hilangnya tonus otot-otot stabilisator laryng dimana diaphragma menarik laryng dan trachea kebawah.

BRONCHUS : 

(Bersambung)

1 comments:

This comment has been removed by the author.

Post a Comment

T E R B A R U

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...