Saturday, May 5, 2012

Perawatan Masa Pulih Sadar (BAGIAN 2)

Bookmark and Share

Pertanggung jawaban:
Dokter ahli anestesi bertanggung jawab penuh terhadap pengawasan pasien diruang pulih sadar.
Lamanya pasien diruang pulih sadar ditetapkan oleh dokter ahli anestesi apakah perlu dirawat terus ataukah sudah saatnya dipindahkan keruang perawatan masing masing.
Pemindahan pasien dari ruang pulih sadar harus seizin dokter anestesi.
Bila perawatan intensif dibutuhkan lebih dari 24 jam maka rawatan selanjutnya adalah di ICU.

Indikasi pemindahan pasien:
Kesadaran penderita penuh(orientasi diri,waktu,tempat,
sudah normal).
Reflek-reflek perlindungan(batuk,muntah) kembali aktif normal.
Tanda-tanda vital seperti pernafasan,tensi,nadi baik dan stabil.
Pengaruh anestesi umum/lokal dinilai tidak ada lagi.
Sewaktu pemindahan pasien seharusnya disertai keterangan tertulis yang ditandatangani oleh dokter anestesi.
Instruksi dokter anestesi untuk perawatan selanjutnya tertulis distatus anestesi,umpama program infus 24 jam atau extra obat-obatan.

Perawatan intensif:
Keselamatan penderita sangat ditentukan oleh perawatan.
Dedikasi perawat sangat didambakan oleh setiap pasien .
Perawat yang baik adalah yang sangat mengerti kebutuhan penderita bukan hanya jadi sekedar robot atas komando dokter.Karena kecepatan dan ketepatan tindakan tergan-
tung pada kecepatan dan ketepatan mengenal keadaan gawat darurat atau tidak.


Apa yang menjadi kriteria penderita gawat?
Selalu kita berorientasi pada keadaan umum yang ditentu
kan oleh kesadaran,pernafasan,nadi dan tekanan darah penderita.
Walaupun suhu tubuh tinggi kalau kriteria diatas tak terganggu maka tidak termasuk gawat darurat dalam arti kata masih ada tenggang waktu.
Tetapi bukanlah suhu tidak dipantau sama sekali hanya waktu pengawasannya yang berbeda dimana suhu cukup dipantau 3 jam sekali.
Semua penderita tidak sadar harus diawasi tanda vitalnya setiap 15 menit bila sangat kritis tiap lima menit,dicatat distatus pasien sehingga mudah dievaluasi.
Setiap laporan kedokter harus siap menjawab status tanda vital pasien bila ditanyakan.


Satu hal yang perlu diingat setiap pasien tak sadar harus terjamin kebebasan jalan nafasnya(patency of the airway).
Hambatan jalan nafas yang paling sering adalah jatuhnya pangkal lidah kebelakang menhambat sebagian hipoparing membuat suara mendengkur dimana suara mendengkur diharamkan diruang intensif karena itu adalah suara panggilan maut,karena kadar CO2 yang tinggi dalam darah akan menambah bengkaknya otak pada penderita hipoksia terutama pasien trauma kepala.
Untuk membebaskan jalan nafas tindakan pertama adalah memposisikan kepala hiperektensi tetapi harus hati hati pada penderita trauma kepala yang dicurigai adanya frak
tur cervical.
Isap lendir secara intensif agar jalan masuknya oksigen dan keluarnya CO2 lebih lancar,setiap jam kalau lendir atau sekretnya sedikit.
Penghisap harus steril pakai sarung tangan steril.
Penghisap(suction catheter) untuk mulut diameter lebih besar sementara untuk hidung haruslah tersendiri jangan digunakan untuk mulut.
Untuk menghisap lendir dalam pipa trakea diameter pipa penghisap tak boleh lebih dari setengah diameter pipa trakea,ditakuti tersedotnya oksigen dalam jumlah besar dari paru disamping bahaya atelektasis paru.
Sebelum dihisap lendir, pasien  dioksigenasi dulu dengan oksigen 100%.
Pipa penghisap ditekuk dulu sebelum ujungnya mencapai tempat hisapan.
Pipa penghisap diputar secara spiral kemudian tarik segera tidak boleh melebihi sepuluh detik.
Setelah penghisapan diberi lagi oksigen 100%.
Tindakan ini untuk mencegah hipoksia karena tersedotnya oksigen kembali,juga untuk mencegah atelektasis dan infeksi.
Posisi pasien diubah setiap dua jam untuk mencegah penumpukan lendir dan dekubitus.
Bila pasien tak memakai pipa trakea sebaiknya pipa oroparing dilepas kalau reflek batuk telah timbul ditakuti spasmo laring atau merangsang muntah.
Hati-hati menghisap lendir didaerah paring kalau pasien setengah sadar ditakuti spasmo laring,gunakan pipa penghisap yang lunak.


Bila pasien menggigil maka berikan oksigen konsentrasi tinggi,selimut tebal dan matikan AC bila mungkin,lapor dokter mungkin perlu diberi chlorpromazin atau petidin.
Selama menggigil kebutuhan oksigen meningkat sehingga
kemungkinan hipoksia bisa terjadi.


Bila pasien nadinya cepat,tensi turun,akral dingin tinggikan kedua kakinya 30 derajat,namun kepala tetap horizontal tindakan ini cukup besar membantu venous return (aliran darah kembali kejantung) kira kira satu liter.
Infus dicepatkan bila perlu pasang infus tambahan terutama bila ada gejala perdarahan post operatif,segera lapor dokter.
Kecepatan infus dijaga kestabilannya,kecepatan tetesan sesuai anjuran dokter dicatat dibotol infus (botol keberapa  dan harus jam berapa habis).
Jika pemasangan infus gagal dan timbul hematom ditempat tusukan jangan ditekan tekan agar venanya tak rusak dan bisa digunakan lagi beberapa hari kedepan bila diperlukan lokasi baru.
Pergantian tempat infus jangan lebih dari 48 jam, sebab 8% terkontaminasi,awas sepsis.Botol yang sudah dibuka kemasannya harus segera dipakai. Jangan memberi obat-obatan lewat jalur infus untuk cairan pengganti apalagi memasukkan obat-obatan kedalam botol infus karena terjadinya kontaminasi nasokomial infeksi cukup lumayan.
Memasang infus lewat jalur vena jugularis eksterna posisi kepala harus lebih rendah dari jantung karena ditakuti terjadi emboli udara,dimana tekanan negatif intratorak menghisap udara via jarum infus.
Bila transfusi diperlukan maka diisi dulu dengan larutan NaCl 0,9% lebih kurang 50 cc baru darah dimasukkan mulai tetesan lambat selama 10 menit pertama untuk mencegah terjadi reaksi transfusi yang berat.
Awasi botol infus jangan sampai terlanjur kosong ditakuti emboli udara.


Temperatur tubuh juga diawasi setiap 3 jam bila demamnya kontinu,terutama neonatus dan bayi,sebab setiap kenaikan satu derajat suhu tubuh akan meningkatkan kebutuhan cairan pemeliharaan sebesar 12%.


Catat produksi urin perjam untuk menilai apakah faal ginjal masih baik atau rehidrasi sudah tercapai.
Catat cairan yang keluar via drainage apakah darah banyak keluar?
Pada operasi besar sebaiknya Hb post operatif ditera kem
bali. 


Pasien kesakitan yang amat terutama daerah torak atau abdomen bagian atas pada post torakotomi atau post kolesistektomi cukup berbahaya karena akan mengganggu gerakan pernafasan pasien.
Disini dibutuhkan pengelolaan nyeri yang cukup tanpa mendepressi nafas.
Untuk pasien seperti ini disamping pemberian analgesik jangan lupa meminta pasien bernafas dalam dan teratur.
Penderita yang mendapat narkotik seperti petidin atau morfin pengawasan terhadap pernafasan lebih diperiori
taskan.Morfin terlihat dari frekwensi nafas yang menurun sementara petidin sulit dideteksi karena pengaruhnya pada tidal volume sehingga terjadi depressi nafas sudah berat baru ketahuan.


Catatan instruksi dokter yang tidak jelas haruslah ditanya ulang terutama mengenai dosis obat dan cara pemberian.


Penderita dengan luka terkontaminasi sebaiknya tidak dirawat diruang pulih sadar demikian juga pasien dengan terapi radium pada tumor ganas jaraknya terpisah dari pasien lain minimal 15 cm setiap 10 mg radium yang
ditanamkam. Antara pasien pria dan wanita sebenarnya tidak perlu dipisahkan karena tidak sadar,kecuali dikehendaki cukup dipisah dengan tabir.


Sebaiknya setiap 48 jam kateter intravena diganti,setiap 72 jam kateter arteri,urin dan sonde lambung diganti.
Ventilator  disterilkan setiap 72 jam dan nebulizer setiap 24 jam.Setiap perawat yang menangani pasien jangan lupa cuci tangan baik sebelum maupun sesudahnya,sebaiknya pakai pakaian khusus dan sarung tangan steril.


Kesimpulan:
Peranan perawat sangat menentukan nasib penderita.
Disamping ketrampilan tampaknya dedikasi merupakan bagian tak terpisahkan dalam keberhasilan pengelolaan pasien.
Namun fasilitas/perlengkapan yang tersedia sangat menunjang sasaran yang ingin dicapai.
Untuk itu pengetahuan perlu ditingkatkan dan disegarkan melalui penataran atau pelatihan khusus.
Fungsi perawat diharapkan bukan sebagai pembantu dok
ter tetapi mitra dokter.


Kepustakaan:
1.Snow JC : Manual of Anesthesia,Asian Edition,1st 
   edit,Little Brown and Company,Boston,Igaku Shoin Ltd   
   Tokyo,1977.


2.Peter Safar;Resusitasi jantung paru otak(terjemahan)
   Yani Kasim Cs.,IAAI,Depkes edisi,1984


3.Orkin KF and Cooperman LH:
   Complication in Anesthesiology:JB Lippincott Company
   East Washington square,Philadelphia,Pensylvania,1983.

T E R B A R U

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More