Sunday, August 28, 2011

Reseptor Opioid Dan Ketergantungan Obat (BAGIAN 1)

Bookmark and Share

Abdul Lian dr.SpAn
Bagian Anestesiologi Faked Undip Semarang


Pendahuluan:


Among the remedies which has it pleased almighty God to give men to relieve has suffering ,no one is so universal and so efficacious as opium(Sydenhans).


Walaupun telah ditemukan berbagai jenis obat analgetik lain, opiat tetap merupakan pilihan utama sebagai terapi nyeri. Namun diperkirakan lebih kurang 2 juta penduduk Indonesia dari semua tingkat golongan terutama usia produktif telah terjerumus mengkonsumsi dan menjadi korban ketergantungan narkoba.


Salah satu jenis ketergantungan obat yaitu ketergantungan zat opiat (morfin, heroin, methadon) yang mengakibatkan gangguan fisik dan psikis.


Menurut Weisman ketergantungan obat, primer adalah problema neurologi, yang mengakibatkan problema psikologi sekunder.


Ada korelasi antara reseptor opioid, kecanduan dan mekanisme dan segala penyakitnya. Manipulasi reseptor opioid  berperan dalam kasus ketergantungan opiat yang merupakan metode penyembuh ketergantungan obat dekade terakhir ini.

OPIUM, OPIAT DAN OPIOID :


Opium adalah getah papaver somniferum yang telah dikeringkan yang banyak ditemukan di Turki dan India. 
Tepung opium terdiri dari berbagai unsur tetapi unsur farmakologi aktif adalah alkaloid (25 jenis ) yang pertama kali diisolasi oleh Sturner (1803).


Alkaloid yang diperoleh dari opium dapat digolongkan kedalam dua grup yaitu grup fenantren dan benzili isoquinolin. Morfin adalah alkaloid utama grup fenantren sedangkan papaverin mewakili isoquoinolin.


Pengaruh narkotik tergantung cincin nitrogen tertiair dan potensinya (analgesi,hipnosis, depressi nafas), tergantung pada gugus hidroksil fenolik struktur inti fenantren, dimana terbukanya cincin fenantren akan menghilangkan efek narkotik.


Sedangkan gugus hidroksi alkoholik berhubungan dengan stimulasi susunan saraf pusat(SSP) yang mengkounter efek depressi dari gugus fenolik.


Bila atom H pada gugusan fenolik diganti maka efek analgetik narkotik dan depressi nafas akan menurun sebaliknya bila atom H pada gugusan hidroksil alkoholik diganti umpama dengan acetil maka efek narkotik dan depressi nafas akan meningkat.

Opiat adalah obat yang diperoleh dari alkaloid opium umpama morfin. Opioid adalah zat zat yang sifatnya mirip morfin berikatan dengan reseptor spesifik. Opioid yang diisolasi dari berbagai struktur otak dimana reseptor opiat ada disebut opioid endogen (endorfin berasal dari endogen dan morfin).


Opioid eksogen adalah opioid yang disintese/ semi sintesis seperti heroin ,metadon,petidin. 


Opioid endogen adalah antara lain met dan leuenkefalin, dinorfin dan alfa,beta,gamma dan delta endorfin. 


Semua endorfin sama aktif dengan morfin kecuali beta endorfin (5-10) kali lebih poten dari morfin.

Endorfin terutama ditemukan di hipotalamus yang berfungsi analgesia, euforia dan perubahan tingkah laku.


Sementara yang ditemukan dihipopisa berfungsi mengatur vasopresin,prolaktin dan hormon pertumbuhan. 


Beta endorfin dilepas kedalam ventrikel III dari axon yang berasal dari hipotalamus melalui Liquor Cerebro Spinalis (LCS) menuju medulla spinalis dan dapat mensupresi hantaran nyeri di substansia glatinosa. 


Metionin dan leusin enkefalin, 2 macam zat yang diisolasi oleh Hughes (1975) dalam flipotrofin hipopise, mirip dengan pentapeptida yang memiliki khasiat seperti morfin. 


Enkefalin tersebar luas pada batang otak,substansia abu-abu dan substansia glatinosa medulla spinalis dan saluran pencernaan, bekerja sebagai neuromodulator ketika dilepas disubstansia glatinosa menghambat substansi P dan pelepasan asetilkolin pada otak.


Diketahui bahwa substansi P merupakan neurotransmitter yang menstimulasi reseptor neurokinin(NK-I) pada ujung aferen serabut C dikornu dorsalis medulla spinalis membuka pintu gerbang masuknya ion calsium menggeser ion magne
sium dari reseptor NMDA sehingga meningkatkan eksitabili
tas sel.
 
Opioid diklasifikasi sebagai agonis,agonis antagonis dan antagonis, ada juga memasukkan agonis parsial. Disebut agonis bila hubungan dengan reseptor dapat menghasilkan efek maksimal yang bergantung dosis yang diberikan (morfin,meferidin,fentanil dan lain lain). Agonis antagonis, opioid yang bekerja sebagai agonis pada satu jenis reseptor dan bersifat antagonis terhadap reseptor lain(pentazocin).


Antagonis adalah opioid yang tidak punya efek pada dosis klinis tetapi dapat berkompetisi menggeser agonis dari reseptornya (Nalokson).


Agonis parsial tidak dapat nenghasilkan efek penuh pada reseptor dan tidak dipengaruhi dosis yang diberikan (bufrenorfin).
                 
KLASSIFIKASI  OPIOID :
=============================================================
AGONIS                         ANTAGONIS                    AGONIS ANTAGONIS      
=============================================================
Morfin                           Nalokson                           Pentazosin         
Meperidin                      Naltrexon                          Butarfanol
Fentanil                                                                                                                           Nalbufin                         Sufentanil                         Bufrenorfin
Penoferidin                                                           Nalorfin
Kodein                                                                  Bremazosin
Metadon                                                                Dezosin
Heroin
Hidromorfin

RESEPTOR OPIOID :


Kita ketahui reseptor obat ialah makromolekul yang umumnya molekul enzim atau komponen fungsional dari sel bisa terletak pada membran sel didalam atau diluar sel. Penggabungan obat dengan reseptor merupakan reaksi permulaan dalam satu rangkaian reaksi yang pada akhirnya menimbulkan efek obat.


Dengan menggambarkan bahwa semua obat harus berga
bung dengan suatu reseptor dulu berbagai fenomena efek obat,seperti hubungan antara dosis dan efek dan antara waktu dan efek lebih mudah dimengerti. 


Bagaimana mekanisme kerja opiat(opioid) sampai menimbulkan efeknya harus ada penggabungan dengan reseptornya.


Pada tahun 1954 Becket dan Casey memulai konsep farmakologi tentang adanya tempat ikatan spesifik opioid yang kemudian disebut reseptor opioid.


Martin Cs menemukan tiga macam reseptor opioid pada anjing yaitu reseptor U(Mu),K(Kappa) dan S(Sigma), dimana reseptor U(Mu)(m dari morfin) bertanggung jawab terhadap analgesia supraspinal, euforia, ketergantungan dan depresi nafas terutama terletak pada brain stem/thalamus.


Reseptor K(Kappa) (K dari ketocyclazocine) satu analgetik tipe agonis antagonis yang bertanggung jawab terhadap efek spinal analgesi,sedasi,miosis, dan depresi nafas terutama terletak pada kortek serebri.


Reseptor S(Sigma) (S dari SKF 10047) suatu benzomorfan dengan aktifitas yang aneh yaitu eksitasi dan haluksinasi.


Kemudian ditemukan reseptor delta (d dari vasdeferen tikus) yang diaktifkan secara selektif oleh opioid endogen (leu dan met enkefalin) yang bekerja memodulasi reseptor mu. Reseptor epsilon(e dari endorfin) terutama diaktifkan oleh peptida endogen beta endorfin.


Kemudian ditemukan subtipe mu (mu1 dan mu2) dimana reseptor mu1 bertanggung jawab atas analgesia opiat sedangkan mu2 bertanggung jawab terhadap depresi nafas, bradikardi dan ketergantungan opiat.


Tetapi kloning reseptor mu tidak berhasil menunjukkan adanya reseptor subtipe mu1 dan mu2. 


Reseptor mu, kappa dan delta merupakan reseptor yang terlibat dalam mekanisme antinosiseptif dengan opioid yang diberikan secara sistemik atau secara lokal pada permukaan medulla spinalis,terletak di medulla spinalis terutama di substansia glatinosa (lamina I &V) dan akar dorsalis.


Sedangkan distribusi yang lebih luas dan diffus berada dalam substansia abu abu diseluruh medulla spinalis sesuai tempat berakhirnya serabut C di medulla spinalis. 


Perbandingan distribusi reseptor kappa,mu,dan delta dalam medulla spinalis adalah 50%,40% & 10%.


Reseptor opioid tersebar di SSP dari konsentrasi paling tinggi sampai paling rendah adalah globus palidus, substansia abu-abu periakuaduktal, medial thalamus, amigdala,area pontine,medulla oblongata,caudatus, putamen,lateral thalamus, hipothalamus ,cerebellum 
dan girus hipokampus.


Menurut Jacquet ada dua reseptor utama di SSP :


1.Reseptor endorfin yang punya affinitas streospesifik untuk 
   opiat yang memediasi efek analgesi dan katatoni dan 
   sensitif terhadap naloxon dikenal sebagai reseptor mu.

2.Reseptor yang punya afinitas non streospesifik untuk 
   opiat berhubungan dengan explosive motor behaviour 
   tetapi insensitif terhadap naloxon oleh Lord dan Kosterlitz 
   dikenal sebagai reseptor delta.

Reseptor endorfin punya affinitas terhadap morfin dan endorfin bila ditempati opiat akan menginhibisi aktifitas reseptor kedua.


Bila tidak diduduki opiat atau diduduki antagonis maka akan muncul explosive behaviour seperti sindroma abstinensia.


Reseptor delta punya afinitas terhadap hormon adrenokor
tikotropin peptida, pemakaian adreno kortikotropin keda
lam substansia abu-abu perakuadektal akan menimbulkan sindrome abstinensia.


Untuk menyeragamkan klassifikasi reseptor opiat sejak tahun 1997,International Union of Pharmacology (Unphar) telah mengklassifikasikan reseptor opiat sebagai OP1(untuk delta),OP2(untuk K) dan OP3(untuk Mu).


bersambung

0 comments:

Post a Comment

T E R B A R U

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...