Sunday, September 11, 2011

Alternatif Teknik Anestesi Kontrasepsi Mantap

Bookmark and Share

Abdul Lian dr.SpAn
Bagian Anestesi  RS Dr Kariadi Semarang


Pendahuluan :


Tehnik anestesi yang ideal seharusnya memenuhi beberapa syarat :


1. Menyenangkan penderita bebas dari rasa sakit dan 
    gelisah.
2. Menyenangkan anestetist,stabil peredaran darah dan 
    pernafasan serta cepat tidur dan cepat pulih sadar.
3. Menyenangkan ahli bedah,dimana relaksasi otot 
    abdomen baik dan lapangan operasi jelas (kurang 
    pendarahan).
4. Menyenangkan ketiganya,operasi singkat,kembali sadar 
    penuh tanpa efek samping.


Teknik yang mana yang paling dipilih tergantung pada :
1. Tidak ada kontra indikasi buat penderita.
2. Jenis,lokasi dan lamanya operasi.
3. Pengalaman dan ketrampilan ahli anestesi.
4. Fasilitas yang tersedia.


Permasalahan :


Dalam menghadapi operasi kontrasepsi mantap (kontap) perlu dipertimbangan :


1. Nyeri: 
a. Pada waktu incisi kulit dan otot subumbilical.
b. Pada waktu rangsangan peritonium dan manipulasi 
    viscera bisa menimbulkan mual, mulas, serta reaksi vagal 
    reflex dengan segala manifestasi.


2. Posisi : 
   Tredelenburg (posisi kepala lebih rendah),isi abdomen 
   mendorong diaphragma ke proksimal sehingga ruang gerak 
   nafas berkurang dan darah terbendung dikepala 
   menyebabkan odema otak.


3. Pneumoperitonium:
    Pada laparascopi pengisian gas CO2 akan mendesak 
    diaphragma dan reabsorbsi CO2 meningkatkan PaCO2 
    pada respirasi spontan.


Tehnik anestesi :


Kita kenal dua macam tehnik anestesi yaitu anestesi umum dan lokal (regional):


Perbedaan mendasar diantara keduanya adalah masalah kesadaran penderita.


Kehilangan kesadaran penderita disebabkan obat anestesi sekaligus mempengaruhi mekanisme kompensasi bila terjadi gangguan sirkulasi atau respirasi.


Hal ini yang perlu dipertimbangkan pada setiap pemberian anestesi umum demi kelancaran dan anestesi dan keamanan penderita.


Tetapi tidak semua bisa dilakukan anestesi lokal terutama pasien yang sangat cemas tanpa alasan dan operasi berlangsung lama tidak ada alternatif lain selain anestesi umum.


Tapi begitupun tidak ada kontra indikasi untuk anestesi umum bagaimanapun kondisi pasien.


Ini sangat tergantung pada pengalaman dan ketrampilan ahli anestesi itu sendiri bagaimana dia melakukannya. 


Jadi tidak ada istilah ini adalah tehnik anestesi yang paling aman untuk tiap jenis operasi karena semuanya ditentukan oleh the man behind the gun yaitu ahli anestesinya.


Yang penting setiap melakukan anestesi harus diantisipasi apa penyulit yang akan terjadi dan bagaimana mengatasi
nya dengan mempersiapkan obat emergensi dan alat resusitasi sekecil apapun operasinya.


A. Anestesi lokal :


Cukup dengan infiltrasi kulit/otot subumbilicalis dengan lidokain 1-2% tanpa adrenalin,dosis maksimal 5 mg/kgBB,untuk menghilangkan nyeri waktu insisi,


Saat mencapai peritonium,pendorongan usus dan pengaitan tuba Fallopii,akan terjadi nyeri visceral(mual,mulas), hal ini dapat menyebabkan vagal reflex dengan manifestasi hipotensi, bradikardi sampai henti jantung,


Anestesi lokal maupun regional tidak mentolerir manipulasi viscera.


Untungnya umumnya penderita masih muda dan sehat sehingga mekanisme kompensasinya cukup baik,bila manipulasinya halus tampaknya lebih aman tetapi untuk operator pemula anestesi lokal kurang terpilih.


Kemungkinan terjadi reaksi toksis maupun allergi tetap terbuka untuk itu kesiapan harus ada.


B. Anestesi lokal plus neurolep analgesia :


Neurolep analgesia adalah satu keadaan dimana penderita tetap sadar tetapi tidak merasa sakit sebagai hasil kerja obat neuroleptik dan analgetik yang kuat. 


Sebagai neuroleptik digunakan dropridol yaitu golongan butirofenon,sedangkan sebagai analgetik digunakan fentanil merupakan derivat sintetik petidin dimana tidak mempu
nyai efek hipnotik tapi daya analgetiknya cukup kuat 50x kekuatan morfin.


Dengan tehnik ini penderita agak somnolen tetapi mudah dibangunkan,hemodinamik stabil, acuh dengan sekelilingnya,tidak merasa sakit dan amnesia yaitu lupa terhadap peristiwa yang dialaminya.


Perlu dibantu anestesi lokal karena kurang toleransi terhadap insisi kulit.


Pemberian cairan yang cukup untuk mengkompensir vasodilatasi untuk mencegah renjatan. 


Bila terjadi rigiditas otot terutama otot pernafasan beri pelemas otot dan siap ventilasi buatan.


Prosedur sama seperti anestesi umum,yaitu puasa 6 jam pre induksi,premedikasi dengan sulfas atropin 0,01mg/kgBB
dropridol o,1 mg/kg BB,fentanil 0.001 mg/kgBB,dalam satu spuit disuntikkan intra muskular 30-40 menit pre induksi.


Induksi :


Dropridol 0,2 mg/kgBB,intra vena 30-60 detik,tunggu 3-5 menit.


Fentanil 0,002 mg/kgBB,intra vena selama 30-60 detik
tunggu 3-5 menit, lidokain 2% infiltrasi,tunggu 2-3 menit,operasi bisa dimulai.


Bila perlu dosis tambahan fentanil 0,001 mg/kgBB intra vena.


C. Anestesi umum :


Bisa dilakukan dengan tehnik inhalasi atau intravena.
Tehnik inhalasi memerlukan alat khusus, mahal.


Obat inhalasi bisa digunakan ether,ethrane,halothane,
isoflurane,sevoflurane maupun N2O.


Ether kurang efektif,karena induksi lama dan masa pulih juga lama,merangsang saluran nafas walaupun dapat memberi trias anestesi sempurna.


Halothane,ethrane,isoflurane apalagi sevoflurane mahal,tetapi induksi dan masa pulih cepat, tetapi cenderung menimbulkan aritmia,hipoventilasi terutama halothane dan ethrane.


N2O analgetiknya kuat tetapi hipnotik lemah,tidak bisa diberikan secara tunggal. 


Dengan respirasi spontan pemakaian agent diatas cende
rung mendepressi ventilasi apalagi didukung oleh posisi Tredelenburgh dan pneumopritonium keadaan hiperkarbia mudah terjadi.


Halothane dan ethrane mudah terjadi aritmia dalam kondisi hiperkarbia atau hipoksia. N20 kontra indikasi pada pneumoperitonium,pneumothorak atau pneumoencephalus. 


Untuk mencegah ini tampaknya anestesi seimbang(balance anesthesia) dengan nafas kendali lebih terpilih dan aman, dimana ventilasi lebih terjamin,relaksasi otot cukup,
pemakaian agent lebih sedikit,alias lebih hemat.


Penggunaan halothane 0,5%,N2O 50% dan O2 50% ditambah pelemas otot secukupnya mampu memberikan trias anestesi memuaskan.(hipnotisk analgesik dan relaksasi otot).


Tetapi tehnik ini memerlukan ketrampilan dalam mengendalikan ventilasi,dan perlu pengamatan yang serius pada waktu dekurarisasi dimana efek vagal cukup menonjol(hipotensi,bradikardi).


Pemantauan analisa gas darah sangat membantu adanya hipoksia,hiperkarbia atau hipokarbia maupun asidosis
/alkalosis.


D. Tehnik Intravena :


Umumnya obat yang digunakan adalah ketamin,dimana fasilitas untuk pemakaiannya minimal, mudah didapat,daya analgesiknya cukup kuat,bisa digunakan sebagai anestesi tunggal.


Mula kerja cepat 30-60 detik,sadar kembali setelah 15-30 menit pemberian intra vena.


Dosis induksi 0,5-1,5 mg/kgBB intra vena perlahan lahan(1-2) menit,atau kira- kira 20 mg per menit,bila perlu diulang setengah dosis awal sesuai kebutuhan.


Bila sudah timbul nystagmus biasanya operasi sudah bisa dimulai,dosis tambahan diberikan kalau ada gerakan sehubungan rasa nyeri.


Hipersalivasi yang timbul bisa dicegah dengan pemberian sulfas atropin 0,01 mg/kgBB 30 menit pre induksi.


Depressi nafas bisa dihindari dengan pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan jadi 10 mg/cc intra vena.
Reaksi delirium/haluksinasi yang timbul akibat ketamin bisa dikurangi dengan pemberian diazepam 10 mg intra vena sebelum pemberian ketamin.
Pemberian diazepam sebagai premedikasi dilaporkan dapat mengurangi efek depresi ketamin. 
Kenaikan frekuensi denyut jantung kira kira 35% dan kenaikan tekanan darah sistolik sebesar 20-40 mmHg sangat menguntungkan dapat mengurangi resiko bradikardi dan hipotensi akibat reaksi vagal karena manipulasi viscera.
Namun ketamin diindikasi kontrakan pada tekanan darah sistolik > 160 mmHg, cedera otak atau riwayat konvulsi serta kelainan jantung ischemia.
Ingat selama anestesi berlangsung sampai sadar penuh jalan nafas harus bebas.


Ringkasan :
Dalam memilih teknik anestesi harus selalu berorientasi pada keamanan/kenyamanan pasien. 
Pengalaman dan ketrampilan baik ahli bedah maupun ahli anestesi sangat menentukan pilihan teknik anestesi.
Bila mungkin pilihlah tehnik yang paling mudah,murah,dan aman untuk pasien dan ligkungan. 
Setiap tindakan anestesi baik lokal atau umum,bagaimana
pun singkatnya prosedur,harus siap pakai perlengkapan minimal resusitasi.diruang operasi.


Rujukan :


1. Atkinson RS et al: Synopsis of Anesthesia ed.8 ELBS 1977.


2. Albin  MS :  Pharmacology of Ketamine Clinical Complementation in Hospital setting. Satelite Symposia Anesthesia in Asean Region,1985.


3. Dundee JW,Wyant: Intra venous anesthesia ,Churchill Livingstone,Edinburg and London 1974.


4. Raharjo E:  Landasan Farmakologi dan Patofisiologi pemilihan obat anestesi untuk kontrasepsi mantap,Seminar Kontap 1990.

Tuesday, September 6, 2011

Syok Septik (BAGIAN 2)

Bookmark and Share

PEMANTAUAN :
Hemodinamik dan Oksigenasi jaringan :
Tekanan darah tidak bisa digunakan untuk menilai derajat syok terutama syok septik apalagi tekanan darah tidak memberi gambaran perfusi jaringan dimana pelepasan katekol amin pada syok sehingga tekanan darah dipertahankan normal walaupun hipovolemia, namun turunnya tekannan darah adalah tanda yang jelek apalagi disertai dengan takikardi >120x/menit biasanya karena hipovolemik. 

Pemantauan tekanan darah pada syok septik sebaiknya pengukuran langsung lewat kateter intra arterial lebih
akurat dibandingkan dengan cara tak langung dimana terjadi vasokonstriksi selama syok mempengaruhi hasil teraan dan sekalian untuk pengambilan sample darah arteri guna pemeriksaan analisa gas darah.

Namun nilai tekanan darah arteri yang cukup tidak meng
gambarkan curah jantung yang cukup karena bisa saja karena vasokonstriksi yang hebat. 

Pemantauan hemodinamik sentral langkah yang paling tepat apakah CVP atau PAWP. 

CVP berguna tapi terbatas, hanya menggambarkan tekanan rata-rata atrium kanan, yang merefleksikan tekanan akhir diastolik ventrikel kanan atau preload venrikel kanan, bila tidak ada hipertensi pulmonal maka preload ventrikel kiri dan kanan sama walaupun nilai absolut berbeda. 

Namun adanya hipertensi pulmonal,tension pneumothorak
kardiak tamponade,kelainan klep jantung,intracardiac shunt, maka CVP tidak digunakan untuk menilai volume intravaskular(preload ventrikel kiri). 

Dengan demikian kalau CVP rendah berarti volume intra
vaskular rendah namun kalau CVP normal atau tinggi interpretasi volume intravaskular sulit.

Infus yang cepat lewat kateter CVP dapat mendistorsi tekanan diujung kateter sehingga nilai CVP jadi tinggi. 

Untuk syok sepsis lebih akurat menggunakan kateter arteri pulmonalis, sekaligus dapat menilai tekanan atrium dan ventrikel kanan ketika melewati kamar ini dan menilai
tekanan arteri pulonal(PAP) serta tekanan arteri pulmonal waktu ditutup (PAOP)(Pulmonal artery occlusion pressure) yang menggambarkan tekanan atrium kiri dan sekalian tekanan pengisian ventrikel kiri akhir diastolik) yang merupakan preload ventrikel kiri.

Kateter PA bisa digunakan untuk menilai kardiak output dengan tehnik thermodilusi dan penilaian  mixed venous oxyhaemoglobine saturation (SVO2). 

Penurunan delivery oksigen (DO2) apakah oleh karena menurun kardiak output atau saturasi O2 menyebabkan penurunan SVO2.

DO2 ditentukan oleh oksigen content dalam darah arteri (CaO2) dan CO. CaO2 ditentukan oleh saturasi oksigen dalam darah arteri(SaO2) dan Hb.

CaO2 =( Hb x 1,34 x SaO2) +(PaO2 x 0,0031)
DO2  =  CaO2 x CO x 10(dikali 10 karena CO dalam Liter
sedangkan CaO2 per 100 cc).

Biarpun Hb turun 1/3 kalau volume plasma normal dan kontraksi jantung baik maka dikompensasi dengan naiknya CO tiga kali lipat sehingga DO2 tetap.
            
VO2 adalah oksigen konsumsi dipakai sebagai petunjuk cukupnya oksigenasi jaringan.

VO2 = CO x (CaO2-CvO2)x10    normal = 180-280 ml/menit.
CvO2= (Hb x 1,34x SvO2)+ (0,0031xPvO2)----> SvO2 normal=65-75%
O2 extracton ratio(O2ER)= VO2/DO2x100 ----> O2ER normal = 25-30%
            
Kriteria hipoksia jaringan pasien kritis :
1. Konsentrasi laktat darah meningkat,dengan asidosis 
    metabolik
2. SvO2 rendah < 60-65%
3. O2ER tinggi  > 35-40%
4. DO2 rendah < 8-10 ml/menit terjadi hipoksia jaringan

Peningkatan extraksi oksigen karena aliran darah lambat sebaliknya menurun bila aliran darah terlalu cepat sehingga tak sempat diextraksi.
              
Nilai normal yang diperoleh dari  kateter PA :
        Nilai                                                 Normal range
 ------------------------------------------------------------------------------------
         RAP(CVP)                                             2-8   mmHg
         RVP                                                     Sistolik 20-30mmHg, diastolik<RAP
         PAP                                                     Sistolik 20-30mmHg diastolik 5-15
         PAOP                                                   2-12 mmHg harus < diastolik PAP
         CO                                                      4-6 l/menit, dewasa     
         SvO2                                                   65-75 %
---------------------------------------------------------------------------------

Sistemik vascular resistance bisa dihitung berdasarkan rumus :
                             MAP - CVP
                          SVR      = -------------x 80 = 800-1200 dyne/cm/sec5
                                            CO

MAP langsung dari arteri lines atau tekanan diastolik + 1/3 (Sistolik-Diastolik). Kontaktilitas myokardial dinilai paling baik dengan melihat gerakan dinding myokard dan memperkirakan fraksi ejeksi dengan ekokardiografi dua dimensi(baik transtorakik maupun transoesofageal)

TERAPI:
Langkah pertama adalah supportif diperioritaskan life saving  dan selanjutnya terapi kausal.
Bila kondisi memburuk respirasi maupun sirkulasi langsung resusitasi jantung paru. 
Bila masalah sirkulasi, langsung bikin posisi syok kaki ditinggikan 30 derajat,tindakan ini sama dengan auto transfusi satu liter darah.
Restorasi volume intra vaskular dengan ekpansi volume, infus cepat mulai dengan kristaloid isotonik. 
Penilaian preload ventrikel kiri dengan kateter PA lebih akurat. Aturan 7 dan 3 seperti yang dianjurkan Dr.Max Harry Weil  dari University of Southern California. 
Bila pemberian cairan tantangan (chalange test) mengubah PAWP <3mmHg bisa diberikan lagi cairan tantangan tetapi bila peningkatan PAWP > 7mmHg maka jangan diberikan lagi cairan tantangan, bila peningkatan antara 2-7 mmHg maka tunggu 10 menit, untuk melihat apakah tekanan pengisisan menurun. 
Bila penambahan cairan menaikkan PAWP tetapi tanpa peningkatan curah jantung, sebaiknya jangan teruskan memberi cairan lagi. Dianjurkan untuk mempertahankan PAWP <= 15 mmHg, MAP > 60 mmHg dan produksi urine 0,5 cc/kgBB/jam.

Bila resusitasi cairan sudah cukup namun tetap hipotensi mungkin diperlukan vasopressor maupun inotropik. Kalau MAP diatas 60 mmHg maka inotropik adalah pilihan. Bisa diberikan dobutamin (5-20 mikrogram/kg/menit atau 
Dopamin (5-10 mikrog/kg permenit) untuk menaikkan kardiak output dan tekanan darah dan dititrasi untuk perfusi organ yang adekuat.

Bila MAP dibawah 60 mmHg diperlukan vasopressor terapi, indikasinya kalau CO dan tekanan darah sangat turun serta SVR rendah.

Bisa diberikan  nor epinefrin 0,01-0,10 mikrog/kg/menit mulai 0,05 mikrog/menit. Nor epinefrin menaikkan tekanan darah dengan menstimulasi reseptor alfa 1 menaikkan SVR dan reseptor beta 1 meningkatkan CO dan efek pada pembuluh renal tergantung pada tekanan darah sistemik. 

Pada pasien sepsis bisa menaikkan GFR dan diuresis.

Untuk kombinasi inotropik dan vasopressor, dopamin biasanya dimulai 5 mikro/kg/mnt dan jika perlu ditingkat 
kan sampai 15-20 mikro/kg/mnt namun jika pasien tetap hipotensi nor epinefrin bisa ditambahkan dan dopamin diturunkan sampai dosis rendah(2-3 mikro/kg/menit) untuk mempertahankan perfusi renal dan splancnik.
         
Bila tekanan darah cukup tetapi tanda kurang perfusi masih ada(oliguri, perubahan status mental atau laktat asidosis) tambahan resusitasi cairan biasanya diperlukan. 

Dukungan inotropik (dobutamin) diberikan hanya kalau preload cukup. 

Pada keadaan hipodinamik (cold shock) terjadi vasokons
triksi yang hebat, bila tak respons dengan pemberian 
volume dianjurkan pemakaian vasodilator (nitrogliserin) atau nitropruside maupun hidralazine.
         
Pertanyaannya apakah koloid atau kristaloid yang dipilih dalam kondisi sepsis ?

Dalam kondisi kebocoran kapiler dimana cairan intravasku
lar bergeser ke ruang interstitial maka yang pro koloid mengatakan koloid dapat mempertahankan tekanan osmotik koloid plasma sehingga penumpukan cairan dalam ruangan interstitial bisa dikurangi. 

Sedangkan cairan kristaloid malah sebaliknya sehingga resiko edema paru besar.

Yang pro kristaloid beralasan bahwa dalam kondisi kapiler yang sudah bocor biarpun albumin atau koloid tetap keluar terperangkap dalam ruangan interstitial sehingga resiko edema paru tak bisa dicegah disamping harganya mahal dan reaksi anapilaktoid. 

Hauser cs menemukan kelompok pasien kritis yang menda
pat koloid tidak terjadi odem paru atau terperangkapnya albumin dan perbaikan hemodinamik yang lebih baik dibandingkan yang mendapat cairan kristaloid ditemukan fungsi paru yang memburuk dan perbaikan hemodinamik yang cukupan.

Apel dan Shoemaker juga menemukan adanya perbaikan yang lebih baik hemodinamik dan DO2(delivery oksigen) pada kelompok koloid dibandingkan kelompok kristaloid. 

Apakah albumin atau koloid sintetik yang lebih baik pada pasien kritis ?

Yang pro albumin memilih albumin karena kemampuannya mengekspansi volume intra vaskular dan mempertahankan tekanan onkotik karena albumin dalam keadaan normal adalah protein utama penentu tekanan onkotik plasma.

Kelompok lain meneliti tidak berbeda dengan koloid sintetik dalam mempertahankan hemodinamik, mengekspansi intravaskular dan meningkatkan tekanan onkotik plasma.

Tetapi pada hipoalbuminemia, biarpun lebih mahal tetap lebih terpilih apalagi obat-obat yang terikat albumin akan meningkat kadarnya dalam bentuk bebas sehingga resiko toksis yang lebih besar.
         
Bila koloid yang dipilih koloid yang mana?

Sediaan kanji hidroksietil molekul sedang dan besar memberikan efek plasma volume dan DO2 lebih besar dan bertahan lama daripada koloid lain,disamping mempunyai efek menyumpal (sealing effect) pada kebocoran kapiler sehingga bermanfaat pada pasien sepsis dengan gagal organ atau masih mengancam untuk mencegah kebocoran kapiler dan odema jaringan.

Hidroksietil starch (HES 200/0,5) 6% (molekul sedang) menetap dalam sirkulasi 4-8 jam dan (HES 450/0,7) 6% (molekul besar) bertahan dalam sirkulasi (8-12) jam, dapat memperbaiki DO2, VO2(konsumsi O2) dan CI(Cardiac Index) pada pasien kritis sepsis, trauma maupun ARDS. 

Kecukupan oksigenasi jaringan sulit dinilai tanpa menghu
bungkan DO2 dan VO2 terutama pada syok septik dapat terjadi hipoksia jaringan walaupun aliran darah, tekanan dan oksigenasi sistemik normal.

Dilaporkan bahwa peluang untuk hidup pasien syok septik lebih besar kalau curah jantung dan VO2 diatas normal.

Dalam kondisi hipoksemia penghantaran oksigen hendaknya dimaksimalkan dengan mempertahankan kadar Hb normal
(12-14)g% dengan transfusi dan tekanan pengisian ventrikel kiri yang cukup agar kardiak output normal atau tinggi.Perlu diingat rembesan cairan kedalam interstium paru dan alveolus yang mengganggu difusi dengan akibat hipoksemia haruslah dikurangi cairannya dengan memindahkan cairan interstitial kedalam intravaskular dengan hukum Starling yaitu menurunkan tekanan hirostatika atau menaikkan tekanan osmotik koloid plasma.

Prinsipnya ruangan intravaskular terisi adekuat dan pasien tidak dehidrasi. 

Dengan pemberian diuretika sambil mengevaluasi gas darah arteri sebelum dan sesudah pemberian, bila ada perbaikan oksigenasi arteri maka pemberian diuretika bisa diulangi sampai tidak ada respons.
         
Menurut Schumer steroid dosis tinggi (metilprednisolon 30mg/kg atau dexametason (6 mg/kg) dapat meningkat survival rate pasien syok septik. Sprung Cs meneliti, steroid dosis tinggi dapat memperbaiki syok septik dini.
         
Diduga stroid mempunyai efek inotropik terhadap jantung dan mild alpha adrenergic blocker dengan demikian memperbaiki  perfusi jaringan, stabilisasi membran mitokonria dan mengurangi pelepasan enzim lisozom.

Peneliti lain menganjurkan pemberian steroid kalau ada insufisiensi adrenal itupun dengan dosis rendah. 
Ini semua masih kontroversil termasuk pemberian prostaglandin, indometasin, nalokson dan fibronectin.                                                

Yang tidak kurang pentingnya adalah penanganan penyulit seperti koagulopati, perdarahan gastrointestinal dan gagal organ serta pembedahan membuang sumber infeksi dan lakukan continous renal replacement therapy(CRRT) sedini mungkin.

Yang terakhir namun paling penting adalah pemilihan antibiotika yang tepat dan diberikan sedini mungkin. 

Pemilihan antibiotika yang tepat tergantung tempat infeksi yang diduga dan adanya penyakit yang bersamaan seperti diabetes, gagal ginjal, kehamilan dan alergi obat-obatan.

Tempat infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis urutannya adalah traktus urinaria,digestivus dan respiratorius diikuti kulit dan jaringan lunak.

Bila sumber infeksi pada pemeriksaan permulaan tidak jelas, maka kemungkinan paru atau abdomen sedangkan kuman yang paling sering menyebabkan sepsis urutannya esscheria coli, klebsiela, enterobacter dan pseudomonas aeruginosa.

Hasil kultur dan sensitivity test dianjurkan untuk pemilhan antibiotika namun kultur tidak tersedia maka bisa berdasarkan suspek tempat infeksi dimana bisa diduga kuman yang paling sering sebagai kausanya umpama infeksi traktus urinaria adalah escheria coli yang paling sering tetapi 20-30% escheria coli resisten terhadap ampicillin maka option antibiotika adalah cephalosporin generasi ke-3, quinolone, trimethoprim(sulfamethoxazole) atau aztreonam.

Infeksi intra abdominal biasanya polymicrobial melibatkan aerob maupun anaerob, kombinasi antibiotika lebih dianjurkan seperti clyndamicin atau metronidazol + aztreonam atau amphicillin+ metronidazole + aztreonam atau cephalosporin generasi kedua(cefoxitin,cefotetan) + aminoglikoside tetapi tak direkomendasikan pada koagulopati yang berat. 

Infeksi traktus respiratorius yang paling sering pneumonia oleh streptococcus pneumonia dan haemophilus influenzae, eritromicin adalah antibiotic of choice.

Bila curiga gabungan keduanya berikan eritromisin dan cephalosporin generasi 2 at 3. 

Infeksi kulit (cellulitis ) paling sering oleh sebab staphylo
coccus aereus atau streptococcus beta hemolitikus. 

Pada luka terinfeksi biasanya clostridium perfringens, pada cellulitis facial atau orbital adalah hemofilus influenza, maka antibiotika terpilih adalah cefazolin, nafcilin, vancomisin atau penicillin G (untuk clostridium perfringens atau beta hemolitycus streptococcus).

Infeksi CNS seperti meningitis biasanya disebabkan streptococcus pneumonia atau Nisseria meningitidis tampaknya cefotaxime atau ceftriaxone bisa digunakan. 

Encefalitis biasanya kebanyakan disebabkan virus berikan acyclovir atau valcyclovir. 

Abscess otak bisa disebabkan oleh polimikrobial  areobic dan anaerobic streptococcus, stapilokokus dan bakteri gram negatif, terpilih penicillin, metronidazole dan cephalosporin generasi ke-3.

Infeksi jamur selalu dicurigai adanya faktor predisposisi luka bakar berat, malignancy, terapi antibiotika, transplantasi, neutropenia, endopthalmitis, CVP, biasanya disebabkan candida albicans obat terpilih adalah metronidazole atau vancomycin.

Bila syok telah terkendali ,hemodinamik baik dan stabil pertimbangkan pemberian nutrisi dimana kebutuhan kalori 30-35 kcal/hari setiap kenaikan suhu 1 derajat ditambah 12% untuk mengimbangi proses katabolisme tinggi pada sepsis. Kebutuhan nitrogen minimal 0,095 g/kg/hari, untuk mencapai balans nigrogen positif maka kalori harus tinggi dan rasio nitrogen kalori minimal 1:200.

Sumber karbohidrat (KH) karena penderita sepsis resisten insulin untuk mencegah hiperglikemia sebaiknya pemberian glukose maksimal 200 g/hari. Mungkin fruktose lebih baik karena insulin independen, lebih cepat dimetabolisir dihati mempunyai nitrogen sparing effek lebih baik dari pada glukosa. Namun tidak sepenuhnya insulin independen karena untuk merubah fruktosa jadi glukosa masih butuh insulin, kalau diberikan secara cepat dan konsentrasi >5% bisa menimbulkan asidosis laktat.

Pilihan lain adalah gula alkohol (sorbitol, xylitol) dengan pemberian yang tidak terlalu cepat dan tak>5% bisa dicegah terjadinya asidosis laktat juga insulin independen. 

Perlu pemberian insulin untuk mengontrol kadar gula dengan ketat (80-110)mg%. 

Lemak sebagai sumber kalori terbesar untuk keutuhan dinding sel, tanpa sparing efek dengan protein memerlukan kombinasi dengan KH yang optimal, 30-40% dari total kalori. 

Diberikan 1,5-2g/kg/hari cukup 2x seminggu, kalau terlalu banyak menimbulkan emulsi dalam plasma.

Sumber nitrogen, yang baik asam amino bentuk L, asam amino bercabang diberikan dalam komposisi yang lebih banyak, diberikan bersamaan KH minimal ratio 1:200. 

Pada sepsis perlu balans nitrogen positip untuk sintese protein jaringan dan enzim.

Tetapi pada kondisi katabolisme yang tinggi protein dibatasi 40 gram/hari. 

Pada pasien gagal ginjal diberikan protein rendah dan kalori tinggi. 

Pemberian vitamin perlu untuk katalisator dalam metabo 
lisme. Pada sepsis yang berat berikan recombinant activa
ted protein C. 

Turunkan demam dengan selimut hipotermi sebesar 5-10 derajat C dikombinasi dengan chloorpromazin atau salisilat dengan central anti piretik, juga menghambat pelepasan plasma kinin dan menimbulkan keringat.

RINGKASAN :

Syok septik, prognosenya jelek pencegahannya lebih diutamakan. Sumber infeksi yang paling sering menimbulkan sepsis adalah traktus urinaria, digestivus, respiratorius, diikuti kulit dan soft tissue. 

Kuman yang paling sering menimbulkan sepsis adalah escheria coli, klebsiella, dan pseudomonas aeruginosa.

Demam paling sering merupakan gejala sistemik yang ditimbulkan oleh infeksi, walaupun kadang kala normal bahkan hipotermi terutama pada orang tua, uremia, alkoholisme dan gagal hepar. 

Gangguan kogulasi yang paling sering pada sepsis adalah thrombositopenia.
         
Oksigenasi jaringan yang adekuat adalah tujuan utama terapi syok dengan meningkatkan DO2 dan VO2 dengan meningkatkan CO dan CaO2. Peningkatan CO dengan meningkatkan kontraktilitas jantung dengan obat inotropik bila MAP diatas 60 mmHg dan preload ventrikel kiri dengan volume cairan yang cukup.

Peningkatan CaO2 dengan meningkatkan Hb dan SaO2 serta PaO2. Penilaian preload ventrikel kiri dipantau dengan kateter PA dimana bisa dinilai juga CO dan SvO2 (mixed venous oxygen saturation) untuk menilai oksigenasi jaringan.
         
Cairan HES tampaknya cukup baik pada kebocoran kapiler karena punya seal effect. Antibiotika  sebaiknya diberikan setelah diketahui hasil kultur dan sensitivity test. Dalam kondisi tidak ada fasilitas bisa diberikan antibiotika berdasarkan lokalisasi infeksi dengan kuman paling sering penyebabnya.
         
Terapi membuang sumber infeksi seperti pembedahan, drainage, mengganti kateter vena, arteri, sonde lambung  dan lain-lain sangat menunjang keberhasilan terapi.
Yang paling utama adalah life saving dengan mengendalikan hemodinamik dan respirasi.

Rujukan : Faked

1. Zimmermann L.J,Taylor R Cs: Life threatening infections;
    in Fundamental Critical Syllabus, USA, 1996
      
2. Basic Hemodynamic monitoring. Fundamental Care 
    Critical  Syllabus,USA 1996.
      
3. Diagnosis and Management of Shock, FCCS, USA 1996.
      
4. Brown, BE, Cs; Shock A physiologic Basis Treatment, Year 
    Book Medical Publishers Inc, Chicago.1972.
      
5. Sunatrio S; Resusitasi Cairan, Media  Aesculapius, Faked 
    UI, 2000.
      
6. Sumartomo T; Syokseptik Permasalahan dan 
    Penanganannya, Simposium Shock   Surabaya 1990.

7. Leksana E; SIRS, SEPSIS, Keseimbangan asam basa;Faked Undip, 2006.

Monday, September 5, 2011

Syok Septik (BAGIAN 1)

Bookmark and Share

dr.Abdul Lian SpAn.KNA
Bhg Anestesi Faked Undip/RS dr Kariadi  Semarang
Pendahuluan :
Kita ketahui syok adalah kegagalan sirkulasi organ untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Ada 4 mayor kategori syok yaitu syok kardiogenik,hipovolemik,distributif dan obstruktif.
Syok kardiogenik karena kegagalan memompakan darah dengan gambaran hemodinamik turunnya kardiak output,tekanan pengisian ventrikel kiri yang tinggi dan tahanan pembuluh sistemik tinggi.
Syok hipovolemik karena volume intravaskular yang tidak cukup dengan gambaran hemodinamik menurunnya kardiak output dan tekanan pengisian ventrikel kiri dan meningginya tahanan pembuluh darah sistemik(Sistemic vascular resistance)(SVR).
Syok obstruktif disebabkan adanya hambatan mekanik (cardiac tamponade, pneumothotak, massive pulmonary emboli) yang menghalangi pengisian jantung dengan gambaran hemodinamik menurunnya kardiak output, meningkatnya SVR dan tekanan pengisian ventrikel kiri tergantung etiologi.
Syok distributif disebabkan maldistribusi aliran darah (syok septik,anapilaktik,neurogenik) dengan gambaran klinik normal atau meningginya kardiak output,menurunnya atau normalnya tekanan pengisian ventrikel kiri dan menurunnya SVR. Penyebab syok distribuif yang paling sering adalah syok septik,bentuk infeksi yang paling berat dan menyebabkan kematian yang sering pada penderita penyakit kritis baik dewasa ataupun anak.

APA ITU SEPSIS?
Menurut definisi standard dari SCCM/ACCP(Society Critical Care Medicine/ American College of Chest  Phycians) menetapkan beberapa definisi:
Sepsis adalah SIRS(Systemic Inflamator Response Syndrome) yaitu respons inflamasi sistemik akibat adanya infeksi dengan gambaran klinis minimal dua dari semua kondisi dibawah ini:
Suhu tubuh >38 derajat C atau < 36 C
Heart rate  > 90x/menit
Respiratory rate >20x /menit,atau PaCO2 < 32 torr dan atau
Leukosit >12000 cells/mm3,<4000 cells/mm3 atau >10% bentuk immatur.
SIRS bisa oleh karena infeksi atau non infeksi seperti multiple trauma,luka bakar dan lain-lain. SEPSIS berarti SIRS yang disebabkan infeksi Severe sepsis adalah sepsis yang disertai disfungsi organ,hipoperfusi atau hipotensi.

Gejala awal disfungsi organ kardiovaskular(perubahan hemodinamik) dan disfungsi pulmonal(acute lung injury atau ALI atau ARDS(Acute Respiratory Distress Syndrome) kemudian disusul oleh disfungsi hepar,gastrointestinal,renal dan otak.
Sepsis dengan hipotensi menetap walaupun telah cukup diresusitasi cairan disebut septik shock akibat vasodilatasi,
hipovolemia dan disfungsi myokardial.

Disebut syok distributif karena penurunan tahanan perifer yang menyebabkan distribusi darah di perifer/sistem vena yang diduga oleh pengaruh endotoksin  atau mediator lain.

Etiologi :
Penyebab yang paling sering adalah kuman gram negatif (Escheria Coli,Enterobcter,Kelbsiela, Pseudomonas) tetapi kuman gram positip terutama streptococcus,staphylococcus,dan jamur terutama candida serta virus juga bisa menyebabkan syok septik.

Diagnosa sepsis :
A.Faktor predispoisi :
Adanya faktor predisposisi cenderung lebih tinggi resiko berkembangnya sepsis:
1.Pasien immuno kompromised dimana daya immunitasnya      menurun:
  Diabetesmellitus,cirrhosishepatis,malnutrisi,kemoterapi,ra   dioterapi,terlalu tua,  multiple trauma,transplant        resipient,AIDS,alkoholism dan  pemakai steroid dan    malignancy.

2.Prosedur invasif:

Pembedahan,kateter vaskular atau urine

B.Manifestasi klinis:

Pengamatan signs dan simptoms baik sistemik maupun lokal berkaitan dengan infeksi haruslah lebih dini untuk mempersiapkan pengelolaan yang cepat dan tepat sebelum berkembangnya sepsis.

1. Sign dan simptom sistemik :

- Demam : paling sering tetapi bisa normo atau hipotermi terutama pada orang tua, penderita uremia dan cirrhosis hepatis.

- Menggigil,batuk,takipnoe ,dispnoe,mual dan muntah.

Takikardi hampir selalu ada tetapi bisa absen pada gangguan konduki jantung
disfungsi autonomik,pemakai beta adrenergik atau calcium channel blocker.
                                   
Hipotensi dan hipoperfusi (oliguri,anuri).

Perubahan status mental,bervariasi dari lethargi,irritable,delirium sampai koma. Ptechien dan echymosis terutama didistal extrimitas.

2. Signs dan simptoms spesifik:                

Infeksi CNS (kejang,meningismus),respirasi(batuk,dispnoe,hemaptoe),abdomen(ileus,distensi,mual,muntah),urinary(disurie,hematuri) dan infeksi kulit(eritema,edema,abcess,gangren).

C.Laboratorium:

Laboratorium rutin tidak ada yang spesifik :

Lekosit biasanya meningkat dimana lebih bergeser ke bentuk immatur tetapi orang tua biasanya normal, malah pada AIDS lekosit rendah.

Netropenia biasanya pada demam tifoid, brucellosis. Koagulasi abnormal paling sering pada sepsis adalah trombositopenia. Disseminated intra vascular Coagulation(DIC) jarang biasanya ditandai dengan protrombin time,partial tromboplatin time dan fibrin split yang meningkat.

Hiperglikemia karena relative insuline resistant pengaruh sepsis kecuali infant dengan hipoglikemia karena low hepatic glycogen stores.

Hipoksemia mungkin karena ARDS atau fokal pneumonia. Metabolik asidosis meningkatnya anion gap karena meningkatnya kadar laktat. Analisa gas darah dengan pH rendah karena metabolik asidosis dan PaCO2 rendah karena respiratory alkalosis. Naiknya blood urea nitrogen dan creatinine karena adanya disfungsi renal. Disfungsi hepar yang berat jarang,adanya peningkatan bilirubin dan transaminase.

D.Pemeriksaan mikrobiologi:

Kultur positip menunjang bukti adanya sepsis tetapi hampir 50% pasien yang terinfeksi menunjukan kultur negatif.

Paling tidak dua sampel kultur diambil dari dua tempat berbeda yang dicurigai.

Untuk pasien immuno kompromised diperiksakan kultur khusus jamur. Bila sumber infeksi tidak jelas maka periksa  mikrobiologi darah,urine dan sputum.

Jika mungkin jangan diberi antibiotika sebelum hasil kultur diketahui. Untuk sputum,atau abses dan cairan tubuh diperiksakan gram stain. Jika sarana tersedia lakukan pemeriksaan bacterial antigen test umpama(counter immunoelectrophoresis atau latexagglutination) dari urine dan liquor, bisa membantu dalam situasi antibiotika sudah diberikan sebelum hasil kultur diketahui.

E. Pemeriksaan tambahan:

Semua pasien sepsis sebaiknya diperiksa thorak radiograph. Pasien dengan meningismus atau perubahan status mental tak jelas kausanya sebaiknya dipunksi lumbal untuk pemeriksaan liquor tetapi untuk neonatus wajib.

Bila ada keluhan abdomen lakukan abdominal radiograph, baik telentang dan tegak untuk menentukan adanya udara bebas(free air), kalau sulit posisi tegak maka lateral dekubitus sebagai alternatif.

Patofisiologi syok septik :

Bagaimana mekanisme terjadinya syok yang menyertai sepsis masih tanda tanya. Beberapa para ahli berpendapat masuknya kuman menyerbu darah atau kuman tetap ditempat tetapi melepaskan endotoksin, tubuh merespons dengan membentuk pro inflamatory cytokines berupa tumor nekrosis faktor@ dan zat vasodilator seperti Nitric Oxid(NO),prostacycline dan pada saat yang sama tubuh juga membentuk anti inflamatory cytokines(Interleukin 10.11,13 etc).

Bila pro inflamatory dominan maka akan terjadi SIRS(Sepsis).Tetapi bila anti inflamatory yang lebih dominan maka akan terjadi penekanan terhadap immunitas sehingga peka terhadap infeksi. Respons inflamasi sistemik berupa pelepasan mediator akan menimbulkan disfungsi organ kardiovascular (mendepressi otot jantung,vasodilatasi arteri dan vena,peningkatan permeabilitas kapiler,meningkatnya agregasi sel darah (mikro emboli) dan disfungsi paru berupa ARDS atau akut lung injury dan akhirnya terjadi MODS (Multiple Organ Dysfunction Syndrome)(50%). Bersama penurunan resistensi vaskular yang luar biasa (40%) dan depressi myokard yang berat (10%) terjadi hipotensi yang tidak responsif dengan terapi akhirnya berujung dengan kematian.

Gambaran klinis :

1. Hiperdinamik/warm septic shock

Merupakan stadium permulaan,ektrimitas hangat,merah kering. Hiperventilasi,hipotensi,takikardi,cardiak output meningkat,SVR rendah,CVP normal. A-VDO2 menyempit karena bertambahnya AV shunt,defect cellular yang tak mampu mengambil O2.

2. Hipodinamik/Cold septic Shock

Stadium lanjut karena tidak respons terhadap terapi atau stadium awal pada pasien sepsis dengan kelainan jantung atau hipovolemik sebelumnya.

Ektrimitas dingin,pucat,basah dan cyanosis,oliguri hipotensi, takikardi,vasokonstriksi,SVR meningkat,CVP rendah. Kebocoran kapiler menyebabkan hipovolemia.

Bersambung

T E R B A R U

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More