Wednesday, August 24, 2011

Mati Otak (Brain Death)

Bookmark and Share

dr Abdul lian SpAn KNA
Bagian Anestesiologi Faked Undip Semarang


Pendahuluan :
Otak orang dewasa yang beratnya 2% dari berat badan,dilayani sirkulasi darah 15% dari kardiak output dan membutuhkan oksigen 20% dari konsumsi oksigen seluruh tubuh atau lebih kurang 3,3 ml O2 /100 gram otak menit yang dikenal dengan istilah laju metabolik otak untuk O2(CMRO2) dimana (55-60)% nya digunakan untuk mempertahankan intergritas seratus milyard neuron otak berupa homeostasis,mempertahankan perbedaan ion,stablitas membran,
aktifitas mitokondria dan pengeluaran CO2,sementara (40-45)% nya digunakan untuk fungsi neuron berupa pembentukan dan penghantaran impuls. Tergantung pada aliran darah otak(CBF),oksigen dan glukose.


Sumber energi otak sebagian besar diperoleh dari glukose sedangkan sumber yang lain ialah hidroksi butirat dan aceto asetat.Ketidak mampuan perfusi otak karena penurunan CBF dibawah kritis untuk memenuhi pasokan oksigen dan nutrien yang diperlukan untuk pemeliharaan intregritas metabolisme dan fungsi neuron yang merupakan dasar kerusakan otak yang dikenal dengan iskemia cerebri dengan konsekwensi mulai dari transsient ischemic attack( TIA) sampai terjadi mati otak.


Penurunan CMRO2 sampai 2,0 cc/100 gram otak/menit  berakibat koma sedangkan penurunan CMRO2 sampai dibawah sepertiga normal bisa menyebabkan brain stem death (mati batang otak).


Yang termasuk batang otak adalah medulla oblongata,pons,thalamus,hipothalamus,retikular aktivating system,basal ganglia,limbik system tetapi yang utama adalah medulla oblongata dan pons dimana terletak pusat
pernafasan dan sirkulasi, kesadaran dan nukeus syaraf kranial.

MATI BATANG OTAK (MBO):
Yang dimaksud mati dewasa ini adalah mati batang otak walaupun jantung masih berdenyut dan respirasi dengan ventilator masih dipertahankan.
Dahulu definisi kematian adalah apnoe(henti nafas) dan circulatory arrest(henti sirkulasi) dimana aktivitas cerebral terhenti sebentar (reversible) masih mungkin dilakukan cardiopulmonary dan brain resusitasi kemungkinan fungsi otak kembali normal, kematian seperti ini disebut Clinical death(mati klinis).
Bila mati klinis berlanjut tanpa resusitasi akan terjadi nekrosis seluruh jaringan tubuh dimulai dari otak, disebut biological death (mati biologis).
Sedangkan sosial death (mati sosial) (persistent vegetative state)(sindroma apalika) menggambarkan kerusakan otak yang irreversible dimana pasien tetap tak sadar /tidak responsif tetapi mempunyai EEG yang masih aktif dan beberapa reflek masih utuh.


Cerebral death(mati cerebral) dimana cerebrum mengalami nekrosis terutama neocortical.
Brain death (total brain death)(mati otak total) adalah mati cerebral dengan nekrosis sisa otak lainnya (cerebellum,midbrain dan brain stem).(otak kecil,otak tengah dan batang otak).
Harus dibedakan brain death dengan severe neurological dysfunction dimana masih ada menetap sedikit aktifitas otak,biasanya kita bagi dua golongan:


1.Locked in Syndrome (paralytic akinesia)(cerebrospinal 
   dysconection)
   Dalam keadaan ini : Mental awareness(+).
                                  Cranial nerve dysfunction (+)
                                  Voluntary muscle movement (-)
   umpama : lesi medulla-pontine.
               
2.Apalic syndrome :
   Depressi awareness yang dalam depressi EEG sampai 
   isoelektrik.
   Fungsi brainstem masih berlangsung atau bisa 
   ditimbulkan.


Untuk itu baik fungsi cortical maupun brainstem harus diteliti dengan kriteria yang ditetapkan dalam menentukan brain death.
Yaitu yang ditetapkan oleh Presbyterian University Hospital Pittsburg.
Kriteria untuk menentukan diagnosis MBO (mati batang otak).
Pasien yang diobservasi harus di rumah sakit,dengan dua kali pemeriksaan.
Klinik dimana jarak (interval) kedua pemeriksaan tidak kurang dari dua jam dilakukan oleh minimal 2 ahli yang mendapat kompetensi (neurologist,neuro surgeon atau intensivist) bersama atau terpisah.

A. Koma dengan sebab yang ditetapkan,dan tidak adanya 
    induced hipotermia dan obat-obat yang bersifat 
    depressant.
   Jika ada indikasi pemeriksaan ethanol darah,dan 
   toksikologi harus dilakukan dan temperatur tubuh juga 
   dicatat.

B. Tidak dijumpai gerakan otot spontan,tanda-tanda sikap 
    abnormal (decerebrasi&decorticasi) atau menggigil 
    dalam keadaan tanpa muscle relaxant (pelemas otot) 
    atau obat sedatif.

C. Cranial reflexes & responses:(minimal lima reflex 
    negatif).
1. Tak ada respons reflex cahaya pupil ini disamarkan oleh 
    obat antikolenergik.
2. Tak ada cornea reflex.
3. Tak ada respons terhadap stimulus sakit yang hebat 
    seperti tekanan pada supra orbital.
4. Tak ada respons terhadap stimulus jalan nafas bagian 
    atas dan bawah umpama pharyngeal atau penghisapan 
    endotracheal.
5. Tak ada respons okular bila telinga diirigasi dengn 50 cc 
    air es (tak ada gerakan mata)(reflexoculovestibular). 
    Hal ini bisa disamarkan oleh obat ototoksik,penekan 
    vestibular.
6. Tak ada gerakan bola mata bila kepala diputar(reflex 
    oculocephalic).

D. Tak ada gerakan nafas spontan selama tiga menit 
     bila ventilator dilepas dan PaCO2 > 50 Torr pada akhir 
     test apnoe dalam hal ini tanpa pelemas otot, tak 
     dilakukan bila ICP tinggi.
     Jika pada riwayat penyakit pasien mempunyai keter
     gantungan pada stimulus hipoksia untuk pernafasan 
     umpama pada penderita COPD (Chronic Obstructive 
     Pulmonary Diseases) maka PaO2 pada akhir test harus < 
     50 Torr. Jadi dicatat PaO2 dan PaCO2 pada akhir test 
     apnoe.

Test apnoe : 
a. Pre oksigenasi selama 10 menit dengan O2 100% untuk 
    mencegah hipoksia.
b.Beri CO2 5% dalam 95% selama 5 menit berikutnya untuk 
   menjamin PaCO2 awal 40 torr.
c.Ventilator dilepas, insuflasi O2 6L/menit via kateter 
   lewat karina selama sepuluh menit,untuk mencegah 
   hipoksia, agar tak terjadi kerusakan organ.
   Test ini diulang dengan selang waktu 25- 40 menit, untuk 
   mencegah kesalahan pengamatan.

E.Gambaran EEG yang isoelektris :
   Dengan minimal tehnik pencatatan yang telah ditetapkan 
   bisa terjadi atas pengaruh sedatif encepfalitis,trauma 
   otak atau anoksia atau hipotermia yang dalam.

F. Kegagalan menaikkan heart rate (kecepatan denyut 
    jantung) dengan pemberian 1-2 miligram Sulfas atropin 
    intra vena setelah lima menit atau kenaikan tak lebih 
    5x/menit.

Penetapan diagmosis MBO perlu untuk menentukan sikap kita dalam mempertahankan atau mengakhiri tindakan resusitasi gawat darurat.       
Bila diagnose MBO sudah pasti maka pasien dinyatakan meninggal dengan sertifikat kematian. Walau jantung masih berdenyut, tidak diperlukan persetujuan keluarga untuk membuat sertifikasi kematian.
Tetapi bila pasien telah menyatakan dirinya sebagai donor organ sebelum kematiannya maka setelah onset braindeath resusitasi terus dilakukan sampai organ tubuh pasien dikeluarkan untuk mempertahankan keawetan organ, tetapi kontra indikasi bila dijumpai beberapa keadaan tertentu, dibahas dalam management resusitasi untuk transplantasi organ.
Setelah MBO cardiac death (mati jantung) sekunder biasanya terjadi setelah 72 jam sejak MBO tetapi kadang kadang walau jarang bisa sampai satu bulan. Ini karena merupakan efektor autonom yang bekerja tanpa pengaruh syaraf pusat dalam waktu terbatas.
Sikap kita ventilator dihentikan biarkan saja sampai circulasi berhenti sendiri.

Mati jantung adalah henti jantung yang irreversible dimana EKG isoelektris selama minimal 30 menit, (intractable electric asystole) walaupun terapi CPR telah optimal. 
Tidak ada pulsasi tetapi ada EKG complex (mechanical asystole tanpa electric asistole) bukanlah tanda irreversibelity cardiac.
Selama aktifitas EKG berlangsung kita harus bersikap bahwa masih ada waktu untuk memulihkan circulasi spontan.
Sebenarnya aktifitas EKG bisa berlangsung setelah beberapa menit terjadi henti jantung tanpa resusitasi atau berjam-jam selama CPR dilakukan.
Selama CPR dengan dada tertutup tanpa monitoring EKG tak bisa dibuktikan adanya henti jantung yang irreversible oleh karena ventrikel fibrilasi mungkin ada dan ventrikel fibrilasi selalu mungkin reversible. Ada beberapa kasus ventrikel fibrilasi setelah CPR berjam-jam disertai defibrilasi pulih kembali kesadarannya.

Bila telah dilakukan CPR ditemukan sirkulasi spontan,reaksi pupil positif respirasi spontan, gerakan spontan ini menunjukkan adanya oksigenasi serebral.
Bila pupil tetap dilatasi tanpa reaksi,tanpa respirasi spontan selama 1-2 jam,walaupun sirkulasi spontan sudah dicapai, ini menunjukkan kerusakan otak yang hebat walaupun tidak selalu disertai mati batang otak.
Perlu diketahui pupil dilatasi /fixed bisa dijumpai diluar mati otak yaitu kontussio serebri,perdarahan intra kranial,pemberian katekolamin waktu resusitasi atau overdosis obat-obat hipnotik.


Secara kasar pasien yang sadar dalam waktu sepuluh menit sesudah sirkulasi spontan akan pulih kembali dengan fungsi otak yang normal,tetapi setelah 6-12 jam sejak sirkulasi spontan dilakukan penekanan yang kuat pada sudut mandibula, tanpa respons nyeri, tanpa Doll eyes,biasanya pasien akan menderita kerusakan otak yang permanent
(Bates).
Bila fasilitas EEG,monitor gas darah tak ada maka angiografi karotid yang menunjukkan tidak ada flow intrakranial alternatif yang dapat diterima sebagai bukti adanya MBO.

Pada tahun 1988 IDI mengeluarkan pernyataan berkaitan kapan seorang dinyatakan mati.
a.Bila pernafasan spontan dan jantung telah pasti 
   berhenti,setelah dilakukan CPR optimal.

b. Bila telah dipastikan terjadi MBO, tetapi pada CPR 
    darurat dimana tidak mungkin menentukan MBO maka 
    seorang dapat dinyatakan mati bila :


1. Ditemukan tanda-tanda mati jantung.
2. Setelah dimulai CPR pasien tetap tidak sadar, tidak 
    muncul nafas spontan, reflex muntah negatif serta pupil 
    tetap dilatasi,selama lebih 30 menit kecuali pasien 
    hipotermik atau dibawah pengaruh barbiturat atau 
    anestesi umum.

Check list untuk diagnose klinis dari brain death menurut Medical Center of Pittsburgh University dalam menerbitkan sertifikasi kematian :
I.Tidak adanya cofounding factors :
A.Tekanan darah sistolik > 90 mmHg tanpa vasopressor dan 
    perfusi perifer adekuat.
B. Suhu tubuh > 32 derajat C dibawah 32 C EEG bisa 
    isoelektris.
C. Tanpa obat mendepressi CNS 
    (anestetik,narkotik,sedatif,alkohol).
    Kadar sedatif tidak > subterapetik, kadar alkohol tak >= 
    100 mg%. Bila curiga lakukan test toksikologi. 
    Tak menggunakan pelemas otot, bisa membuat apnoe 
    atau gerakan(-). 
D.Tidak ada uremia,meningo ensefalopati,hepato 
    ensefalopati atau metaboilik ensefalopati bila ada harus 
   diambil EEG untuk menentukan brain death.

II. Absen fungsi serebral dan batang otak
A. Tak ada reflex batang otak termasuk test apnoe.
B. Tak ada responsivity dan reseptivity dari serebral.
   1.Tak respons terhadap stimulus nyeri (penekanan supra 
      orbital).
   2.Tak ada gerakan otot spontan, deserebrate rigidity atau 
      decorticasi atau kejang.
   3.Tak ada reflex cahaya pupil(fixed)(paling penting)
      (takperlu dilatasi atau equal)
   4.Tak ada reflex kornea (kelemahan facial sebelumnya 
      bisa bikin reflex kornea negatif).
   5 Tidak ada reflek batuk dan menelan (tak respons 
      terhadap stimulus jalan nafas atas dan bawah) dengan 
      menyedot faring atau trakea, via pipa trakeal.( test 
      n.vagus dan glossopharyngeal).
   6Tak ada reflex okulosefalik dengan memutar kepala arah 
     kesisi kontralateral tidak ada gerakan bola mata, tak 
     boleh dilakukan pada fractur cervical.
7. Tak ada reflex okulo vestibular (meninggikan kepala 30 
    derajat, lakukan irigasi 50 cc air es kedalam saluran 
    telinga luar tidak ada gerakan bola mata boneka.(test 
    labirinth)
8. Tidak ada peningkatan denyut jantung kalaupun ada tak 
     lebih dari lima kali permenit sesudah 5 menit diberikan 
     0,04 mg/kg atropin iv.  
     Sebagai tes fungsi n vagus dimana atropin sebagai 
     vagolitik.
     Dicatat denyut jantung sebelum dan sesudah test 
     atropin.
9. Apnoe pada saat PaCO2 > 60 mmHg merupakan stimulus 
    paling kuat untuk merangsang pusat nafas minimal 30 
    detik.
    Dicatat PaCO2 dan PaO2 pada akhir test apnoe.

III .Test untuk mengkonfirmasi diagnose brain death (confirmatory test) evaluasi fungsi neuron atau sirkulasi darah intra kranial.
A.EEG adanya elektro serebral silence, lebih dari 30 menit.
   Test ini dilakukan bila ada encefalopati, penyebab koma 
   tidak tahu atau global iskemia sudah berlangsung 24 jam 
   atau paling sedikit satu pemeriksaan tidak dilakukan atau 
   test apnoe tidak bisa dilakukan takut terjadi henti 
   jantung.


B.Cerebral arteriografi (4 pembuluh darah serebral) tidak 
   dijumpai sirkulasi darah intrakranial, test ini dilakukan 
   kalau pasien hipotermia berat,mendapat  CNS depressant, 
   alkohol atau pelemas otot.

IV.Komentar :
Semua hasil pemeriksaan telah memenuhi kriteria MBO walaupun jantung masih berdenyut.

Sertifikasi kematian :                       
Setelah mempertimbangkan hal-hal diatas dengan ini kami menyatakan kematian atas nama,jenis kelamin,umur,dan alamat,tanggal dan jam meninggal,ditanda tangani oleh dua orang dokter.               
Langkah selanjutnya memberi tahu keluarganya akan dihentikan bantuan hidup yang ujungnya sia-sia bukan berarti membiarkan mati.                 
Bila keluarga sudah menerima tentang kematian otak maka ventilator,monitor dan infus di stop,dilakukan oleh petugas yang merawat, biarkan sampai jantung berhenti sendiri.
Bila akan dilakukan transplantasi organ minta persetujuan tertulis dari keluarga. 
Bila setuju maka teruskan bantuan utama untuk mencegah injury organ.

Kontroversi MBO :                                  
Ada bukti-bukti menunjukkan residual neuron function yang bisa bertahan walaupun telah dinyatakan semua kriteria telah dipenuhi untuk diagnose MBO. 
Termasuk berlanjutnya produksi hormon hipofise/hipotalamus dan bertahannya suhu tubuh tetap normal walaupun pada angiografi 4 pembuluh darah serebral tidak ada tanda-tanda sirkulasi intrakranial.
Masih ada spontanous depolarisation bisa ditest dengan menempatkan elektrode lebih dalam meskipun EEG cortex isoelectric silence.
Adanya enviromental responsiveness dibuktikan dengan naiknya tekanan darah dan kecepatan denyut jantung sebagai respons pembedahan selama organ procurement diduga respons terhadap stimulus komponen extra kranial dari ANS.
Namun hal ini bisa terjadi sebab definisi MBO adalah hilangnya permanent semua fungsi neuron terpadu bukan kematian semua cell.

Ringkasan :
Kriteria MBO yang digunakan sejak 1968 di Universitas Pittsburgh termasuk ketiadaan total, aktivitas serebrum dan batang otak pada dua pemeriksaan klinis dengan interval minimal dua jam,tanpa depresan CNS,pelumpuh otot dan hipotermi. Diantara dua pemeriksaan klinis dilakukan perekaman EEG dengan atau tanpa stimulasi suara,dengan pembesaran dua mikrovolt per mm menunjukkan rekaman isoelektrik selama minimal 30 menit.

Tidak terdapatnya pernafasan spontan selama 3 menit dimana PaCO2 harus >50 torr untuk penderita COPD yang memerlukan hipoksia untuk pernafasan maka PaO2<50 torr untuk ini perlu analisa gas darah.

Reflex dan respons saraf otak termasuk reflex pupil harus tak ada. 


Laju jantung tak boleh meningkat selama pemberian atropin iv.


Semua aktivitas batang otak tidak ada kecuali aktivitas sumsum tulang karena neuron sumsum tulang belakang masih hidup setelah mati otak.


Bila fasilitas EEG atau BGA tidak ada, maka angiografi untuk memastikan tidak ada perfusi intrakranial sebagai alternatif.


Namun bila pemeriksaan laboratorium juga tak ada maka pemeriksaan klinis saja mencukupi.


Persetujuan keluarga tidak perlu untuk sertifikasi mati otak dan dua dokter minimal menanda-tangani sertifikat kematian pasien.


KEPUSTAKAAN :
1.Safar Pieter; Cardiopulmonary Cerebral Resuscitation, 
   Published by Asmund S.Laerdal,Stavanger,Norway,1984.

2 Albin,Maurice : Brain death and vegetative state;Text 
   Book of Neuroanesthesia with neurosurgical and 
   Neuroscienceperspective,The MC Graw Hill Company, 
   Newyork, Sanfransisco,Toronto,Sydney,1977

3 GurningEJK; Brainstem death and Management of organ 
   Donor, Text Book of Neuro anesthesia and Critical Care, 
   edited by Menon K, Matta F. Greenwich Medical Media 
   Ltd., London.2000.

4 Grenvik et all; Cessation of theraphy in terminal illness 
   and braindeath; Critical Care Medicine vol.6 no.4 
   Augt,1978.

5.Pernyataan IDI tentang mati, Cermin Dunia Kedokteran, 
   no.57,1989.

6. Safar P, Resusitasi paru jantung otak,terjemahan IAAI 
    Jakarta,Agustus,1984.

3 comments:

Artikel yang bagus menambah wawasan mengenai kematian pada batang otak..

saya sebagai orang awam dengan tingkat pendidikan rendah masih kurang mengerti, sebab banyak istilah ilmiah yang saya tidak mengerti, sehingga dengan membaca artikel anda saya juga harus membuka artikel lain mengenai istilah ilmiah yang anda gunakan.

Post a Comment

T E R B A R U

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...