Friday, July 29, 2011

Terapi Cairan dan Nutrisi Parental (BAGIAN 1)

Bookmark and Share

Bahan penataran gawat darurat untuk paramedis tingkat nasional.
                                    ============================================

Pendahuluan :
Terapi cairan bukan sekadar memberi cairan tetapi punya sasaran, ukuran dan cara tertentu bergantung pada situasi dan kondisi penderita.
Terapi cairan identik dengan pemberian obat punya efek samping dan komplikasi untuk memperkecil dampak negatif ini diperlukan landasan kerja yang legeartis. Yaitu pengertian dasar mengenai keseimbangan cairan dan elektrolit serta  asam basa.
Hal inilah yang perlu dimiliki oleh personil yang terlibat dalam penanggulangannya.

Sasaran :
Mengembalikan keseimbangan cairan dan eletrolit serta asam basa yang terganggu.

Pola gangguan :
Meliputi gangguan keseimbangan  : - volume
                                                       - tonisitas
                                                       - komposisi
                                                       - asam basa
                                                         
Strategi :
Mengenal pola gangguan dan mengatasinya dengan cara :
a. Bila ada shock segera atasi shocknya dengan 
    mengembalikan volume plasma secepat mungkin.
b. Volume interstitial diatasi secara bertahap untuk 
    mencegah overload.
c. Pemilihan jenis cairan yang tepat sehingga volume intra 
    vascular segera terkoreksi dan dampak negatif bisa 
   dicegah.
d. Monitoring yang ketat apalagi penderita dengan 
    kelemahan fungsi jantung dan ginjal.

Kenapa volume intravascular(plasma) harus segera dikoreksi ?
Untuk mempertahankan perfusi jaringan vital yang cukup dengan harapan dapat dicegah hipoksia dan acidosisi  terutama otak yang sangat rentan terjadi hipoksia oleh karena konsumsi oksigen otak sangat tinggi, (3,3-3,5)cc/ 100 gram otak/menit.
Bila circulasi berhenti 3 menit saja akan terjadi ischemia otak yang irrepairable dan semua langkah yang diambil akan sia-sia.

Bagaimana caranya?
Langkah pertama apapun penyebab shocknya buat posisi shock dimana kaki ditinggikan minimal 30 derajat tetapi kepala tetap datar. Bukan posisi Tredelenburg dimana posisi kepala lebih rendah justru akan menyebabkan odema otak dimana terjadi bendungan vena diotak apalagi penderita dengan trauma cerebral,disamping diaphragma terdorong kearah thorax sehingga pengembangan paru terhalang. Dengan posisi shock diharapkan terjadi autotransfusi sebanyak satu liter darah memperbesar aliran balik jantung dus meningkatkan curah jantung dan volume semenit.
Tindakan ini perlu dibudayakan disamping memang sangat menolong, juga untuk penghematan pemakaian darah terutama pada tindakan operasi besar.


Jangan lupa beri oksigen konsentrasi tinggi diharapkan pengangkutan O2 tak hanya via eritrosit tetapi juga lewat yang terlarut dalam plasma justru dalam suasana acidosis, Hb lebih mudah melepaskan O2 kejaringan. Sebagai kompensasi terhadap hipoksia.
Pasang infus dengan jarum ukuran besar mulai bagian distal extrimitas superor sinistra untuk yang right handed, sebaiknya jangan diextrimitas inferior kalau tak terpaksa karena mudah terjadi phlebitis/ thrombosis. Bila gagal coba v, subclavia /v, jugularis externa/interna. Beri cairan yang tepat dan cepat.

Cairan yang mana yang kita pilih?
Cairan berdasarkan osmolaritas/tonisitas ada 3 macam :
a. Isotonis       :  280  -   300  mosm/L----> untuk dehidrasi 
    isotonis
b. Hipertonis  :           >  300  mosm/L----->untuk 
    dehidrasi hipotonis
c. Hipotonis    :           <  280 mosm/L---- > untuk 
   dehidrasi hipertonis

Note : Penentuan type dehidrasi berdasarkan tonisitas 
          sangat penting untuk menyesuaikan type cairan 
          yang diberikan, pemeriksaan Na plasma atau 
          osmolaritas penting untuk diagnose type dehidrasi.
Umumnya kasus pembedahan disertai dehidrasi isotonis.

Dalam aplikasi klinis ada 3 jenis cairan  :
a. Cairan Kristaloid : air dengan kandungan elektrolit atau 
    glukose.
b. Cairan Koloid  :  Larutan yang mengandung zat terlarut 
    dengan BM antara 20.000 - 110.000 Dalton yang dapat 
    menghasilkan tekanan osmotik koloid. 
c. Cairan khusus : Untuk koreksi indikasi khusus.(NaCl 
    3%.Bicnat, Mannitol)

Bila ingin memperbaiki volume plasma pilih cairan koloid (plasma, albumin 5%, Dextran) tetapi bila ingin memper
besar volume plasma (expander) dengan menarik cairan interstitial kedalam intra vascular  maka beri (koloid hiperonkotik)(albumin 25%, dextran 70, Haes steri 10%). 
Tapi jangan lupa mengisi ruangan interstitial dengan cairan kristaloid).
Bila ingin mengisi ruangan interstitial maka pilihannya adalah kristaloid(Ringers laktat. NaCl09,9%, Ringers solution)


Bila ingin mengisi cairan ECF + ICF maka pilihannya cairan hipotonis seperti D5%

Bergantung problema cairan yang dihadapi maka cairan yang diberikan juga berbeda.


Untuk replacement terapi  syok hipovolemik karena diare, luka bakar digunakan cairan yang paling fisiologis yaitu Ringer Laktat dimana laktat yang ada dalam RL akan dimetabolisir dihepar melalui jalur glukoneogenik membentuk glukose dan bikarbonat atau melalui jalur tricarboksilik(laktat---> piruvat ---> asetil koenzym A dimana bikarbonat sebagai dapar untuk acidosis metabolik.
Bila disertai kadar Na rendah, alkalois, retensi kalium, apalagi ada trauma kepala maka NaC/0,9% adalah pilihannya. Tetapi bila jumlah besar >10% kenaikan volume akan terjadi hiper chloremia, acidosis dilutional dan hipernatrimia.


Bila shock hipovolemi karena perdarahan maka berikan darah kalau  tak tersedia beri cairan koloid iso onkotik jumlahnya sama dengan darah yang hilang (plasma, hemacel, gelafundin, Haes steril 6%) bila ingin memperbesar volume dengan menarik cairan interstitial kedalam   intravascular (plasma expander) beri cairan koloid hiperonkotik seperti Haes streril 10%, Dextran 70 atau albumin 25%.


Bila belum ada indikasi transfusi bisa diberikan kristaloid (3cc untuk 1 cc darah).


Untuk replacement dehidrasi air murni seperti evaporasi, hiperventilasi atau pengganti cairan karena puasa berikan DW 2,5 atau 5%.


Untuk mencegah hipoglikemia, mempertahankan protein atau mencegah ketosis bisa diberi larutan D10%.


Sementara untuk maintainance bisa diberi larutan (D5%+NS ) atau (D5% + 1/4 NS) ditambahkan KCl 20 meq/L.
Luka bakar yang luas dimana banyak plasma yang hilang tentu pilihannya plasma.

Tabel  komposisi cairan infus yang tersedia 
                                  


Cairan          Glukosa         Na      Cl       K      Laktat    osmolaritas


g/L          meq/L   meq/L  meq/L  meq/L    mosm/kg       
                                  ================================================
D5W         50            0            0          0      0     252
RL             0            130        109       4      28    273
D5RL        50           130        109       4      28    525
NS            0             154        154       0      0      308
6%           HES           0           154    154     0        0            310   Albumin 5%      0           154    154     0        0            310   Albumin 25%    0           154    154      0       0            310       
                                 =============================================


Bersambung

Sunday, July 24, 2011

Pengelolaan Cairan Pada Kasus Bedah Anak (BAGIAN 3)

Bookmark and Share

KASUS-KASUS EMERGENSI :


Pada umumnya kasus emergensi  pada periode pre operatif sering dalam keadaan dehiderasi sedang sampai berat dan umumnya isotonik. Ileus obstruktif /invaginasi merupakan kasus emergensi terbanyak dimana dehidrasi terjadi karena muntah-muntah dan squesterisasi.


Hal ini bisa dimengerti karena dalam keadaan normal semua secresi usus diabsorbsi kembali diusus besar. Pada obstruksi usus passage makanan terganggu sehingga tekanan dalam lumen usus meningkat meregang dinding usus mengganggu reabsorbsi cairan yang disekresikan malah jumlah sekresi usus meningkat, didukung pula cairan didorong keluar tubuh dalam bentuk muntah. Bila hal ini berlangsung lama maka permeabilitas dinding usus akan meningkat sehingga toksin dalam usus bisa melewati dinding usus disertai cairan usus masuk kerongga peritonium menyebabkan peritonitis akhirnya sepsis.


Idealnya operasi dimulai bila tercapai rehidrasi sebab bila koreksi terlalu lama lebih 6 jam mungkin terjadi perforasi akan memperparah keadaan penderita. Dengan demikian langkah kita pertama segera atasi shock hipovolemi agar perfusi jaringan baik terutama organ-organ vital sehingga acidosis tak berkembang. Pada dehidrasi berat dengan shock bisa diatasi dengan larutan cristaloid (Ringers Lactat atau NaCl phys) sebanyak 20 cc/KgBB selama 15-20 menit bila belum respons ulangi lagi atau beri cairan koloid/plasma kalau ada, sampai shock teratasi, diketahui dari tensi, nadi membaik, perfusi baik (acral hangat, produksi urine 0,5-1cc/kgBB/jam). Dan bila shock teratasi, operasi bisa segera mulai dengan catatan defisit cairan yang ada diganti secara bertahap yaitu 50% diberikan dalam 8 jam pertama dan 50% diberikan dalam 16 jam berikut, biasanya selama post operatif.


Selama operasi diganti cairan karena perdarahan /sequesterisasi dimana bila ada manipulasi /reseksi usus diberi 6cc/kgBB/jam.


Lantas cairan apa yang ideal diberikan tergantung pada masalahnya, bila syok karena hipovolemia maka volume intra vascular secepatnya diatasi dengan darah lengkap lebih fisiologis dan mampu membawa O2, tetapi  persediaannya tak selalu ada, resiko kontaminasi viral, allergi  maka koloid lebih cocok lebih cepat mengexpansi volume intravasculuar dengan volume sedikit dan bertahan dalam vaskular ketimbang larutan kristaloid akan memerlukan jumlah yang lebih banyak hanya bertahan dalam vascular ( 10-25)% sesudah infus berakhir, disamping mengencerkan protein plasma sehingga tekanan onkotik turun akibatnya cairan lebih mudah bergeser ke interstitial menimbulkan edema interstitial.


Namun bila pemberian cairan untuk mengkoreksi cairan interstitial  maka kristaloid lebih cocok.


Bila hanya untuk mengkoreki cairan intra vasculer koloid iso onkotik adalah pilihannya (gelafundin, hemacell, albumin 5%) tapi bila ingin menarik cairan interstitial kedalam vascular dengan harapan tekanan darah cepat dinaikkan bisa dipakai koloid hiper onkotik (dextran L,Haes streil 10%) namun ruangan interstitial harus diisi dengan kristaloid. 


Untuk mencegah kebocoran kapiler pada kasus syok septik, anapilaktis maka Haes steril 6% lebih bermanfaat karena punya efek menyumpal (sealing effect).


Bila untuk mencegah  thrombo embolism perioperatif bisa dipakai Plasmafusin, Dextran L, Dextran 70  yang mempunyai efek hemoreologi yang baik, namun kontra indikasi pemberian koloid haruslah diperhatikan,seperti gagal jantung, gagal ginjal, perdarahan cerebral atau dehidrasi berat.


Pada kasus dehidrasi (muntah, diarhae) dengan shock hipovolemik semula diatasi dengan koloid harus diteruskan dengan  larutan seimbang. 


Kalau transfusi direncanakan 2-3 jam lagi beri koloid dengan BM 40000 seperti  seperti Glafundin, Hemacell, Plasmafusin sehingga begitu darah datang bisa langsung  dimasukkan tanpa takut terjadi overload cairan intravascular.

Koreksi kehilangan cairan sebesar 1% akibat dehidrasi membutuhkan cairan sebanyak 10 cc/kgBB diganti dengan larutan kristaloid yang mengandung garam seimbang karena pemberian cairan kristaloid yang mengandung banyak ion chlorida akan menyebabkan acidosis metabolik.


Cairan yang mengandung glukose 5% tak dianjurkan pada bayi dan anak yang lebih muda tetapi cairan glukose  1-2% dalam Ringer Laktat(RL) bisa diberikan. Alasannya bila diberikan dengan kecepatan 8 cc/kgbb/jam bisa  terjadi hiperglikemia  yang akan menyebabkan ischemia hipoksik otak dan medulla spinalis dan mencetuskan diuresis dengan resiko dehidrasi dan hilangnya elektrolit, namun glukose 2,5% bisa diberikan pada anak agak besar tak menyebabkan hiperglikemia tetapi sebaliknya pada bayi bila diberi dengan kecepatan 8cc/kgbb/jam malah terjadi hiperglikemia. 


Pemberian glukose 1% dalam RL direkomendasikan secara rutin perioperatif  pada anak-anak. Tampaknya pemberian glukose dengan kecepatan 120-300 mg/kgbb/jam dapat mempertahankan kadar glukose normal dan untuk mencegah mobilisasi lipid pada anak.


Perlu dipertimbangkan pada bayi prematur atau neonatus < 24 jam, dimana mempunyai cadangan glikogen yang rendah dan keterbatasan kemampuan glukoneogenesis cenderung terjadi hipoglikemia terutama bila pemberian glukose pre operatif  atau dalam terapi nutrisi parenteral sebelum operasi,dihentikan selama operasi dan ini terjadi pada jam pertama operasi tetapi sebaliknya bila tanpa pemberian glukose pre operasi maupun intra operatif kadar glukose bisa dipertahankan.


Anak dengan BB rendah atau penyakit khusus (lahir dari ibu diabetes mellitus, Ca islet pancreas, insuffisiens adrenal) selama operasi harus diberi cairan yang mengandung glukose atau kadar gula harus dipantau.


Ringers laktat meerupakan larutan fisiologis dengan komposisi garam seimbang pemberian dalam jumlah besar tak akan menyebabkan acidosis metabolik  tetapi bila volume yang diberikan mencapai 30-50cc per kgBB maka berikan cairan koloid untuk mempertahankan tekanan onkotik intravascular.

Contoh kasus : 


Anak laki-laki 5 tahun, BB 20 kg dengan diagnose bedah ileus obstruktif, Dehidrasi berat akan dilakukan cito laparatomi.

1. Atasi shocknya dengan pemberian RL 20cc/kgBB selama 
    15-20 menit. 
    Diulangi bila belum ada respons seperti semula.
    Ternyata setelah pemberian 500 cc keadaan membaik.


2. Segera operasi, durante operasi ternyata dilakukan 
    reseksi usus, beri 6cc/kg/jam (akibat proses squesteri
    sasi) dan ditambah 6 cc/kgBB/ untuk replacement 
    maintenance(EFR) serta perkiraan extra renal loss.
  
3. Periode post operatif ternyata suhu tubuh naik jadi 39 
    derajat C.


Program cairan selama 24 jam :
   1. 50% defisit cairan diberikan 8 jam pertama.
   2. 50% lagi diberikan 16 jam berikutnya.
   3. Kebutuhan maintainance durante post operatif (EFR)
   4. Defisit cairan post operatif (extra renal loss)
   5. Kenaikan suhu 2 derajat C(39-37), penambahan EFR 
       2x12%
   6. Pemberian maintainance elektrolit terutama Na, 
       karena hiponatrimia pasca operasi adalah gangguan 
       elektrolit tersering, dimana hiponatremia yang berat 
       bisa menyebabkan kerusakan otak menetap. 
       Sering  pada pasien anak ASA 1, akibat pemberian 
       cairan hipotonis dan meningginya sekresi ADH akibat 
       stress operasi atau nyeri.

Defisit cairan karena dehidrasi =  10% x 20.000 cc = 2000cc.


Program cairan 8 jam pertama :


a. Mengganti defisit  50% x 2000 cc =  1000 cc
    Perbaikan shock                          =    500 cc
                                                     ---------------
             Sisa defisit                         =     500 cc
b. Kebutuhan EFR :40 cc+ 2x10 cc ) x8 =480 cc(Rumus 
    4:2:1)
    Total cairan  yang diberikan       =      980 cc
    Total Na yang diberikan  8/24 x 3 x 20 meq = 20 meq.
    Ingat kebutuhan Na per 24 jam = 3 meq/kgBB            
    Diperoleh dari  =20/154 x1000cc NaCL o,9%= 140 cc
    Ingat 1 L NaCl 0,9% berisi 154 meq Na.
   Jadi defisit cairan 50% diganti 500 cc RL
    Maintainance cairan diganti 140 cc saline.
    Sisanya diganti dengan D2,5%  =980- 640 cc = 340 cc.         
    Ditambah D2,5% sebanyak =24% x EFR(60cc/jam) 
    lebih kurang 15cc/jam.  
    Bila ada persediaan NaCl  30% --- 1cc = 5,1 meq maka 
    cukup untuk 20 meq Na  dengan menambah( 20: 5,1 cc= 
    4 cc) kedalam larutan Dextrose 2,5% yang diinginkan.
    Note :    
    1 cc NaCl  8,4%  = 1 meq
    1 cc NaCl  5%      = 0,855 meq
    1 cc  NaCl 3%      = 0,513 meq
    1 cc  NaCl 30%    = 5,1     meq


Program cairan 16 jam berikutnya :
Defisit 50% sisa       = 1000 cc
EFR   16 jam            = 16x60 cc =  960 cc
                                   ------------
Total                         = 1960 cc


Kebutuhan Na   = 16/24 x 20x 3 =  40 meq = 280 cc saline atau  8 cc NaCl 30%, Maka diberi  RL 1000 cc atau D2,5% ditambah 8 cc NaCl 30%


Note : 


Bila terjadi kejang karena hiponatrimia tak respons terhadap anticonvulant langkah awal dengan memberikan NaCl 3% namun bila hiponatrimia asimptomatik tak perlu koreksi cepat dengan NaCl 3%, kecepatan pemberian NaCl 3% harus bisa menaikkan kadar natrium serum sebesar 1 mmol/jam atau kadar Na > 125 mmol.


Setiap pemberian 1 cc/kgBB cairan NaCl 3% akan menaikkan kadar natrium serum sebanyak 1 mmol/L, bila hiponatremia asimptomatik, euvolemia atau hipervolemia pemberian cairan rumatan dibatasi sebanyak 50% dari jumlah cairan rumatan.

Kesimpulan :


1. Problem cairan dan elektrolit merupakan kejadian rutin 
    pada kasus pembedahan terutama bedah darurat.
                                      
2. Kasus pediatri memerlukan penanganan khusus karena 
    mudahnya terjadi dehidrasi, overhidrasi, elektrolit dan 
    asam basa.

3. Telah dikemukakan cara sederhana penanganan problem 
    cairan/elektrolit pada kasus bedah peditari baik bedah 
    elektif maupun darurat.

4. Cara-cara yang dikemukakan hanyalah berasarkan 
    perhitungan belaka namun yang sangat penting adalah 
    pemantauan klinis pasien baik sebelum, selama dan 
    sesudah pembedahan.

Kepustakaan : 


1. Smith K, Fluid and electrolyte, A Conceptual Approach, 
    Churchill, Livingston Newyork, Edinburg London, 1980.

2. Smith MR, Anesthesia for Infant and Children,The CV 
    Mosby Company Toronto, London, 1980.

3. Caroll JH, Water, Electrolyte, and Acid Base Metabolism, 
    J.B.Lippincott Company, Philadelphia, Toronto, 1978.

4. Levin MR; Pediatric Anesthesia Handbook, Medical 
    ExaminationPublishing Company, Newyork, 1973.

5. Weldy JN; Body Fluids and Electrolyte,3 rd edit, The DCV 
    Mosby Company, London,1980.

6. Steward JD; Manual Pediatric Anesthesia, 1st edit, 
    Churchill Livingstone, Newyork, London, 1979.

7. Wiraatmaja K; Beberapa masaalah dasar terapi cairan 
    pada pembedahan darurat anak, Faked Unair.

8. Sunatrio K, Resusitasi Cairan, Media Euculapius, Faked 
    UI, 2000.

9. Rehm Mc Cs; Rapid infusion produce hyperchloremic 
    metabolic acidosis in patients undergoing gynaecological 
    surgery, Aneshesiology,1999.

10. Fosel TH; Comparison of with two solution with 
     different glucose consentration for infusion therapy 
     during laparatomies in infants, 1996.

11. Berleur MP et all Perioperatif infusions in pediatrics 
      patients for using Ringer Lactate solution with low 
      dextrose concentration, 2003.

12. Murad I and M.C.Dubois; Perioperatif fluid therapy in 
      pediatrics. Pediatrics anesthesia, 2008.

13. IDSAI, Panduan tatalaksana terapi cairan perioperatif, 
      2009.

Thursday, July 21, 2011

Pengelolaan Cairan Pada Kasus Bedah Anak (BAGIAN 2)

Bookmark and Share

Pemberian darah :

Putusan apakah pemberian darah perlu berdasarkan :
     - Hb pre operatif
     - Hilangnya darah durante operationem
     - Response cardiovascular.

Bila anak sehat, Hb >12g%, Darah diberikan bila Estimate Blood Volume (EBV) menurun lebih atau sama dengan 15%.
        
        EBV --------------------> 0 - 12 bulan      :  85 cc/kgBB
                                           1 -  5  tahun      :  80 cc/kgBB
                                              > 5 tahun       :  75 cc/kgBB

Pada neonatus darah diganti cc per cc darah bila EBV turun >5% bila darah tidak ada bisa diberi Ringers Lactat dalam D5% dengan perbandingan 3 : 1.( 1 cc darah diganti 3 cc solution), Bila di samping solution diberi juga darah maka jumlah darah dan solution dalam perbandingan 1:1.

Dalam semua kondisi kalau EBV turun > 20% harus diganti penuh dengan darah cc per cc.

Perkiraan hilangnya darah selama operasi haruslah dihitung secara akurat.
1.Ukur darah yang hilang dari tempat operasi :
     a.Semua sponge dalam keadaan kering ditimbang pre 
        operatif dan sponge basah ditimbang selama operasi, 
        selisih berat dalam gram sama dengan jumlah cc darah 
        yang hilang.
    b.Ukur darah dalam botol suction, dikurangi jumlah 
       cairan untuk membersihkan daerah operasi atau cairan 
       yang disedot dari usus (decompressi).
    c.Perkirakan darah pada selimut.
                            
2. Awas kemungkinan darah bisa hilang berkumpul dalam 
    rongga tubuh (rongga peritonium atau pleura)
3.Bila mungkin monitor cardiovascular terutama tekanan 
   sistolik merupakan indikator terpercaya tentang volume 
  darah pakai Doppler Shift Sphygnomanometer.

Bila fasilitas memungkinkan periksa hematokrit (Ht) dimana Ht kita pertahankan 30% pada anak dan sedangkan pada neonatus sekitar 40%.

Contoh :

Anak BB 10 kg, Ht intra operatif  20%.
Berapa banyak darah yang dibutuhkan untuk menaikkan Ht 30%?

EBV   =   10 x 80  =   800 cc
ERCM(Estimated Red Cell Mass)( jumlah eritrosit yang dipekirakan) =  20% x 800 cc= 160 cc.
Red cell mass yang diinginkan   = 30% x  800 cc = 240 cc.
Deficit red cell mass                 =  240 - 160 cc  = 80 cc.
Jadi dibutuhkan darah (rata-rata Ht 40%) = 100/40 x 80 cc = 2oo cc.

Note: 
Darah yang ditransfusikan Ht nya rata-rata 40%.

Contoh lengkap pemberian cairan :
a. EBV (Estimate Blood Volume)  kira-kira 80 cc/kgBB
                                                neonatus   90 cc/kgBB
                                                   dewasa  70 cc/kgBB
b. ERCM (Estimate Red Cell Mass) = EBV x Ht/100
c. Jika pada post operatif akhir Ht tak < 30%, maka ERCM  
    untuk Ht30% = EBV x 30/100
d. Acceptable Red Cell Loss(ARCL) (hilangnya eritrosit yang 
    bisa ditolerir /tak perlu diganti darah)
    ERCM - ERCM30 = ARCL atau ( Ht-30) / Ht x EBV
e. Acceptable Blood Loss (ABL) ( jumlah hilangnya darah 
    yang masih bisa ditolerir) = 3x ARCL.  
f. Jumlah darah yang ditransfusikan bila fasilitas Hb yang 
    ada : (HbX - Hb pasien)x BB x 6ml untuk whole blood dan 
   (HbX - Hb pasien) x BB x3 untuk packed red cell.

Untuk menggunakan fasilitas perhitungan ini :
1. Bila darah hilang < 1/3 ABL diganti dengan volume yang 
    sama cairan kristaloid.
2. Bila darah hilang  > 1/3 AABL diganti volume yang sama  
    cairan koloid.
3. Bila  darah hilang  > Total ABL  haruslah diganti dengan 
   darah, baik packed red cell dengan jumlah yang sama 
   dengan koloid.

Contoh:
Anak 4 tahun, laki-laki, akan menjalani operasi cystocopy dan reinplantasi urethra pada jam 8 pagi.
Makan minum terakhir jam 2.00 wib. BB 30 kg, Ht 40%.
Bagaimana pemberian cairannya?
           EBV         = 80x30 cc = 2400 cc
           ERCM       = 40%x 2400 = 960 cc
           ERCM 30  = 30%x 2400 = 720  cc
           ARCL       = 960-720 =  240 cc
           ABL         = 3x 240 =  720 cc
          EFR          = 60 + 10x1cc = 70 cc
          EFD          = 6x70 cc = 420 cc

Bila jam pertama pembedahan hilang darah 200 cc maka ganti:
        0,5 EFD   dengan 210 cc D 2,5% dalam RL
              EFR    dengan   70 cc D 2,5% dalam RL  
        Darah diganti  200 cc D2,5% dalam RL( < 1/3 ABL)
        Total =  480 cc

Bila akhir jam ke 2 total hilang darah  400 cc maka ganti :    
       0,5 EFD (sisa EFD) dengan 210 cc D2,5%  dalam RL
       EFR   dengan 70 cc D2,5%dalam  RL
       Darah  dengan  400 cc  5% Albumin ( koloid)  >1/3 ABL.

Jika akhir jam ke 3  total hilang darah  800 cc  maka diganti     
      EFR  dengan 70 cc D2,5% dalam RL
      Darah dengan  400 cc packed red cell  karena pada akhir  
      jam ke-2 telah diberi koloid 400 cc.

Perlu diingat pemberian glukose/dextrose jangan diberi
konsentrasi 5% cukup (1-2,5%) ditakuti terjadi hiperglikemia yang meningkatkan resiko ischemia otak maupun medulla spinalis di samping meningkatkan diuresis dengan resiko dehidrasi terutama bayi prematur.

Untuk pemberian cairan intra operatif anak > 4 tahun lebih baik larutan isotonik tanpa glukose. Dalam beberapa penelitian pada bayi dan anak yang sehat ternyata resiko hipoglikemi pre operatif rendah sekali walau masa puasanya diperpanjang, dimana nilai kadar gula darah 2,4 mmol/L merupakan batas minimal yang dapat ditolerir oleh anak dan bayi. 

Tetapi anak yang mendapat terapi beta blocker atau menjalani bedah jantung terbuka lebih mudah mengalami hipoglikemia.

Koloid yang terpilih untuk bayi baru lahir dan prematur adalah albumin atau gelatin.

Periode post operatif :
Perhitungan berdasarkan :           
   - Sisa EFD yang belum diberikan durante operatif
   - EFR  selama post operatif                   
   - Jumlah extra renal losses : via nasogastric tube dan
     via drainage tube.
     Diberikan secara bertahap : 50% diberikan dalam 8 jam 
     pertama dan 50%  16 jam berikutnya.
     Perlu diingat ini hanya petunjuk perhitungan saja, 
     perhatian lebih difokuskan pada klinis pasien, tensi dan 
     nadi, produksi urine, hematokrit, estimate blood loss, 
     osmolality, CVP.

Penggantian(replacement) elektrolit:
Cara pemberian natrium:
Defisit Na= (Normal Na  -  Na yang diukur) xBB x  0,6.
BB x 0,6 dianggap total body water.

Contoh :
Bayi 10 kg  BB turun 5%,  Kadar Na = 130 meq/L
Defisit cairan = 10 x 0,05 L = 500 cc
Defisit Na       = (140-130) x 10x0,6 = 60 meq
Diberikan NaCl 0.9%= 60/ 154 x 1000 cc  =  390cc
Sisanya di berikan D2,5% sebesar (500-390) cc = 110 cc
Note:  
1 liter NaCl 0,9%,mengandung 154 meq Na.
Hati-hati bila hiponatrimia dengan hypervolemia/normo
volemia seperti kasus nephrotik syndrome, congestive heart failure, cirrhosis hepatis, pemberian natrium malah mem
perburuk kondisi oleh karena memperbesar volume ECF. 

Dalam hal ini terapi dengan retriksi cairan 0,5 -0,75 maintainance ditambah diuretik.

Bila defisit Na terlalu besar <110 meq/L mungkin timbul gejala cerebral. Boleh diberikan natrium hipertonik secukupnya sampai dicapai kadar natrium 120-125 meq/L untuk mencegah perdarahan otak. 

Bila telah ada gejala cerebral selama terjadi dehidrasi
(hipovolemia), kemungkinan diduga ada hiponatrimia sedangkan fasilitas pemeriksaan elektrolit tidak ada maka kadar Na penderita dinaikkan 10 meq/ L, dengan cara sebagai berikut :

Berikan NaCl 5% (1 L = 855 meq) sebanyak 1,5 cc/kgBB dalam 1 jam, bila gejala tersebut tetap ada maka 1,5 jam kemudian beri lagi sebanyak semula selama 1 jam.

Bila masih tetap ada berikan 3 cc/kgBB  selama 2,5-3 jam. 

Bila ternyata kejang tetapi kadar Na > 160 meq/L(hiper 
natrimia) maka beri larutan hipotonis (D 2,5%) in water sesuai defisit cairan menurut perhitungan setiap naik kadar Na sebesar 6 meq/L sesuai defisit (hilangnya) volume cairan sebesar 1 L per 100 lb body weight atau rumus
       
       Kadar Na diukur - kadar Na normal     BW (lb )                          -        ---------------------------------------- x --------- = -L
                          6                                       100

           160 -  140                                   
        -------------------    = 5/6 L = 800 cc   
         6       x      100

 Bisa digunakan rumus : (X - 140 ) x BB x 0,6 : 140  =   cc
                                      X ---kadar Na pasien.  

Cara mengkoreksi  hipokalimia :                          

Bila kadar K = 3,2 meq/L sudah boleh diberi kalium.
Bila > 3 meq/L berikan per oral atau via NGT 20-40 mmol.
Bila <3 meq/L berikan sebesar (4,5 - X ) x BB x  0,3 =   meq(infus).

Berikan bila produksi urine sudah baik 0,5-1 cc/kgBB/jam.

Kecepatan pemberian jangan lebih dari 0,2-0,3 meq/kg 
/jam untuk dewasa maksimum 0,5 meq/kgBB/jam kecuali mengancam nyawa. 

Maksimum dosis per 24 jam 3meq /kgBB, konsentrasi K dalam larutan infus jangan lebih dari 40 meq/L.untuk mencegah phlebitis.

Pada kasus agak berat sebaiknya diberikan 10-20 meq dalam 500 cc cairan infus selama 24 jam untuk mencegah disritmia. Sebaiknya beri sediaan KCl  bila kondisi alkalosis  sementara Kcitrat untuk acidosis sekalian koreksi hipokali
mia dan acidosisnya.

Bila terjadi  hiperkalimia : - Semua intake kalium distop
                                          - Bila ECG abnormal beri CaCl 2     
                                           10% atau Calcium glukonas 10%
                                            0,5 cc/kgBB/ dalam 0,5 - 1    
                                            jam, (antagonist K action)
                                         - 10 unit Regular Insulin (RI)    
                                            dalam 500 cc D5% dan                 
                                            bikarbonas 
                                         - natricus 1meq/KgBB iv pelan2  
                                           untuk menggeser K ke intra cell.                                                   
                                         - Loop diuretik(furesemide) untuk    
                                           eskresi K via renal.      

Kalau kadar K > 7 meq/L, oliguri  indikasi dialise.

Hiperkalimia akan diperberat bila ada hipocalcemia dan hiponatrimia dan akan diperbaiki dengan konsentrasi tinggi Ca atau Na.

Kalau tak terjadi deficit Na maka pemberian Na untuk maintainance hari pertama sedikit dibawah normal, dimana kebutuhan Na perhari 2-3 meq/kgBB sementara pemberian K maintainance mulai hari kedua 1-2 meq/KgBB/24 jam.

Bersambung           

Sunday, July 17, 2011

Dasar-Dasar Keseimbangan Cairan & Elektrolit (BAGIAN 3)

Bookmark and Share

Gangguan keseimbangan air:
Bisa berupa:  dehidrasi  dan overhidrasi.
Dehidrasi disebut ringan bila berat badan turun < 5%
                          sedang --------------------    antara (5 -10)%
                          berat                                          > 10%  
                          fatal                                           > 20%
Haus merupakan gejala paling dini hilangnya air, biasanya dirasakan setelah berat badan (BB) turun  2%,bila mulut dan kulit kering diperkirakan>6%,telahbingung/gelisah
(delirium) berarti diantara 7-14%. 
Pada kasus pediatri bila turgor jelek dan fontanell cekung, diduga berat badan turun >10% tetapi bila mata juga cekung berarti diantara 10-20%.
Setiap hilang cairan 6% diperkirakan natrium hilang 0,5%, atau setiap hilang 4,5 liter air berarti natrium hilang 20 g.

Berdasarkan ratio air dan elektrolit yang ditahan ECF maka tipe dehidrasi dapat dibagi atas:
a. Dehidrasi Isotonik------- 270 - 290 mosm/L
b. Dehidrasi Hipotonik-----< 270       mosm/L
c. Dehidrasi Hipertonik-----> 290      mosm/ L
Diagnose yang tepat pada stadium lanjut penting oleh karena terapi yang tak sesuai diagnose sangat berbahaya.
Oleh sebab Na (sodium) sebagai pengatur utama serum osmolality maka bisa digunakan juga istilah dehidrasi iso, hipo tau hipernatrimia.
Disebut isonatrimia bila jumlah air yang keluar sama banyak dengan elektrolit seperti muntah, ileus obstruktif, tak ada kompensasi replacement dari ECF, bila berlangsung lama bila jadi shock.
Disebut hiponatrimia bila natrium lebih banyak hilang, seperti pada kasus kelaparan dimana cairan masuk dari ECF kedalam ICF sehingga volume ECF berkurang, bahaya shock lebih cepat terjadi. Disebut hipernatrimia bila cairan yang hilang lebih banyak dari elektrolit (Na) dimana osmolaritas ECF meningkat, dalam hal ini cairan sekitar jaringan masuk kedalam plasma sehingga bahaya shock berkurang. Sering terjadi pada diare yang akut tetapi jarang terjadi pada kasus-kasus yang akan dioperasi. 
Bahaya dehidrasi ditentukan oleh derajat gangguan dan cepatnya proses.
Penentuan jenis dehidrasi isotonis, hipotonis dan hipertonis penting untuk terapi yang tepat memilih cairan.

Kebutuhan air untuk orang dewasa 30-35cc/kgBB/24jam sedangkan pada bayi dan anak bergantung BB :
      <10 kg            4cc /kgBB/jam
 10 -  20 kg             40cc + 2cc/kgBB diatas 10kg
         > 20 kg         (60cc + 1cc/kgBB diatas 20kg ) per jam
Ini penting untuk maintainance cairan (pemeliharaan) dimana setiap suhu naik satu derajat C ditambah  kira-kira 12-15%.
Untuk lebih detail akan dibahas pada bab terapi cairan dan elektrolit.


G.REGULASI NATRIUM : 
Pengatur utama sodium tubuh adalah ginjal, oleh karena sodium merupakan pengatur utama ECF maka berarti ginjal adalah pengatur ECF. Hal ini karena sodium(natrium) merupakan partikel kecil mudah difiltrasi oleh ginjal bersama anion Cl dan bikarbonat.
Kalau kita perhatikan tabel dibawah ini baik air maupun elekrolit lebih 90% yang difiltrasi akan direabsorbsi kembali.(dewasa normal, diet normal).


               Filtrasi /24jam   | Ekskresi /24 jam     |  Reabsorbsi 
 ===============================================================
 I    Na+           I   25.000 mmol    I     100 mmol            I     99,6%
 I    Cl-             I   18.000 mmol    I     100 mmol            I     99,5% 
 I    HCO3-       I     5.000 mmol    I         0 mmol            I     100%
 I    K+            I        700 mmol    I       50 mmol            I      93%
 I    Air            I        180 L           I         1 L                   I      99,4 %
 ================================================================
                                                                  
10-12% filtrasi mencapai collecting tubules dan direabsorbsi kembali, dan diekskresikan lebih kurang 1%.
Tetapi dicollecting tubules lebih menentukan walaupun diproximal tubules reabsorbsinya lebih besar karena bila intake natrium tak ada maka ekskresi natrium dalam urine jauh sangat rendah 0.01%  karena reabsorbsi di colecting tubules meningkat. Dengan demikian banyak sedikitnya keluar natrium dalam urine ditentukan oleh reabsorbsi natrium dicollecting tubules yang dipangaruhi oleh aldosteron.

Keseimbangan natrium
Total sodium dalam tubuh kira-kira 4000-5000 meq, hanya 10% berada dalam cell. 
Kebutuhan minimal natrium untuk dewasa perhari minimum 5,9 g per hari (100 meq)(1,5 meq/kgBB)
Output : Hampir seluruhnya dikeluarkan via urine hanya sedikit via keringat maupun faeces kecuali ada diarrhea atau hilangnya lendir mukose usus maka hilangnya natrium meningkat.
Konsentrasi  Na plasma ditentukan dengan menurunkan renal loss dikontrol aldosteron.
Gangguan keseimbangan Na  bisa berupa  hiponatrimia dan hipernatrimia.
a.Hiponatrimia :
Yang murni jarang sekali oleh sebab natrium tak dapat hilang tanpa air sehingga kenyataan apa yang disebut hiponatrimia adalah jumlah air tubuh yang berlebihan yang diperberat dengan kurangnya intake natrium pengganti yang hilang. Umpama berkeringat banyak diminum air yang banyak sehingga terjadi dilusi hiponatrimia.
Tekanan osmotik ECF menurun, cairan interstitial ditarik ke ICF, ginjal berusaha mengeluarkan air yang banyak untuk mempertahankan tonicity ECF, akibatnya terjadi dehidrasi ECF sementara overhidrasi ICF sehingga penderita tak merasa haus dan tak ingin minum
Kadar Na plasma normal: 135 - 145 mg /L, bila < 120 mg/L akan muncul tanda-tanda disorientasi, lethargi, gangguan mental, irritability, dan henti nafas dan bila < 110 mg/L bisa terjadi kejang sampai koma.
Hiponatrimia bisa disebabkan :
Euvolemia  : SIADH(sindroma inapropriate anti diuretic                             hormon) . 
Hipovolemia: diarhae, vomitus, diuretika, third space                              losses.
Hipervolemia: nephrosis, cirrhosis hepatis. 
Ini bisa dikoreksi bila:
Na >= 125 mg/L cukup retriksicairan.bila Na < 120 mg/L --> beri NaCl 3%(140 -X) xBB x 0,6 mg
                    X = kadar Na dikoreksi

b.Hipernatrimia
Relative hipernatrimia terjadi pada deplesi air (dehidrasi) dengan adanya fungsi renal yang mundur bisa akibat kerusakan tubuler overproduksi aldosteron primer/sekunder sehingga kelebihan Na tak bisa dikeluarkan. 
Kelebihan Na murni bisa didapat oleh sebab overinfused dengan NaCl hipertonis, asupan berlebihan salt tablet, bicarbonas natricus.
Adanya retensi natrium dan air yang meningkat terjadi odem. Timbul dehidrasi ICF karena penarikan cairan ICF ke ECF penderita merasa haus, bila kadar Na >160 mg/L akan timbul gejala lethargi, kejang, koma.

Terapinya :   
kelebihan Na = (X-140) x BB x 0,6 mg.
defisit cairan = (X-140) x BB x 0,6 : 140  = L
                     berikan Dextrose 5% in water
Prinsipnya memberikan banyak air walaupun ada retensi air tetapi pada saatnya membatasi intake Na.

H.REGULASI  KALIUM (POTASIUM) :
Total kalium dalam tubuh lebih kurang 3500 meq dan 98% berada dalam cell, terutama dalam cell otot. 
Kadar dalam plasma = 3,5-5,0 meq/ L
Kalium berfungsi mempertahankan membran potensial elektrik.
Gangguan kadar kalium terutama mempengaruhi cardiovascular, neuromuscular dan gastro intestinal.
Intake : rata-rata pemasukan perhari  2-3 gram, daging sumber utama kalium disamping teh dan buah-buahan.
Output terutama via urine sedikit via keringat atau faeces, pada diarrhae atau hilangnya lendir mukosa usus yang banyak  hilangnya kalium meningkat. Bila protein dipecah selama kelaparan, stress pembedahan atau anestesi atau peradangan maka tiap gram nitrogen yang dipecah akan membebaskan kalium sebesar 3 meq.
Insulin dan adrenalin bisa menurunkan kadar kalium plasma.


Gangguan keseimbangan kalium : bisa berupa hipokalimia atau hiperkalimia.
a.Hipokalimia :
Jarang menimbulkan problem yang serius bila tidak berlangsung lama atau tiba-tiba dalam jumlah  yang banyak seperti pada gastroenteritis atau colitis atau pasien yang diinfus jangka lama tanpa kalium. Penyebab yang lebih sering muntah-muntah karena stenosis pilorus terutama bila banyak mukus yang hilang seperti pada chronic gastritis yang berat atau suction gastrointestinal post operatif . 
Bisa juga karena pergeseran kalium kedalam cell, oleh karena plasma alkalosis, atau karena koreksi diabetes dengan insulin, beta adrenergik agonis serta keluarnya kalium via urine pengaruh aldosteron, diuretikum. Bila kalium hilang dari cell diganti Na atau H ion, secara klinis akan timbul kelemahan, tetani dan aritmia.
Kadar K< 3 meq/L bisa menimbulkan gejala  aritmia (VT.SVT, bradikardi.) ECG abnormal(U wave, flat atau inverted T), paralise parestesi, mual muntah bila K<2 meq bisa fatal.

Terapi  dengan KCl :
K> 3meq/L ,oral atau via NGT   20-40 mmol.
K< 3 meq/L,(4,5 - X ) x BBx 0,3 meq.
Kecepatan  0,5 meq /kgBB/jam,dan untuk pediatrik  
0,2- 0,3meq/kg/jam.
Berikan bila produksi urine sudah baik 0,5-1cc/kgBB/jam.


b.Hiperkalimia : 
Umumnya tejadi bila ion kalium bergeser dari dalam cell ke cairan interstitial dan plasma darah dalam jumlah yang lebih besar dari normal
Ini bisa disebabkan oleh : 
Infeksi atau trauma yang luas, kematian cell(rhabdomyo
lisis, hemolisis, tumorlisis, luka bakar).
Dysfungsi ginjal,diabetik asidosis/ketosis,hypoaldosteron
isme,obat-obatan yang membatasi sekresi kalium didistal tubules seperti spironolacton,triamteren,NSAID,ACE inhibitor,atau succinilcholine --menggeser K+ keluar otot terutama otot yang paralise berbahaya pada penderita paralyse otot.
Perlu diingat oklusi vena terlalu lama waktu mengambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium bisa menggambarkan hiperkalimia palsu, juga pada thrombocytosis atau leukositosis dimana pelepasan K+ dari platelet atau leukosit selama pembekuan darah. 


Kadar K plasma > 6 meq/timbul gejala aritmia, heart block, bradikardi, ECG abnormal(PR prolonggation, QRS wide QRS, Diminish P wave) paralise dan reflex hipoaktif. 
Bila > 7 meq/L  sering berakhir dengan cardiac atau respirasi arrest.
Yang perlu diingat lagi adalah selama post operatif oleh karena trauma bedah/anestesi, premedikasi (morpin,petidin), emosi terjadi retensi cairan dan natrium serta mobilisasi K dari cell ke ECF serta penurunan urine output ini semua karena pengaruh ADH dan aldosterone serta pemecahan protein cell yang menaikkan output nitrogen.
Awas overload cairan, natrium maupun kalium selama periode 24-72 post operatif.
Terapi ECG abnormal  beri CaCl2 10%, 5-10 cc perlahan-lahan . Untuk mendorong K ke intracell, biasanya satu unit regular insulin dalam 30cc D10. 
Na bikarbonat 1 meq/kgBB iv pelan-pelan. 
Beta agonist -albuterol inhaled 10-20 mg 
Lasix Loop diuretik) utk ekskresi K 
Dialisis kalau K>7 meq/L +oliguri/anuria.
Hiperventilasi membuat alkalosis sehingga kalium masuk cell, Yang paling penting  adalah intake kalium distop.
                                                                    
Calcium homeostatis :
Fungsi utama  Ca++ adalah bagian utama struktur tulang.
Mempengaruhi transmisi neuro muscular dan sekresi
kelenjer eksokrin dan endokrin, cardiac action potential, system enzym dan pembekuan darah.
Normal kadar Ca plasma : Total 10 mg% terdiri dari 4,7mg% ionized, 1,3mg% complexed, 4,0 mg% protein bound) atau 1-1,25 mmol/L.                                                

Gangguan keseimbangan Ca  berupa hipocalcemia dan hipercalcemia.
Hipocalcemia :
Bila Ca++ < 1 mmol/L bisa muncul gejala aritmia, gagal jantung sampai henti jantung ,hipotensi, ECG (Prolonggasi QT,ST) tetani, spasmo otot, parestesi dan kejang.
Bisa disebabkan : 
Transfusi massif, gangguan ginjal, malabsorbsi, sakit liver, pancreatitis, luka bakar dan lain-lain.
Koreksi Calcium : CaCl2 10% 3-4 cc atau Ca glukonas10% 10 cc iv pelan.

Hipercalcemia : Bila kadar Ca++ > 1,3 mmol/L
Bisa timbul gejala berupa :
Aritmia, hipertensi, bradikardi, ischeia cordis, digitalis toxicity, gangguan konduksi, depresi mental, kejang koma, mual muntah konstipasi dan lain-lain.
Bisa disebabkan : thyrotoxicosis, keganasan,hiperparathy roidea, overdosis vitamin A,D.
Terapi : NaCl 0,9% untuk perbaikan volume plasma agar perfusi dan renal blood flow cukup.
Loop diuretik(furesemid): Meninggikan eskresi Calcium.


Magnesium homeostasis: 
Fungsi magnesium: 
Sebagai element struktural tulang, mempengaruhi neuroexiability system enzim terutama ATP ase.
Konsentrasi Mg dalam plasma 1,6-1,9 mg%(1,4-1,7meq)/L, kira-kira 55% dalam bentuk ionized, 13% complex dan 32%  ikatan protein)  Gangguan klinis umumnya disebabkan hipo magnesemia atau hipermagnesemia.

Hipomagnesemia
Sering disertai hipocalcemia dan hipokalimia. 
Manifestasi klinisnya mirip hipocalcemia adanya gejala neuromuscular seperti:                                                       Fasciculasi otot,tremor,spontanous carpo pedalspasm general spasticity,tetani nausea,apathi dan lain-lain bisa disebabkan : 
Poor intake (total parenteral nutrisi yang lama tanpa Mg.     Excessive renal loss (terapi diuretik,SIADH)
Excessive gastro intestinal loss (gastro intestinal suction)
Miscellaneous (luka bakar,transfusi darah citrat,gentamy-    cine,diabetic aidosis)                                                         Dysfungsi organ (renal diseases hyper thyiroid,hyperpara-     thyroidism,acute pancreatitis).

TERAPI
Hati-hati pemberian Mg pada renal insuficiensi sering evalu
asi kadar Mg plasma karena sebagian besar ekskresi Mg via renal.
Dosis dan jalur pemberiannya tergantung pada beratnya deficiency dan gejala yang timbul seperti adanya kejang bisa diberi Mg sampai 2meq /kgBB iv dalam 4 jam.
Sebelum memulai infus bisa diberi 30 cc Mg Sulfat 10% iv pelan-pelan.
Untuk yang sedang bisa diberi 0,25-0,5 meq/kgBB setiap 4 jam via oral atau parenteral. Hati-hati memberikan iv pada anak kecil bisa hipotensi.
MgSulfat tersedia dalam larutan 10,25 dan 50%.
Setiap g MgSO47H20 setara dengan 8 meq Mg.
Untuk dosis peroral, 12,5-25 meq ,4x sehari tersedia dalam sediaan Mg citrat,Mg Hidroksida,MgChloride dan asetat.
Sangat effektif  untuk pre atau eklampsi via parenteral karena mendepressi neuromuscular function dan menurunkan tekanan darah dengan efek vasodilatasi perifer.

Hipermagnesemia:
Mendepressi neuromuscular transmission baik perifer maupun central.
Manifestasi klinisnya mensupressi fungsi mental mulai dari  mengantuk sampai koma depresi fungsi motorik mulai menurunnya reflex tendon paralise otot,reflex patella menghilang bila kadar Mg > 8 meq/L, dan paralise otot respirasi bila > 10 meq/L.
Efek vasodilatasi perifer terjadi hipotensi,mual,muntah effek pada gastrointestinal dan QT interval memanjang pada ECG,soft tissue calcification.
Penyebabnya: 
Intake obat-obatan mengandung Mg pada renal failure.
Adrenal cortical insuficiency,hipothyroidism.                       Bisa timbul selama hipotermi.

TERAPI :       
Untuk terapi emergensi Ca gluconate 10% 10 cc iv pelan2 oleh karena ion Ca mengantagonis ion Mg.
Bila fungsi renal baik beri diuretik furesemide, Hentikan obat2an yang berisi Mg. Bila tak respons lakukan dialise.

Phosphate Homeostasis :
Hampir 85% total body phosphate dijumpai dalam tulang, merupakan mayor intracellular anion konsentrasi mencapai 140 meq/L air cell.
Umumnya merupakan persenyawaan organik yang berperan dalam metabolisme karbohidrat (KH) dan tak bebas berdiffusi lewat membran cell.
Konsentrasi plasma bervariasi 12 mg% pada kanak-kanak dan turun serenda pada dewasa karena diperlukan untuk  pertumbuhan skletal.

Fungsi utamanya :
-merupakan element struktural tulang
-terlibat dalam proses metabolism KH,lipid,asam nucleat  dan oxidative phosphorylation penentu dalam produksi ATP  dan 2,3 DPG,

                                                                                    Gangguan kronis biasanya  dijumpai pada penyakit tulang sedangkan gangguan metabolisme akut mempengaruhi fungsi otot,syaraf dan sel darah.
Gangguan homeostatis fosfat berupa hipo atau hiperpos
patemia.

Hipopospatemia : 
Manifestasi klinik chronic hypophosphatemia berupa osteomalacia atau rickets oleh serba penurunan pembentukan CaP04. 
Akut hipofosfatemi bisa terjadi dalam beberapa keadaan menyebabkan sindroma klinik yang berat melibatkan banyak organ.
Disorientasi,koma,gagal nafas,kejang,gangguan fungsi platelet,turunnya red blood cell 2,3 DPG dan
Penyebabnya bisa :
-poor intake atau poor interstinal absorbtion:
meningkatnya eskresi fosfat lewat ginjal.
pergeseran fosfat kedalam cell (acute alkalosis obat2an insulin,adrenalin,pemberian KH).

TERAPI
Bila akut kadar P > 1 mg% diberi enteral 
P< 1 mg  beri potassium fosfat 0,6-0,9/kg/jam iv pelan2 kemudian 1000 mg/hari ditambah kehilangan,
Yang penting menyingkirkan penyebabnya :
- phosphate binding antacid
- gangguan hidroksilasi vit D--> vit D dosis tinggi.                -  - gangguan reabsorbsi renal--->fosfat 1-3 g/har

Hiperphosphatemia :  
Pengaruhnya yang buruk adalah akibat efeknya pada Ca++
yaitu hipocalcaemia dan kalsifikasi extra skletal.
Penyebabnya adalah :
-gagal ginjal
 pembebasan fosfat dari cell (acute acidosis)
 hiperparathyroidism

TERAPI
Oleh karena hyperphosphatemia umumnya akibat menurunnya eksresi fosfat via renal biasanya tak dapat dikoreksi maka terapi ditujukan dengan menurunkan absorbsi fosfat diusus dengan intestinal phosphate binding agent seperti Alumenium hydoxide gel.

Kesimpulan:
Ketrampilan mengelola gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit adalah kecakapan yang harus dimiliki oleh ahli anesthesiologi.
Hal ini penting karena kejadian ini sangat sering dalam dunia pembedahan/anestesi.
Telah dikemukakan dasar-dasar keseimbangan cairan dan elektrolit dimana perubahan kadar Na,K Ca,Mg dan Pospat yang abnormal dan mendadak dapat mengancam nyawa penderita.
Pada bayi dan anak memerlukan perhatian yang lebih khusus. Sering dilupakan perhitungan penggantian cairan sehubungan dengan kenaikan suhu tubuh,lingkungan, surgical exposure dan translokasi cairan akibat pembedahan dan anestesi.

Kepustakaan :

1.Weldy  JN;    Bodu Fluid and Electrolyte ,3rd edit,The CV Mosby Company St. Louis,Toronto,London, 1980.

2.Carroll  JD Water,Electrolyte,and Acid-Base Metabolism :J.B.Lippincott Company,Philadelphia,Toronto,1978.


3.Smith K; Fluids Electrolyte A Conceptual Approach,Churchill Livingstone,Newyork Eddinburg&London,1980.

4.Bunton LG : Fluid Balance without tears or The Child guide to electrolyte,2nd edit; LLoyd Luc (Medical Books) ltd,New Street,London,1976.


5.Smith MR : Anesthetics for infant and children,The CV Mosby Company,Toronto 1980.

T E R B A R U

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More