Friday, August 12, 2011

Pengelolaan Anestesi Pada Pembedahan Ginjal Dan Saluran Kemih Pada Kasus Gagal Ginjal (BAGIAN 1)

Bookmark and Share

PENDAHULUAN :


Kita ketahui bahwa pembedahan dibidang urologi meliputi pembedahan terbuka dan endoskopi. 


Pembedahan terbuka hampir sama dengan pembedahan abdomen lainnya sementara pembedahan endoskopi memerlukan pertimbangan khusus karena lebih banyak masalah yang menyertainya.


Namun sekecil apapun pembedahan yang dilakukan dalam kondisi ginjal lemah/gagal melakukan fungsinya tetap memberikan resiko yang tinggi. Semakin luas operasinya semakin lama waktu yang dibutuhkan semakin tinggi resiko operasinya. Untuk itu perlu persiapan operasi yang optimal terutama penguasaan masaalah renal fisiologi, patologi dan renal farmakologi.

EVALUASI  PRE OPERATIF :


A. Ada beberapa kemungkinan yang dihadapi dalam mengelola penderita gagal ginjal yang akan menjalani  pembedahan dimana dibutuhkan anestesi.


Apakah penderita gagal ginjal akut( GGA) menjalani pembedahan darurat atau gagal ginjal kronis yang menjalani pembedahan darurat atau elektif.


Perubahan fungsi ginjal mendadak pada GGA disertai perubahan yang cepat keseimbangan elektrolit, homeostasis dan asam basa bisa menyebabkan angka kematian GGA sekitar 30-40% walaupun sudah dikelola dengan baik. 


Apalagi diagnosa GGA terlambat sehingga iskemia renalis cukup berat, atau akut tubular nekrosis sebagai kausanya,


Dalam kondisi seperti ini kalau dilakukan pembedahan/ anestesi, kematian akan meningkat sampai 60% dan untuk bedah mayor dapat mencapai 90%. Dengan pertimbangan tersebut bedah elektif tak dapat dibenarkan dilakukan pada penderita GGA. Apalagi penderita GGA tak mampu mento
lerir adanya anemia dan sulit menentukan status volume intra vaskular oleh sebab bila GGA karena sepsis atau syok hipovolemi penderita mungkin telah mendapat resusitasi cairan yang berlebihan sehingga terjadi hipervolemi semen
tara bila tergolong non oliguri atau bila berada pada fase diuresis mungkin saja sedang hipovolemia.


Namun bila bedah darurat tak bisa ditawar lagi demi keselamatan nyawa seperti  gawat janin maka resiko siap dihadapi. Perlu diketahui  bahwa hanya ada empat keadaan dimana bedah darurat benar-benar harus segera dilakukan yaitu :
a. Perdarahan tidak terkontrol
b. Penyulit respirasi yang mengancam
c. Henti jantung (emboli arteri)
d. Gawat janin


Diluar keadaan tersebut masih mungkin ditunda operasi satu atau dua jam untuk mempersiapkan penderita mendekati optimal.
            
Pada kasus gagal ginjal kronis (GGK) yang berat walaupun sudah ada toleransi dan adaptasi penderita terhadap ane
mia dan perubahan status volume cairan dan elektrolit bila dilakukan bedah darurat tetap berisiko tinggi, 


Oleh karena itu putusan apakah benar benar darurat sangat menentukan nasib penderita. Perlu diketahui penderita gagal ginjal dengan kadar kreatinin serum >3mg% bersama hipertensi tanpa intervensi pembedahan/anestesipun prognosenya cukup jelek.


Apalagi gagal ginjal tak berdiri sendiri selalu disertai penyulit kardiovaskular, respirasi dan gagal hepar semakin memperuncing kondisi penderita.


Mayoritas kasus urologi adalah usia lanjut dengan problema khusus antara lain:
1. Sering disertai penyakit degeneratif dimana autoregulasi 
    semua organ menurun.
2. Perubahan sensori, kebingungan dan eksitasi membutuh
    kan sedasi yang eksesif.
3. Cenderung dengan sphincter gastro oesofageal yang 
    inkompeten, oesofageal reflux, hiatus hernia sehingga
    mudah terjadi aspirasi.
4. Daya tahan tubuh sudah menurun memudahkan kena 
    infeksi.
5. Hilangnya otot-otot wajah dan kurangnya gigi, sulit 
    mencari sungkup muka yang sesuai   

Ingat bahwa stress pembedahan /anestesi akan meningkat
kan katekolamin, renin angiotensin yang dapat menurunkan aliran darah renal (RBF) dan keceparan filtrasi glomerulus
(GFR) serta pelepasan anti diuretik hormon (ADH) dan aldos
teron yang meningkatkan retensi natrium dan air sehingga meningkatkan volume intravaskular.      

B.Perubahan fungsi ginjal menyebabkan perubahan fisiologi 
   tubuh yang banyak menimbulkan masalah :

1. Perubahan fungsi exkresi dan reabsorbsi ginjal dapat 
    merubah farmakodinamik/kinetik obat-obatan yang 
    digunakan, diperlukan penyesuaian dosis dan selektifitas 
    dalam memilih obat-obat yang digunakan.

2. Perubahan volume intravaskular disebabkan retensi 
    natrium dan air yang cenderung overload bila pemasukan 
    cairan tak diperhitungkan.

3. Perubahan kimia darah dan elektrolit yang harus segera 
    dikoreksi seperti meningginya kadar ureum, kalium, 
    fosfat dan rendahnya natrium.

4. Metabolik asidosis yang disebabkan meningkatnya asam 
    inorganik fosfat dan sulfat yang dalam keadaan normal 
    dikeluarkan oleh ginjal dalam hal ini gagal dieksresi 
    disertai menurunnya kadar bikarbonat plasma oleh sebab 
    hiperkatabolisme sekunder.
    Asidosis meningkatkan kalium serum (hiperkalimia) 
    bersama sama dapat meningkatkan sensitifitas myokard 
    terhadap katekolamin.
    Setiap kenaikan pH 0,1 bisa menikkan kalium serum 0,6 
    meq/L.

5. Anemia :
a. Bisa oleh karena menurunnya produksi eritropoetin serta 
    melemahnya proses eritropoesis, pendeknya survival 
    eritrosit, serta hemolisa yang mengancam terjadinya 
    hipoksia oleh karena menurunnya kapasitas membawa 
    oksigen.
b. Gangguan koagulasi  oleh karena penurunan daya agrega 
    si platelet.
                           
6. Perubahan kardiovaskular berupa hipertensi sampai 
    kegagalan jantung oleh karena kecenderungan kelebihan 
    cairan dan aritmia oleh karena gangguan keseimbangan
    elektrolit, asidosis dan katekolamin yang tinggi.

7.  Perubahan neuromuskular antara lain peripheral neuro
     pati/spastisiti terutama motorik neuropati autonomik
     yang sering menimbulkan hipotensi perioperatif.

8. Perubahan gastro intestinal berupa mual, muntah, 
     pengosongan lambung terlambat sehingga cenderung 
     terjadi aspirasi.

9. Gangguan jiwa/status mental yang kadang kadang 
     memerlukan sedasi yang berlebihan pada hal overdosis 
     cenderung terjadi pada gagal ginjal.

C. Teknik pembedahan urologi sendiri menimbulkan masalah 
     anestesi yang cukup potensil.
1. Posisi penderita disatu sisi  memudahkan operator 
    sementara disisi lain menambah masalah anestesi.
    a.Posisi lateral dekubitus biasanya pada operasi 
       ginjal/proksimal ureter :
       a1.Cenderung membuat VA/Q imbalans dimana perfusi 
             lebih banyak dibagian paru sisi lateral bawah 
             sedangkan tekanan positif lebih banyak keparu sisi 
             lateral atas, sehingga hipoksia lebih mudah terjadi.

        a2. Akibat kompressi vena cava inferior aliran darah 
               balik yang berasal dari extrimitas inferior dan 
               abdomen terhambat langsung menyebabkan 
               penurunan venous return dan cardiac output serta 
               hipotensi.

     b. Posisi tengkurap (prone position) seperti pada perkuta
          neus ultrasonik lithotripsi:
          Dimana abdomen diganjal untuk mengoptimalkan 
          posisi ginjal bisa menghambat respirasi yang cukup 
          berarti, terutama pasien obesitas. 
          Pada waktu merubah posisi telentang keposisi tengku
          rap atau sebaliknya selalu disertai perubahan hemodi
          namik yang nyata.
          Untuk mencegah ini volume intravascular haruslah 
          cukup dan anestesi tak boleh terlalu dalam.

c. Posisi lithotomi biasa pada transurethral resection(TUR)
    /perineal prostatectomi:
     c1,Ventilasi dihambat oleh karena retriksi gerakan 
          diaphragma terutama penderita obesitas.
          Makin ekstrim posisi kaki, makin lama operasi makin 
          besar kemungkinan atelektasis dan hipoksia dan 
          cenderung menimbulkan emboli karena adanya 
          gradient gravitasi antara luka operasi dan jantung.

      c2. Pada saat menempatkan posisi kaki bisa meningkat 
            kan aliran balik lebih kurang 1500 cc resiko bila ada 
            kelemahan jantung.

       c3. Hipotensi kadang-kadang terjadi oleh jeleknya 
             tonus vaskular, bisa karena effek sekunder general 
             atau regional anestesi, oleh sebab itu merubah 
             posisi dalam keadaan teranestesi harus waspada.

2.Tipe pembedahan urologi sendiri punya masalah 
     tersendiri :                
     Pada TUR biasa untuk obstruksi prostat atau lesi 
     kandung kemih.
 a. Cairan irigasi yang digunakan selama pemeriksaan 
     urethra dan kandung kemih untuk mengembangkan 
     kandung kemih dan mencuci dari darah dan potongan 
     jaringan adalah air biasa sementara sinus venosus 
     terbuka selama reseksi prostat sehingga berhubungan 
     langsung dengan sirkulasi. Makin besar prostat yang 
    direseksi makin lama prosedur makin banyak air irigasi 
     memasuki sirkulasi makin cenderung terjadi overload 
     cairan dimana masuknya cairan kesirkulasi akan lebih 
     dipermudah oleh karena tekanan cairan irigasi lebih 
     besar dari tekanan vena. Akibatnya timbul deretan 
     masalah antara lain:
a1. Meningkatnya volume sirkulasi dan berkembangnya 
      kegagalan ventrikel kiri, odema paru dan otak.
a2. Hiponatrimia oleh karena hemodilusi, kadar Na bisa 
      lebih rendah dari 120 meq/L.
a3. Hemolisis eritrosit yang beredar oleh karena masuknya 
      cairan hipotonis ke intracellular.
a4. Kedinginan/ menggigil oleh karena suhu cairan irigasi 
       tak sesuai dengan temperatur tubuh apalagi kalau tidak 
       steril.

b. Perdarahan abnormal disebabkan faktor jaringan prostat 
    yang mengaktifkan fibrinolisin.
    Terjadinya dessiminated intravascular coagulation (DIC) 
     oleh karena masuknya jaringan prostat kedalam sirkulasi 
     dalam jumlah besar mengaktifkan koagulasi darah dan 
     agregasi platelet.

c. Perdarahan yang timbul selama TUR prostatektomi 
    sangat sulit diperhitungkan oleh cairan irigasi memasuki 
    sirkulasi menghilangkan tanda tanda hipovolemia.

d. Perforasi kandung kemih menyebabkan ekstravasasi 
    cairan irigasi bersama urine yang menyebabkan sepsis. 
    Perforasi bisa terjadi pada saat:
           - Akhir reseksi yang dalam dari kapsul prostat.
           - Selama fulgurasi tumor kandung kemih
           - Insersi rectoscope kedalam trabekulae yang 
              berdinding tipis.
  - Stimulasi nervus obturatorius /spasmo muskulus 
    obturatorius.
    Pada saat perforasi bila penderita sadar akan lebih dini 
   diketahui dan tindakan terapi segera diberikan, inilah 
   salah satu alasan kenapa regional analgesia lebih terpilih.

D.Pada transplantasi ginjal selalu diberi immuno supressant 
   (cyclosporine, azathioprine) untuk mencegah rejeksi 
   transplant oleh tubuh(resipient) akibatnya penderita 
   gampang terinfeksi untuk ini perlu dijaga setiap manipula
   si harus benar benar asepsis.

Bersambung

0 comments:

Post a Comment

T E R B A R U

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...