Friday, August 12, 2011

Pengelolaan Anestesi Pada Pembedahan Ginjal Dan Saluran Kemih Dengan Penderita Gagal Ginjal (BAGIAN 2)

Bookmark and Share

PERSIAPAN PRA OPERATIF


A.Tergantung pada operasi darurat atau elektif dan penderita gagal ginjal akut atau kronis.


Bila murni darurat dimana persiapan sangat sempit masalah yang harus segera diselesaikan yaitu asidosis, hiperkalimia dan overhidrasi sebelum dilakukan induksi.


Bila kadar kalium >5,5 meq/L sebaiknya beri infus insulin -glukosa (infus dextrose 5% ditambah 2 unit insulin setiap 5 gram dextrose)  dengan kecepatan 3-5 cc per menit agar kalium bisa masuk kedalam sel.


Selanjutnya beri intravena 5-10 cc calcium chlorida 10% selama dua menit agar dapat melawan efek toksis kalium terhadap jantung. Untuk koreksi asidosis metabolik diatasi dengan bikarbonas natrikus intra vena selama lima menit dan perbaikan ventilasi.

Persiapkan pemasangan CVP untuk menilai status volume cairan dengan melakukan test toleransi oleh karena menentukan status volume cairan pada GGA sangat sulit.


Walaupun pemberian diuretika masih kontroversi namun untuk perbaikan oliguri menjadi non oliguri tetap diberikan dengan catatan volume cairan harus cukup.


Sementara mencari penyebab GGA pemberian cairan harus segera dicukupi baru strategi pemberian diuretika dipikirkan.


Loop diuretilka tampaknya cukup baik untuk penderita GGA dengan penyulit kardiovaskular oleh karena mengurangi volume intravaskular tetapi kontra indikasi untuk hipovolemia sementara manitol bisa menambah volume intervaskular baik untuk oliguri hipovolemia. Tapi kontra indikasi kalau ada kelemahan jantung.

Dopamin dosis rendah walaupun dikatakan dapat menaikkan RBF, natri uresis, diuresis sebagai proteksi renal tetapi masih kontroversi.

Usahakan haematokrit(Ht) dipertahankan sekitar 32% yang merupakan nilai optimum untuk pasien kritis terutama penderita GGA tidak mampu mentolerir anemia.
Pemberian darah segar atau packed red cell (PRC) lebih terpilih untuk mengurangi penambahan volume intravaskular dan kalium darah.

Bila pembedahan tak murni darurat(true emergency) mungkin bisa diundur beberapa jam untuk waktu kemungkinan dilakukan dialise (CVVH). Dimana ada beberapa indikasi absolut untuk dialise :


a. Symptomatik uremia dengan gejala CNS /gastro intestinal.
b. Resisten hiperkalimia tak respon medikamentosa.
c. Overload cairan tak respon medikamentosa.
d. Penyulit pericarditis.

Dari analisa serum dan urine bisa diperkirakan apakah penyebabnya pre renal atau renal.


Sebagai konfirmasi test laboratorium :          
      Laboratorium                                   Pre Renal                  Renal                 
 ===============================================================      
Urine osmolality ( mosm/kg urine )                >500                        < 400
Sodium Urine     ( meq/L urine )                   <  20                        >   40          
Plasma creatinine (mg%)                               > 40                        <   20
RFI (Renal Failure index)                               <  1                         >    2
Excretion of filtered sodium                         <  1                         >    2
Urine sediment                                 normal/granular cast      cellular debris
        
                                                                                                                               
B. PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIS (GGK) DENGAN PEMBEDAHAN ELEKTIF:


Harus dipersiapkan secara optimal oleh karena banyak waktu tersedia. Pembedahan urologi elektif umumnya untuk membebaskan obstruksi apakah karena batu atau stenosis atau perlekatan saluran kencing yang diharapkan bisa meringankan beban ginjal.


Sindroma uremia sebaiknya diatasi dulu bila ada indikasi dialise dengan alasan penderita uremia :


a.Cenderung menurun daya agregasi platelet ditambah 
   dengan penggunaan heparin selama dialisa dan anti
    koagulan oral diantara dialise, kemungkinan perdarahan 
    perioperatif lebih besar.

b. Eritrosit yang ditransfusikan kependerita uremia cende
    derung berumur singkat sebaliknya eritrosit penderita 
    uremia ditransfusikan kependerita normal malah jadi 
    normal.

c. Menurunkan daya ikat albumin terhadap obat obatan 
    sehingga meningkatnya kadar obat dalam bentuk bebas 
    dalam darah bahaya overdosis.

d. Berubahnya permeabilitas sawar darah otak dapat
    meningkatkan sensitivitas agents bahaya depressi lebih 
    besar.

e. Cenderung timbul penyulit perikarditis

Petunjuk laboratorium analisa darah dan urine sangat membantu memberi gambaran derajat kegagalan ginjal dan kapan laik dioperasi seperti klirens kreatinin paling tidak > 30 ml/ menit.


Klierens kreatinin bisa diperoleh dengan bantuan formula :
                               
                  { 140-(umur/thn) xBB }                                                                                                CC    =   --------------------------------------=  ml/menit.
       72 (laki) 85 (wanita) x serum creatinine

          CC : >50                =  normal
                   30-50           =  moderate (hati hati)
                   10-30           =  tak ada renal reserve
                  <10                 =  stadium akhir
          Bila  <30                    Segera dialisa
                  >30                    Salah satu indikasi laik    
                                           dilakukan operasi.

Anemia sebaiknya dikoreksi minimal Hb > 9g% dengan PRC dan untuk transplantasi ginjal dengan washed PRC (eritrosit yang sudah dicuci) agar limposit tak terbawa karena akan meningkatkan reaksi rejeksi terhadap transplant.


Pada gagal ginjal ringan tanpa penyulit lain Hb hanya 7 g% masih mungkin dengan kompensasi kardiak output (volume semenit) namun pada penderita GGK dengan penyertaan kelainan jantung iskemia atau penurunan fungsi hati yang berat sebaiknya Hb minimal 12 g%.


Sekiranya bila dialisa diindikasikan sebaiknya transfusi dilakukan selama dialise untuk mengurangi penambahan volume sirkulasi.


Usahakan transfusi diberikan 48 jam sebelum operasi untuk memberikan kesempatan sel sel darah beradaptasi dalam lingkungannya.

Semua ini akan meningkatkan kapasitas mengangkut oksi
gen untuk mengurangi bahaya hipoksia. 


Kadar kalium darah mutlak harus dalam batas normal paling baik bila < 5meq/L oleh karena suasana asidosis dan trauma bedah sendiri cenderung meningkatkan kalium serum apalagi kalau suksinilkolin digunakan sebagai fasilitas intubasi.


Bila oleh karena gagal ginjal murni, hiperkalimia baru terjadi bila GFR < 5ml/menit.

Asidosis apakah oleh karena metabolik atau respiratorik harus dikoreksi sebelum induksi oleh sebab asidosis, hiperkalimia dan hiponatrimia cenderung meningkatkan sensitivitas myokard terhadap katekolamin. Biasanya hiponatrimia oleh karena hemodilusi (dilusional hiponat
rimia) maka terapinya bukan memberi natrium tetapi retriksi cairan atau pemberian diuretik.

Hipocalcemia jarang terjadi walaupun kadang kadang ada, hanya ringan dengan sebab belum jelas, namun bila dikoreksi asidosis dengan bikarbonas terlalu drastis ditakuti bertambahnya hipocalcemia sehingga timbul tetani,sebaik
nya asidosis dikoreksi dengan bikarbonas kalau kadar bikar
bonas lebih kecil dari 10 meq/L.

Hipoalbuminemia sebaiknya dikoreksi oleh karena daya affinitas albumin terhadap obat obatan menurun cenderung terjadi overdosis. Kriteria berikut mungkin bisa sebagai salah satu petunjuk berdasarkan analisa laboratorium apakah penderita baik dioperasi atau belum antara lain: CC > 30 ml/menit, Ht (29-33)% & K<5meq/L. Tetapi ada yang menyarankan serum kretinin <10 mg%, ureum <150 mg% dan Hb/K/Na dalam batas normal.

Hipertensi lebih baik dikoreksi beberapa hari sebelum operasi daripada dipaksakan sesaat menjelang operasi sebab penderita hipertensi cenderung terjadi hipotensi maupun hipertensi berat selama induksi.


Bila tekanan diastolik < 100 mmHg membuat hemodinamik lebih stabil dan komplikasi minimal. 


Obat anti hipertensi terpilih tampaknya paling aman pada gagal ginjal adalah klonidin dan metildopa, karena dapat meningkatkan/mempertahankan RBF sementara ACE inhibitor (captopril) cenderung meningkatkan kadar kalium darah dan memperburuk RBF.


Hipertensi yang persistent yang sukar dikoreksi dengan medikamentosa kadang-kadang perlu didialisa. Hanya perlu diingat penderita yang sudah didialisa sering terjadi hipoten
si waktu induksi apalagi kalau sudah timbul neuropati auto
nomi sering terjadi hipotensi perioperatif.

Dengan kecenderungan muntah dan terjadi aspirasi akibat pengosongan lambung memanjang apalagi penderita sudah tua dengan sphincter oesofageal yang inkompeten sebaik
nya dipuasakan lebih lama dan diberi obat obatan yang menurunkan volume lambung dan keasaman cairan lambung bersamaan premedikasi. Tampaknya H2 histamin receptor blocker(cimetidine, ranitidin atau famatodin) bisa mening 
katkan pH cairan lambung dan menurunkan produksi cairan lambung bila diberikan 60-90 menit sebelum operasi. 


Tetapi karena kerjanya lambat tak berguna untuk pembe
dahan darurat.


Metoclopropamide dapat meningkatkan tonus sphincter bawah oesofagus dan meningkatkan motilitas lambung dan efeknya terjadi dalam beberapa menit setelah pemberian intra vena maka terpilih untuk bedah darurat. 


Kombinasi H2 blocker dan metoclopropamide diberikan peroral 60-90 menit sebelum operasi telah dibuktikan dapat menurunkan volume dan meningkatkan pH cairan lambung. 


Penderita yang menjalani operasi elektif.


Induksi cepat dengan penekanan krikoid dan posisi head up dapat mencegah aspirasi.

Studi koagulasi terutama fungsi platelet akibat uremia, untuk antisipasi kemungkinan perdarahan durante operatif atau kontra indikasi regional analgesia.

Bersambung

0 comments:

Post a Comment

T E R B A R U

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...