Thursday, August 18, 2011

Sirkulasi Darah Otak Dan Anestesia

Bookmark and Share

Pendahuluan :
Kontinuitas supplai darah keotak sangat penting agar dapat menjamin stabilitas fungsi otak.
Terhentinya sirkulasi darah dalam 5-10 detik saja akan menghilangkan kesadaran sedangkan bila lebih dari 3 menit akan terjadi iskemia serebral yang irrepairable di substansia grisea kortek,nucleus sel basalis sel Purkinye.
Perlu diketahui otak adalah organ yang sangat sensitif terhadap hipoksia,karena konsumsi oksigen otak sangat tinggi dibandingkan organ lain yaitu (3,3-3,5)cc/100 gram otak/menit.
Dalam waktu satu jam saja sirkulasi otak terhenti seluruh neuron otak akan nekrosis dan setelah 2 jam akan disusul nekrosis jaringan jantung,ginjal,hati, paru dan terakhir kulit akan nekrosis setelah beberapa jam atau hari.
Glukosa sendiri sebagai sumber energi utama cadangannya sedikit diotak sedangkan konsumsi glukose otak 5,5 mg/100 gram otak/menit, sehingga bila terjadi henti sirkulasi akan terjadi hipoglikemia sampai ketingkat yang irreversible.
Untungnya Sirkulus Arteriosus Willesi bisa mengkompensir situasi sewaktu waktu terjadi perobahan sirkulasi ke otak disamping adanya mekanisme autoregulasi dari otak sendiri. 
Sehingga aliran darah otak (cerebral blood flow)(CBF) bisa dipertahankan konstant.
Dilaporkan pengikatan satu arteri karotis interna pada orang muda yang sehat tak akan merubah CBF.

Supply darah arteri keotak dilayani oleh 4 arteri yang terdiri dari :
A. Dua arteri karotis interna (ACI)
a. ACI sinistra yang berasal langsung dari aorta.
b. ACI dekstra yang berasal dari arteri anonima.
    ACI bercabang jadi arteri cerebral anterior(ACA) dan 
    arteri cerebral media (ACM).

B. Dua arteri vertebralis yang berasal dari arteri subklavia 
    kemudian bersatu membentuk arteri basilaris kemudian 
    bercabang lagi menjadi arteri cerebral posterior(ACP).

C. ACA dekstra dan sinistra dihubungkan oleh arteri 
     komunikantes anterior (AKA). ACP dekstra dihubungkan 
     dengan ACM dekstra oleh arteri komunikantes 
     posterior(AKP) dekstra demikian juga ACP dan ACM 
     sinistra oleh AKP sinistra. ABC  membentuk Circulus 
     Arteriosus Willesi (CAW). Satu titik pada AKA dan dua 
     titik pada AKP kanan kiri merupakan Death Point dimana 
     merupakan tapal batas pertemuan aliran darah yang 
     berasal dari arteri karotis interna dan arteri vertebralis 
     bila terjadi gangguan akan membahayakan sirkulasi 
     darah otak.

Bagaimanapun posisi tubuh terhadap kepala tidak akan merubah supplai darah ke otak. Perlu dicatat walaupun ada anastomosis namun darah yang berasal dari arteri karotis interna dekstra dan sinistra tetap mensuplai sisi masing masing diduga mungkin tekanan belahan otak sebelah kanan sama dengan sebelah kiri atau karena alirannya lambat, demikian juga yang berasal dari arteri vertebralis.
Drainase vena via vena profunda dan sinus duralis mengosongkan isinya sebagian besar kedalam vena jugularis interna dan tetapi ada juga sebagian kecil ke vena optalmikus dan pleksus pterigoideus.

Cerebral Blood Flow ( CBF):
Otak menerima suplai darah kira kira 15% dari kardiac output (CO) (volume semenit). Dalam keadaan istirahat dan kondisi sehat CBF orang dewasa kira kira 45-55 cc/100g otak permenit sedangkan pada anak anak sebesar 105 cc/100 gram otak/menit.
Total blood flow ke otak yang beratnya lebih kurang 1500 g kira kira 750 cc/menit. Semakin tua semakin rendah CBF umpama pada usia 70 tahun, 58 cc/100g otak permenit sedangkan pada usia  2i tahun CBF 62 cc/100 gram otk/menit.
Bila CBF menurun < 20 cc/100g  otak permenit akan terjadi ischemic EEG, bila diantara 18-23 maka otak tidak berfungsi namun sewaktu-waktu perfusi meningkat akan aktif lagi disebut Penlucida tetapi bila CBF< 18 akan terjadi infarct apabila perfusi tidak bisa ditingkatkan sampai batas waktunya maka  disebut Penumbra,semakin rendah CBF semakin singkat toleransi waktunya.
Bila CBF <15 akan terlihat EEG isoelektrik,absent evoke potensial,posfokreatinin menurun, laktat meningkat tetapi ATP masih normal.
Bila CBF antara 8-10 terjadi kegagalan metabolisme, kalium ECF meningkat dan ATP menurun. 
Bila diantara 6-9 maka Ca masuk intracelluler.

Faktor-faktor yang mempengaruhi CBF :
A. Perbedaan tekanan pembuluh darah otak.
B. Tahanan dalam pembuluih darah otak (cerebro vascular 
     resistance (CVR).

A. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan tekanan 
     pembuluh darah otak :
a. Tekanan darah (BP) arteriel:
Dalam keadaan tanpa hipotensi tekanan darah arteriel pengaruhnya sedikit saja pada CBF,malahan penurunan tekanan sampai 60-70 mmHg tak mempengaruhi CBF.
Hal ini disebabkan adanya autoregulasi cerebral yang mekanismenya hingga saat ini masih belum jelas.
Begitupun Bayliss(1902) mengemukakan bahwa adanya pengaruh langsung tekanan pada otot-otot polos cerebrovaskular sedangkan Lassen (1959) berpendapat bahwa PCO2 dalam brain tissue sebagai faktor pengaturnya.

Yang dimaksud dengan autoregulasi cerebral ialah kemampuan otak mempertahankan CBF dalam batas-batas normal dalam menghadapi tekanan perfusi cerebral(CPP) yang berubah.
Tekanan perfusi cerebral adalah selisih tekanan arteri rata rata(saat masuk) dan tekanan vena rata-rata (saat keluar) pada sinus sagitalis lymph/cerebral venous junction.
Secara praktis CPP adalah selisih tekanan arteri rata rata (mean arterial pressure) (MAP) dan tekanan intracranial rata rata (Intracranial Pressure).
(ICP) yang diukur setinggi foramen monroe.
                                                
                             CBF =  CPP / CVR
                             CPP =  MAP - ICP

                                       MAP - ICP
                             CBF  = ---------------
                                         CVR

Karena CPP = MAP - ICP maka CPP akan menurun bila MAP turun atau ICP naik.
CPP normal antara 80-90 mmHg. Bila CPP turun50 mmHg terlihat EEG melambat, bila CPP < 40 mmHg maka EEG mendatar terjadi iskemia yang reversibel atau irreversibel tetapi bila CPP< 20 mmHg akan timbul iskemia cerebral yang irreversibel.


Biasanya autoregulasi akan dapat mempertahankan CBF selama MAP antara 50-150 mmHg. Artinya bila MAP turun oleh kontraksi otot-otot polos dinding serebrovaskular sebagai respons adanya perubahan tekanan intra mural akan terjadi vaso serebral dilatasi sebaliknya bila MAP naik akan terjadi vasocerebral konstriksi selama MAP antara 50-150 mmHg.
Bila MAP turun dibawah 50 mmHg walau dilatasi maksimal CBF akan mengikuti CPP secara pasif sehingga terjadi iskemia otak. Dan sebaliknya bila MAP diatas 150 mmHg maka biarpun kontriksi maksimal akan dirusak sehingga CBF akan naik dengan tiba tiba  dapat merusak blood brain barrier(BBB) dan terjadi odema otak bahkan perdarahan otak.
Beberapa keadaan merubah atau menghilangkan autoregulasi ini misal hipertensi kronis dapat merubah batas atas autoregulasi bergeser kekanan sehingga sudah terjadi iskemia pada tekanan darah yang dianggap normal pada orang normal.
Iskemia serebral,infarct,trauma kepala,hipoksia,hiperkarbia berat,obat anestesia inhalasi bisa menghilangkan autoregu
lasi otak.
Bila autoregulasi otak hilang maka CBF tergantung pada tekanan darah sehingga penurunan CPP akan menurunkan CBF.

b.Tekanan vena :
Pengaruh tekanan dalam vena-vena besar biasanya tidak berarti, bahkan pada gagal jantung kongestif. Mayer(1954) membuktikan bahwa tidak ada perubahan CBF bila tekanan jugularis interna dinaikkan sampai 23 cmH2O pada manusia .
B.Faktor-faktor yang bisa mempengaruhi CVR:
a. Kontrol Kimiawi:
    PaCO2 satu satunya faktor yang sangat penting 
    mengontrol CBF. Ini disebut CO2 reactivity artinya 
    perubahan PaCO2 akan merubah CBF dimana bila PaCO2 
    naik, CBF naik dan sebaliknya.
    Inhalasi 7% CO2 dapat menaikkan CBF sampai 100%.    
    Sedangkan hyperventilasi sampai PaCO2 26 mmHg dapat 
    menurunkan CBF sampai 35% (Ketty&Smith 1948).
    Dalam keadaan dianestesi,anjing yang normotensi, 
    perubahan CBF maksimum dicapai oleh variasi PaCO2 
    antara 20-90 mmHg, diluar batas ini perubahan PaCO2 
    tak akan menimbulkan perubahan CBF lebih lanjut.
    Harper dan Glass(1965) juga menunjukkan bahwa respons 
    terhadap CO2 berkurang dalam keadaan hipotensi dan 
    menghilang bila tekanan darah sistemik turun sampai 
    50 mmHg.
    Demikian juga Lennox dan Gibb (1932) membuktikan 
    bahwa respons terhadap CO2 menurun dalam keadaan 
    hipoksemia.
    Dalam range PaCO2 diantara 20 -80 mmHg kenaikan 
    PaCO2 1 mmHg akan menaikkan CBF 2 cc/100gram 
    jaringan otak.
    Dan laporan lain setiap kenaikan PaCO2 1 mmg diantara 
    PaCO2 25-80 mmHg menaikkan CBF kira kira 4%
    0,95-1,75)cc/100 gram otak menit.
   Jika dibandingkan dengan keadaan normokapnia maka CBF 
   2xlipat pada PaCO2 80 mmHg dan setengahnya pada 
   PaCO2 20 mmHg.
   Perubahan CBF hanya sedikit dibawah PaCO2 25 mmHg 
   maka hindari excessive hiperventilasi karena akan 
   menyebabkan iskemia cerebri.
   Beberapa peneliti mengemukakan bahwa kadar CO2 dalam 
   darah merubah pH ECF yang merubah tonus otot-otot 
   polos arteriole cerebral.
   Konsentrasi CO2 dan ion bikarbonat dalam cerebro spinal 
   fluid(CSF)(LCS) menentukan pH ECF. 
   Konsentrasi CO2 di arteri terutama tergantung pada 
   PACO2(respirasi) sedangkan konsentrasi ion bikarbonat 
   sehubungan proses metabolisme otak. Bila PaCO2 normal 
   maka perubahan pH sedikit sekali pengaruhnya pada CBF.
   Walaupun perubahan CBF bisa ditimbulkan oleh perubahan 
   pH arteriel dimana alkalosis membuat vasocerebral 
   konstriksi dan asidosis membuat vasodilatasi namun 
   Haper&Bell 1963 membuktikan tidak ada perobahan CBF 
   regional pada anjing-anjing bila PaCO2 dijaga konstant, 
   selama infus dengan bikarbonat dan asam laktat.


Dalam area otak yang terganggu oleh trauma,iskemia, bisa terjadi gangguan autoregulasi dan CO2 reactivity sekaligus hingga CBF benar benar tergantung CPP disebut cerebral vasoparalise.
Bila tekanan perfusi cukup maka aliran darah akan meningkat kedaerah yang hilang autoregulasi dan CO2 reactivity disebut Luxury perfussion.
Tetapi sebaliknya bila terjadi hipotensi akan terjadi iskemia berat dalam waktu yang singkat.


Bila terjadi vasodilatasi umum diotak maka terjadi pencurian CBF dari daerah vasoparalise masuk kedaerah otak yang normal disebut intracerebral steal.
Umpama dalam kondisi hiperkarbi. 
Sebaliknya dalam kondisi hipokarbia (hiperventilasi) atau obat yang membuat vasocerebral konstriksi seperti penthotal maka CBF akan memasuki daerah vasoparalise disebut Inverse Intracerebral steal (fenomena Robinhood mencuri harta orang kaya diberikan ke si miskin).

Oksigen sendiri mempunyai effek vasokonstrisi cerebrovascular. Bila PaO2 menurun sedangkan PaCO2 tetap, CBF tidak terpengaruh sampai PaO2 turun dibawah 50 mmHg atau ada yang melaporkan dibawah 40 mmHg.
Hipoksia menyebabkan penumpukan asam metabolit dalam ECF yang mengelilingi arteriole cerebral dan bisa menyebabkan vasodilatasi namun alkalosis pada ECF oleh karena hiperoksia tidak akan menyebabkan vasokonstriksi cerebral. PaO2 diatas normal akan menurunkan CBF karena pada saat yang sama terjadi penurunan PaCO2. Tetapi PaO2 disarankan tidak melebihi 200 mmhg pada operasi otak.

b.Kontrol neurologik:
Sokoloff & Ketty 1960 meneliti tak ada pengaruh langsung autonomic nervus system(ANS) pada pembuluh darah otak begitupun peneliti lain mengatakan ada pengaruhnya tetapi tak lebih dari 5-10%. Dimana perangsangan simpatis menyebabkan vasokonstriksi sementara perangsangan parasimpatis menyebabkan vasodilatasi.

c.Tekanan intra kranial (ICP)
   Pada kenaikan ICP mencapai 500 mmH2O tidak akan 
   merubah CBF oleh kenaikan yang sama tekanan arteriel 
   tetapi diatas level ini terjadi penurunan CBF yang drastis.

d Viskositas darah:
   Polisitemia akan menurunkan CBF sampai 50% sebaliknya 
   anemia gravis malah CBF sangat meninggi.Dehidrasi 
   dengan Ht meningkat CBF akan menurun sementara 
   hemodilusi hipervolemi CBF meningkat.

e.Temperatur
    Menurut penelitian(Rosomoff dan Holaday 1954) dan 
    (Kleinerman & Hopkins 1955) anjing-anjing yang suhu 
    tubuhnya turun maka CBF maupun Cerebra Metabolic 
    Rate (CMR) akan menurun.
    Menurut Rosomoff 1956 setiap penurunan suhu tubuh 
    satu derajat akan menurunkan 6-7% CBF.
    Pada suhu 28 derajat celcius penurunan CBF sebesar 50%. 
    Kleinerman dan Hopkins melaporkan bahwa pada suhu 
    antara 22-27 derajat Celcius penurunan CBF melampaui 
    penurunan CMRO2.
    Akan tetapi Rosomoff dan Holaday anjing-anjing yang   
    diturunkan suhunya sampai 26 C terjadi penurunan 
    paralel CBF dan CMRO2. Dalam praktek klinis ini sangat 
    luas dan berhasil dipakai untuk mencegah kerusakan otak 
    selama prosedur operasi tertentu.
    Karena hipotermi yang berat sampai 29 derajat C saja 
    banyak menimbulkan efek samping maka saat ini 
    disarankan menurunkan sekitar 2-3 derajat saja sudah 
    cukup memberi proteksi otak. Bagaimana hipotermi bisa 
    mengurangi akibat iskemia cerebri masih belum jelas 
    diduga disamping menurunkan CMR adanya perubahan 
    sintese protein, permeabelitas BBB dan ion reaksi radikal 
    bebas dan membran lipid dan lain-lain. 
    Sebaliknya kenaikan suhu tubuh tidak menaikkan CBF.


Pengaruh obat-obatan :
Semua obat anestesi inhalasi menaikkan CBF termasuk N2O dan semua obat anestesi intra vena menurunkan CBF kecuali ketamin.
Halothan meningkatkan CBF 3x Isoflurane, bersama N2O bisa meningkatkan CBF 300%. Kontra indikasi pada cedera kepala berat tak disarankan pada bedah saraf.
Enflurane meningkatkan CBF kurang karena adanya penurunan tekanan darah pada konsentrasi klinis akan meningkatkan CBV. Dan bisa membuat kejang pada dosis sedang sehingga CBF meningkat tinggi diatas normal.
Isoflurane konsentrasi 0,5% CBF menurun tetapi pada konsentrasi 0,95% CBF meningkat.
Sevoflurane kurang menaikkan CBF dibandingkan isoflurane baik untuk neuroanesthesia.
N20 konsentrasi 60% yang menyebabkan amnesia bisa menaikkan CBF 100% yang aneh perubahan CBF bagian anterior meningkat tetapi posterior menurun.


Obat-obat intra vena seperti barbiturat,ethomidat,propofol
midazolam semuanya menurunkan CBF,sedangkan morfin,
fentanil,alfentanil,sufentanil tidak merubah CBF tetapi ketamin sangat menaikkan CBF, sampai 60-80%.
Ini dapat dicounter oleh skopolamin tetapi diperkuat oleh physostigmin tidak direkomendasikan pada neuroanestesia, dengan ICP yang tinggi kalau pemberian dosis tinggi dan tunggal. Tetapi bila dosis <2 mg/kg bersama barbiturat atau diazepam propofol dengan hiperventilasi bisa menurunkan ICP (Kohrs,Durieux) dan Albenese et all dengan pre treat propofol dan hyperventilasi,ketamin dosis 1,5-3,5 mg/kg bisa menurunkan ICP.
Peningkatan ICP bisa dikurangi dengan hipokapnia dan penthotal,terpilih untuk bedah saraf.
Dexmedetomidine tergantung dosis bisa menurunkan CBF 45% dan bahkan menghambat efek dilatasi vasocerebral oleh karena hiperkapnia,hipoksia,iso dan sevoflurane. 
Merupakan selektif alpha-adrenoreceptor agonist mempunyai efek sedasi,anxiolitik tak mendepressi pernafasan dan hemodinamik serta analgesik baik untuk durante atau post anestesi.
Lidokain dosis sedang bisa menurunkan CBF dan CMRO2.
Vecuronium paling sedikit meningkatkan CBF dan ICP dibandingkan pelemas otot yang lain direkomendaskan untuk neuro anestesia.
Succinilkolin merupakan vasoldilator cerebral yang kuat sehingga meningkatkan CBF dan ICP tak disarankan untuk fasilitas intubasi walaupun diberi nondepolirizing sebelumnya karena peningkatan ICP bukan karena fassikulasi dan tak bisa dikurangi dengan penthotal dan hiperventilasi sebagai alternatif bisa digunakan rokuronium. 
Mirip vecuronium cuma onset cepat.


Ringkasan :
Telah dibicarakan anatomi Circulus Arteriosus Willesi yang dapat mempertahankan sirkulasi otak dalam perubahan posisi kepala dan dalam keadaan tertentu.


Adanya mekanisme autoregulasi cerebral yang dapat mempertahankan CBF dalam batas normal dalam menghadapi perubahan tekanan perfusi cerebral.


Telah dibicarakan pula faktor-faktor yang mempengaruhi CBF yang semuanya penting dalam menentukan policy anestesi pada pembedahan otak.

Kepustakaan :
1.Adriani John MD;The Pharmacology of Anesthetitcs Drugs,5th ed,Charles C Thomas Publisher,Springfield,Illionis, USA.

2. Bell GH Emslie S;Text Book of Physiology and Biochemistry,9th ed, The English Language Book Society and Churchill Livingstone,1976.

3. Ganong MD,Willy;Review of Radical Physiology,Lange Medical Publication,California 1965.

4. Snow JC; Manual of Anesthesia ,1st ed, Little Brown and Company,Boston 1984.

5. Willy WD,Churchill A Practice of Anesthesia ,4th ed, Saundres Company,llondon 1979.

6. Bisri,T,Himendra A: Neuro fisiologi  dan neurofarmakologi dalam Diktat Neuro Anestesi, ed 2 ,1997.

7. Goudzien,karamanian Physiology for the Anesthesiologist ,Appleton Century Crofts,Newyork 1977.

8. Neurofarmakology in Participants Book,Course of NACC version 2010.

0 comments:

Post a Comment

T E R B A R U

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...