Tuesday, September 6, 2011

Syok Septik (BAGIAN 2)

Bookmark and Share

PEMANTAUAN :
Hemodinamik dan Oksigenasi jaringan :
Tekanan darah tidak bisa digunakan untuk menilai derajat syok terutama syok septik apalagi tekanan darah tidak memberi gambaran perfusi jaringan dimana pelepasan katekol amin pada syok sehingga tekanan darah dipertahankan normal walaupun hipovolemia, namun turunnya tekannan darah adalah tanda yang jelek apalagi disertai dengan takikardi >120x/menit biasanya karena hipovolemik. 

Pemantauan tekanan darah pada syok septik sebaiknya pengukuran langsung lewat kateter intra arterial lebih
akurat dibandingkan dengan cara tak langung dimana terjadi vasokonstriksi selama syok mempengaruhi hasil teraan dan sekalian untuk pengambilan sample darah arteri guna pemeriksaan analisa gas darah.

Namun nilai tekanan darah arteri yang cukup tidak meng
gambarkan curah jantung yang cukup karena bisa saja karena vasokonstriksi yang hebat. 

Pemantauan hemodinamik sentral langkah yang paling tepat apakah CVP atau PAWP. 

CVP berguna tapi terbatas, hanya menggambarkan tekanan rata-rata atrium kanan, yang merefleksikan tekanan akhir diastolik ventrikel kanan atau preload venrikel kanan, bila tidak ada hipertensi pulmonal maka preload ventrikel kiri dan kanan sama walaupun nilai absolut berbeda. 

Namun adanya hipertensi pulmonal,tension pneumothorak
kardiak tamponade,kelainan klep jantung,intracardiac shunt, maka CVP tidak digunakan untuk menilai volume intravaskular(preload ventrikel kiri). 

Dengan demikian kalau CVP rendah berarti volume intra
vaskular rendah namun kalau CVP normal atau tinggi interpretasi volume intravaskular sulit.

Infus yang cepat lewat kateter CVP dapat mendistorsi tekanan diujung kateter sehingga nilai CVP jadi tinggi. 

Untuk syok sepsis lebih akurat menggunakan kateter arteri pulmonalis, sekaligus dapat menilai tekanan atrium dan ventrikel kanan ketika melewati kamar ini dan menilai
tekanan arteri pulonal(PAP) serta tekanan arteri pulmonal waktu ditutup (PAOP)(Pulmonal artery occlusion pressure) yang menggambarkan tekanan atrium kiri dan sekalian tekanan pengisian ventrikel kiri akhir diastolik) yang merupakan preload ventrikel kiri.

Kateter PA bisa digunakan untuk menilai kardiak output dengan tehnik thermodilusi dan penilaian  mixed venous oxyhaemoglobine saturation (SVO2). 

Penurunan delivery oksigen (DO2) apakah oleh karena menurun kardiak output atau saturasi O2 menyebabkan penurunan SVO2.

DO2 ditentukan oleh oksigen content dalam darah arteri (CaO2) dan CO. CaO2 ditentukan oleh saturasi oksigen dalam darah arteri(SaO2) dan Hb.

CaO2 =( Hb x 1,34 x SaO2) +(PaO2 x 0,0031)
DO2  =  CaO2 x CO x 10(dikali 10 karena CO dalam Liter
sedangkan CaO2 per 100 cc).

Biarpun Hb turun 1/3 kalau volume plasma normal dan kontraksi jantung baik maka dikompensasi dengan naiknya CO tiga kali lipat sehingga DO2 tetap.
            
VO2 adalah oksigen konsumsi dipakai sebagai petunjuk cukupnya oksigenasi jaringan.

VO2 = CO x (CaO2-CvO2)x10    normal = 180-280 ml/menit.
CvO2= (Hb x 1,34x SvO2)+ (0,0031xPvO2)----> SvO2 normal=65-75%
O2 extracton ratio(O2ER)= VO2/DO2x100 ----> O2ER normal = 25-30%
            
Kriteria hipoksia jaringan pasien kritis :
1. Konsentrasi laktat darah meningkat,dengan asidosis 
    metabolik
2. SvO2 rendah < 60-65%
3. O2ER tinggi  > 35-40%
4. DO2 rendah < 8-10 ml/menit terjadi hipoksia jaringan

Peningkatan extraksi oksigen karena aliran darah lambat sebaliknya menurun bila aliran darah terlalu cepat sehingga tak sempat diextraksi.
              
Nilai normal yang diperoleh dari  kateter PA :
        Nilai                                                 Normal range
 ------------------------------------------------------------------------------------
         RAP(CVP)                                             2-8   mmHg
         RVP                                                     Sistolik 20-30mmHg, diastolik<RAP
         PAP                                                     Sistolik 20-30mmHg diastolik 5-15
         PAOP                                                   2-12 mmHg harus < diastolik PAP
         CO                                                      4-6 l/menit, dewasa     
         SvO2                                                   65-75 %
---------------------------------------------------------------------------------

Sistemik vascular resistance bisa dihitung berdasarkan rumus :
                             MAP - CVP
                          SVR      = -------------x 80 = 800-1200 dyne/cm/sec5
                                            CO

MAP langsung dari arteri lines atau tekanan diastolik + 1/3 (Sistolik-Diastolik). Kontaktilitas myokardial dinilai paling baik dengan melihat gerakan dinding myokard dan memperkirakan fraksi ejeksi dengan ekokardiografi dua dimensi(baik transtorakik maupun transoesofageal)

TERAPI:
Langkah pertama adalah supportif diperioritaskan life saving  dan selanjutnya terapi kausal.
Bila kondisi memburuk respirasi maupun sirkulasi langsung resusitasi jantung paru. 
Bila masalah sirkulasi, langsung bikin posisi syok kaki ditinggikan 30 derajat,tindakan ini sama dengan auto transfusi satu liter darah.
Restorasi volume intra vaskular dengan ekpansi volume, infus cepat mulai dengan kristaloid isotonik. 
Penilaian preload ventrikel kiri dengan kateter PA lebih akurat. Aturan 7 dan 3 seperti yang dianjurkan Dr.Max Harry Weil  dari University of Southern California. 
Bila pemberian cairan tantangan (chalange test) mengubah PAWP <3mmHg bisa diberikan lagi cairan tantangan tetapi bila peningkatan PAWP > 7mmHg maka jangan diberikan lagi cairan tantangan, bila peningkatan antara 2-7 mmHg maka tunggu 10 menit, untuk melihat apakah tekanan pengisisan menurun. 
Bila penambahan cairan menaikkan PAWP tetapi tanpa peningkatan curah jantung, sebaiknya jangan teruskan memberi cairan lagi. Dianjurkan untuk mempertahankan PAWP <= 15 mmHg, MAP > 60 mmHg dan produksi urine 0,5 cc/kgBB/jam.

Bila resusitasi cairan sudah cukup namun tetap hipotensi mungkin diperlukan vasopressor maupun inotropik. Kalau MAP diatas 60 mmHg maka inotropik adalah pilihan. Bisa diberikan dobutamin (5-20 mikrogram/kg/menit atau 
Dopamin (5-10 mikrog/kg permenit) untuk menaikkan kardiak output dan tekanan darah dan dititrasi untuk perfusi organ yang adekuat.

Bila MAP dibawah 60 mmHg diperlukan vasopressor terapi, indikasinya kalau CO dan tekanan darah sangat turun serta SVR rendah.

Bisa diberikan  nor epinefrin 0,01-0,10 mikrog/kg/menit mulai 0,05 mikrog/menit. Nor epinefrin menaikkan tekanan darah dengan menstimulasi reseptor alfa 1 menaikkan SVR dan reseptor beta 1 meningkatkan CO dan efek pada pembuluh renal tergantung pada tekanan darah sistemik. 

Pada pasien sepsis bisa menaikkan GFR dan diuresis.

Untuk kombinasi inotropik dan vasopressor, dopamin biasanya dimulai 5 mikro/kg/mnt dan jika perlu ditingkat 
kan sampai 15-20 mikro/kg/mnt namun jika pasien tetap hipotensi nor epinefrin bisa ditambahkan dan dopamin diturunkan sampai dosis rendah(2-3 mikro/kg/menit) untuk mempertahankan perfusi renal dan splancnik.
         
Bila tekanan darah cukup tetapi tanda kurang perfusi masih ada(oliguri, perubahan status mental atau laktat asidosis) tambahan resusitasi cairan biasanya diperlukan. 

Dukungan inotropik (dobutamin) diberikan hanya kalau preload cukup. 

Pada keadaan hipodinamik (cold shock) terjadi vasokons
triksi yang hebat, bila tak respons dengan pemberian 
volume dianjurkan pemakaian vasodilator (nitrogliserin) atau nitropruside maupun hidralazine.
         
Pertanyaannya apakah koloid atau kristaloid yang dipilih dalam kondisi sepsis ?

Dalam kondisi kebocoran kapiler dimana cairan intravasku
lar bergeser ke ruang interstitial maka yang pro koloid mengatakan koloid dapat mempertahankan tekanan osmotik koloid plasma sehingga penumpukan cairan dalam ruangan interstitial bisa dikurangi. 

Sedangkan cairan kristaloid malah sebaliknya sehingga resiko edema paru besar.

Yang pro kristaloid beralasan bahwa dalam kondisi kapiler yang sudah bocor biarpun albumin atau koloid tetap keluar terperangkap dalam ruangan interstitial sehingga resiko edema paru tak bisa dicegah disamping harganya mahal dan reaksi anapilaktoid. 

Hauser cs menemukan kelompok pasien kritis yang menda
pat koloid tidak terjadi odem paru atau terperangkapnya albumin dan perbaikan hemodinamik yang lebih baik dibandingkan yang mendapat cairan kristaloid ditemukan fungsi paru yang memburuk dan perbaikan hemodinamik yang cukupan.

Apel dan Shoemaker juga menemukan adanya perbaikan yang lebih baik hemodinamik dan DO2(delivery oksigen) pada kelompok koloid dibandingkan kelompok kristaloid. 

Apakah albumin atau koloid sintetik yang lebih baik pada pasien kritis ?

Yang pro albumin memilih albumin karena kemampuannya mengekspansi volume intra vaskular dan mempertahankan tekanan onkotik karena albumin dalam keadaan normal adalah protein utama penentu tekanan onkotik plasma.

Kelompok lain meneliti tidak berbeda dengan koloid sintetik dalam mempertahankan hemodinamik, mengekspansi intravaskular dan meningkatkan tekanan onkotik plasma.

Tetapi pada hipoalbuminemia, biarpun lebih mahal tetap lebih terpilih apalagi obat-obat yang terikat albumin akan meningkat kadarnya dalam bentuk bebas sehingga resiko toksis yang lebih besar.
         
Bila koloid yang dipilih koloid yang mana?

Sediaan kanji hidroksietil molekul sedang dan besar memberikan efek plasma volume dan DO2 lebih besar dan bertahan lama daripada koloid lain,disamping mempunyai efek menyumpal (sealing effect) pada kebocoran kapiler sehingga bermanfaat pada pasien sepsis dengan gagal organ atau masih mengancam untuk mencegah kebocoran kapiler dan odema jaringan.

Hidroksietil starch (HES 200/0,5) 6% (molekul sedang) menetap dalam sirkulasi 4-8 jam dan (HES 450/0,7) 6% (molekul besar) bertahan dalam sirkulasi (8-12) jam, dapat memperbaiki DO2, VO2(konsumsi O2) dan CI(Cardiac Index) pada pasien kritis sepsis, trauma maupun ARDS. 

Kecukupan oksigenasi jaringan sulit dinilai tanpa menghu
bungkan DO2 dan VO2 terutama pada syok septik dapat terjadi hipoksia jaringan walaupun aliran darah, tekanan dan oksigenasi sistemik normal.

Dilaporkan bahwa peluang untuk hidup pasien syok septik lebih besar kalau curah jantung dan VO2 diatas normal.

Dalam kondisi hipoksemia penghantaran oksigen hendaknya dimaksimalkan dengan mempertahankan kadar Hb normal
(12-14)g% dengan transfusi dan tekanan pengisian ventrikel kiri yang cukup agar kardiak output normal atau tinggi.Perlu diingat rembesan cairan kedalam interstium paru dan alveolus yang mengganggu difusi dengan akibat hipoksemia haruslah dikurangi cairannya dengan memindahkan cairan interstitial kedalam intravaskular dengan hukum Starling yaitu menurunkan tekanan hirostatika atau menaikkan tekanan osmotik koloid plasma.

Prinsipnya ruangan intravaskular terisi adekuat dan pasien tidak dehidrasi. 

Dengan pemberian diuretika sambil mengevaluasi gas darah arteri sebelum dan sesudah pemberian, bila ada perbaikan oksigenasi arteri maka pemberian diuretika bisa diulangi sampai tidak ada respons.
         
Menurut Schumer steroid dosis tinggi (metilprednisolon 30mg/kg atau dexametason (6 mg/kg) dapat meningkat survival rate pasien syok septik. Sprung Cs meneliti, steroid dosis tinggi dapat memperbaiki syok septik dini.
         
Diduga stroid mempunyai efek inotropik terhadap jantung dan mild alpha adrenergic blocker dengan demikian memperbaiki  perfusi jaringan, stabilisasi membran mitokonria dan mengurangi pelepasan enzim lisozom.

Peneliti lain menganjurkan pemberian steroid kalau ada insufisiensi adrenal itupun dengan dosis rendah. 
Ini semua masih kontroversil termasuk pemberian prostaglandin, indometasin, nalokson dan fibronectin.                                                

Yang tidak kurang pentingnya adalah penanganan penyulit seperti koagulopati, perdarahan gastrointestinal dan gagal organ serta pembedahan membuang sumber infeksi dan lakukan continous renal replacement therapy(CRRT) sedini mungkin.

Yang terakhir namun paling penting adalah pemilihan antibiotika yang tepat dan diberikan sedini mungkin. 

Pemilihan antibiotika yang tepat tergantung tempat infeksi yang diduga dan adanya penyakit yang bersamaan seperti diabetes, gagal ginjal, kehamilan dan alergi obat-obatan.

Tempat infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis urutannya adalah traktus urinaria,digestivus dan respiratorius diikuti kulit dan jaringan lunak.

Bila sumber infeksi pada pemeriksaan permulaan tidak jelas, maka kemungkinan paru atau abdomen sedangkan kuman yang paling sering menyebabkan sepsis urutannya esscheria coli, klebsiela, enterobacter dan pseudomonas aeruginosa.

Hasil kultur dan sensitivity test dianjurkan untuk pemilhan antibiotika namun kultur tidak tersedia maka bisa berdasarkan suspek tempat infeksi dimana bisa diduga kuman yang paling sering sebagai kausanya umpama infeksi traktus urinaria adalah escheria coli yang paling sering tetapi 20-30% escheria coli resisten terhadap ampicillin maka option antibiotika adalah cephalosporin generasi ke-3, quinolone, trimethoprim(sulfamethoxazole) atau aztreonam.

Infeksi intra abdominal biasanya polymicrobial melibatkan aerob maupun anaerob, kombinasi antibiotika lebih dianjurkan seperti clyndamicin atau metronidazol + aztreonam atau amphicillin+ metronidazole + aztreonam atau cephalosporin generasi kedua(cefoxitin,cefotetan) + aminoglikoside tetapi tak direkomendasikan pada koagulopati yang berat. 

Infeksi traktus respiratorius yang paling sering pneumonia oleh streptococcus pneumonia dan haemophilus influenzae, eritromicin adalah antibiotic of choice.

Bila curiga gabungan keduanya berikan eritromisin dan cephalosporin generasi 2 at 3. 

Infeksi kulit (cellulitis ) paling sering oleh sebab staphylo
coccus aereus atau streptococcus beta hemolitikus. 

Pada luka terinfeksi biasanya clostridium perfringens, pada cellulitis facial atau orbital adalah hemofilus influenza, maka antibiotika terpilih adalah cefazolin, nafcilin, vancomisin atau penicillin G (untuk clostridium perfringens atau beta hemolitycus streptococcus).

Infeksi CNS seperti meningitis biasanya disebabkan streptococcus pneumonia atau Nisseria meningitidis tampaknya cefotaxime atau ceftriaxone bisa digunakan. 

Encefalitis biasanya kebanyakan disebabkan virus berikan acyclovir atau valcyclovir. 

Abscess otak bisa disebabkan oleh polimikrobial  areobic dan anaerobic streptococcus, stapilokokus dan bakteri gram negatif, terpilih penicillin, metronidazole dan cephalosporin generasi ke-3.

Infeksi jamur selalu dicurigai adanya faktor predisposisi luka bakar berat, malignancy, terapi antibiotika, transplantasi, neutropenia, endopthalmitis, CVP, biasanya disebabkan candida albicans obat terpilih adalah metronidazole atau vancomycin.

Bila syok telah terkendali ,hemodinamik baik dan stabil pertimbangkan pemberian nutrisi dimana kebutuhan kalori 30-35 kcal/hari setiap kenaikan suhu 1 derajat ditambah 12% untuk mengimbangi proses katabolisme tinggi pada sepsis. Kebutuhan nitrogen minimal 0,095 g/kg/hari, untuk mencapai balans nigrogen positif maka kalori harus tinggi dan rasio nitrogen kalori minimal 1:200.

Sumber karbohidrat (KH) karena penderita sepsis resisten insulin untuk mencegah hiperglikemia sebaiknya pemberian glukose maksimal 200 g/hari. Mungkin fruktose lebih baik karena insulin independen, lebih cepat dimetabolisir dihati mempunyai nitrogen sparing effek lebih baik dari pada glukosa. Namun tidak sepenuhnya insulin independen karena untuk merubah fruktosa jadi glukosa masih butuh insulin, kalau diberikan secara cepat dan konsentrasi >5% bisa menimbulkan asidosis laktat.

Pilihan lain adalah gula alkohol (sorbitol, xylitol) dengan pemberian yang tidak terlalu cepat dan tak>5% bisa dicegah terjadinya asidosis laktat juga insulin independen. 

Perlu pemberian insulin untuk mengontrol kadar gula dengan ketat (80-110)mg%. 

Lemak sebagai sumber kalori terbesar untuk keutuhan dinding sel, tanpa sparing efek dengan protein memerlukan kombinasi dengan KH yang optimal, 30-40% dari total kalori. 

Diberikan 1,5-2g/kg/hari cukup 2x seminggu, kalau terlalu banyak menimbulkan emulsi dalam plasma.

Sumber nitrogen, yang baik asam amino bentuk L, asam amino bercabang diberikan dalam komposisi yang lebih banyak, diberikan bersamaan KH minimal ratio 1:200. 

Pada sepsis perlu balans nitrogen positip untuk sintese protein jaringan dan enzim.

Tetapi pada kondisi katabolisme yang tinggi protein dibatasi 40 gram/hari. 

Pada pasien gagal ginjal diberikan protein rendah dan kalori tinggi. 

Pemberian vitamin perlu untuk katalisator dalam metabo 
lisme. Pada sepsis yang berat berikan recombinant activa
ted protein C. 

Turunkan demam dengan selimut hipotermi sebesar 5-10 derajat C dikombinasi dengan chloorpromazin atau salisilat dengan central anti piretik, juga menghambat pelepasan plasma kinin dan menimbulkan keringat.

RINGKASAN :

Syok septik, prognosenya jelek pencegahannya lebih diutamakan. Sumber infeksi yang paling sering menimbulkan sepsis adalah traktus urinaria, digestivus, respiratorius, diikuti kulit dan soft tissue. 

Kuman yang paling sering menimbulkan sepsis adalah escheria coli, klebsiella, dan pseudomonas aeruginosa.

Demam paling sering merupakan gejala sistemik yang ditimbulkan oleh infeksi, walaupun kadang kala normal bahkan hipotermi terutama pada orang tua, uremia, alkoholisme dan gagal hepar. 

Gangguan kogulasi yang paling sering pada sepsis adalah thrombositopenia.
         
Oksigenasi jaringan yang adekuat adalah tujuan utama terapi syok dengan meningkatkan DO2 dan VO2 dengan meningkatkan CO dan CaO2. Peningkatan CO dengan meningkatkan kontraktilitas jantung dengan obat inotropik bila MAP diatas 60 mmHg dan preload ventrikel kiri dengan volume cairan yang cukup.

Peningkatan CaO2 dengan meningkatkan Hb dan SaO2 serta PaO2. Penilaian preload ventrikel kiri dipantau dengan kateter PA dimana bisa dinilai juga CO dan SvO2 (mixed venous oxygen saturation) untuk menilai oksigenasi jaringan.
         
Cairan HES tampaknya cukup baik pada kebocoran kapiler karena punya seal effect. Antibiotika  sebaiknya diberikan setelah diketahui hasil kultur dan sensitivity test. Dalam kondisi tidak ada fasilitas bisa diberikan antibiotika berdasarkan lokalisasi infeksi dengan kuman paling sering penyebabnya.
         
Terapi membuang sumber infeksi seperti pembedahan, drainage, mengganti kateter vena, arteri, sonde lambung  dan lain-lain sangat menunjang keberhasilan terapi.
Yang paling utama adalah life saving dengan mengendalikan hemodinamik dan respirasi.

Rujukan : Faked

1. Zimmermann L.J,Taylor R Cs: Life threatening infections;
    in Fundamental Critical Syllabus, USA, 1996
      
2. Basic Hemodynamic monitoring. Fundamental Care 
    Critical  Syllabus,USA 1996.
      
3. Diagnosis and Management of Shock, FCCS, USA 1996.
      
4. Brown, BE, Cs; Shock A physiologic Basis Treatment, Year 
    Book Medical Publishers Inc, Chicago.1972.
      
5. Sunatrio S; Resusitasi Cairan, Media  Aesculapius, Faked 
    UI, 2000.
      
6. Sumartomo T; Syokseptik Permasalahan dan 
    Penanganannya, Simposium Shock   Surabaya 1990.

7. Leksana E; SIRS, SEPSIS, Keseimbangan asam basa;Faked Undip, 2006.

0 comments:

Post a Comment

T E R B A R U

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...