CRANIOPARINGIOMA
Evaluasi preoperatif termasuk pemeriksaan:
CTscan,MRI,neurooptamologi,neuroendokrinologi dan neuropsikologi.(6)
Frekuensinya 3% dari seluruh tumor intrakranial,6-9% dari tumor pediatri, dan 50% dari tumor yang menempati area sella-chiasmic.
Tumor non glial yang paling sering pada anak terutama anak umur 5-10 tahun, distribusi sex sama pada laki-laki dan perempuan.(5)
Cranioparingioma menyebabkan kerusakan progressif neurologik dan kematian karena terlibatnya struktur suprasellar termasuk hipopisa,hipotalamus dan nervus optikus.(4,6)
Gejala yang timbul tergantung lokasi tumor.
Gejala yang timbul tergantung lokasi tumor.
Bila pada suprasellar menyebabkan sakit kepala dan gangguan endokrin. Tumor retrochiasmatic menimbulkan obstruktif hidrosepalus,hipertensi intrakranial, odem papil dan tumor prechiasmatic menurunkan ketajaman visual
dan atropi optik.(6)
dan atropi optik.(6)
Evaluasi preoperatif termasuk pemeriksaan:
CTscan,MRI,neurooptamologi,neuroendokrinologi dan neuropsikologi.(6)
Anak bisa denga hipotiroidism,defisiensi growth hormon & kortikotropin atau diabetes insipidus yang memerlukan pergantian hormon kortikosteroid dan hormon tiroid sebelum operasi.(4,6)
Diabetes insipidus jarang timbul sebelum operasi tetapi beberapa jam sesudah operasi dengan poliuri yang hebat menyebabkan hipovolemia,hipernatremia,hiperosmolality dan osmolalitas urine<200 mosm.(4)
Diuresis diganti dengan cairan intravena sedangkan keseimbangan elektrolit,kadar gula darah dan osmolalitas harus dipertahankan.
Vasopressin diberikan dalam bentuk desmopressin 0,05-0,3 mg/kg/hari intranasal,tetapi bila diberi via intravena dosisnya 1/10 dosis intranasal, seharusnya diberikan saat stadium awal diabetes insipidus(4).
Hidrosepalus dengan ICP yang tinggi kadang terjadi dan memerlukan ventrikulostomi.
Vasopressin diberikan dalam bentuk desmopressin 0,05-0,3 mg/kg/hari intranasal,tetapi bila diberi via intravena dosisnya 1/10 dosis intranasal, seharusnya diberikan saat stadium awal diabetes insipidus(4).
Hidrosepalus dengan ICP yang tinggi kadang terjadi dan memerlukan ventrikulostomi.
Pengangkatan tumor merupakan pengobatan terpilih
dilakukan pada 65% kasus. Akan tetapi selalu disertai insidens yang buruk diantaranya iskemia sekunder akibat kerusakan vaskular otak dan bisa mengganggu perfusi otak pada awal post operatif dan problem jangka panjang termasuk disfungsi lobus frontalis dan late onset epilepsy(5).
dilakukan pada 65% kasus. Akan tetapi selalu disertai insidens yang buruk diantaranya iskemia sekunder akibat kerusakan vaskular otak dan bisa mengganggu perfusi otak pada awal post operatif dan problem jangka panjang termasuk disfungsi lobus frontalis dan late onset epilepsy(5).
Pengangkatan tumor via craniotomi frontalis dan biasanya tehnik pembedahan mikroskopik dan berlangsung lama sedangkan pengelolaan anestesi sama dengan operasi tumor supratentorial.
Komplikasi post operatif antara lain kejang, diabetes insipidus dan hipotermia karena injuri pusat thermoregula
tor pada hipotalamus.(5)
Komplikasi post operatif antara lain kejang, diabetes insipidus dan hipotermia karena injuri pusat thermoregula
tor pada hipotalamus.(5)
Kadar glukosa harus dipantau secara cermat.
Pemberian cairan disamping kebutuhan pemeliharaan ditambah 75% kehilangan urine/jam sebelumnya, berpedoman pada serum elektrolit.
Propilaktis anti kejang disarankan karena bisa terjadi kejang post operasi sebaiknya pasien dirawat di ICU.(4)
ANOMALI SEREBROVASKULAR :
Aneurisma arteri jarang pada anak tetapi arteriovenous
malformation(AVM) sering tidak terdeteksi sampai umur 40-50 tahun dan hanya 18% muncul dibawah umur 15 tahun, bisa kongenital maupun didapat, merupakan tantangan buat neuroanestesiologist terutama bayi dan anak.(4,5)
Insidens yang lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan sindrom angioplastik (Osler-Weber-Rondu syndrome,heredi
tary hemorrhage telangiectasi,Wyber-Mason syndrome).(6)
Aneurisma dan AVM bawaan merupakan perkembangan abnormal dari jaringan kapiller arteriole menghubungkan sistem arteri dan vena.
Aliran darah melalui sirkuit arteriokapiler dengan resisten si rendah menyebabkan distensi dan dilatasi seluruh sistem vena diotak dan kranium secara progressif.
Beberapa anomali vaskular spesifik pada arteri cerebral
posterior dan vena besar dari Galen biasanya muncul pada periode newborn dengan CHF.
Dilatasi sakular vena Galen mungkin bersamaan dengan hidrosepalus karena obstruksi aquaductus Sylvius.(5)
Lokasi dominan pada anak adalah supratentorial.
Injuri serebral bisa disebabkan salah satu atau lebih: (5)
1.Perdarahan dengan thrombosis dan infark.
2.Kompressi terhadap struktur neural yang berdekatan.
3.Iskemia parenchimal disebabkan oleh pencurian aliran
darah kejaringan bertahanan rendah.
4.CHF dan hipoperfusi
5.Trauma pembedahan dan pengalihan aliran darah.
Pasien AVM bisa membutuhkan embolisasi aliran darah arteri dengan kontrol radiologi,stereotactic radiosurgery sebagai terapi definitif dan klipping pembuluh darah mung
kin dilakukan baik sebagai prosedur satu satunya atau
prosedur lanjutan.(5)
Sasaran ahli anestesi adalah meminimalkan tekanan transmural pada aneurisma untuk mencegah pelebaran atau ruptur aneurisma dimana CPP tetap dipertahankan untuk mencegah iskemia otak.(4)
Pertimbangan spesifik anestesi anak dengan AVM:(4,5)
1.Patofisiologi sebelumnya :
Adakah kenaikan ICP atau bersamaan dengan CHF?
Atau adakah defect bawaan ?
2.Patofisiologi sehubungan umur :
Adakah immaturitas dari sistem organ?
3.Kemungkinan hilang darah yang massif harus diantisipasi
Simptomatologi tergantung umur berapa saat penyakit itu ada.Pada anak yang lebih tua sering bersamaan dengan perdarahan subarachnoid dan intraventrikular.Lebih dari
70% pasien pediatri, AVM sebagai penyebab perdarahan subarachnoid dan 25% gejalanya adalah kejang.(5)
AVM pada neonatus adalah tantangan yang besar sebab sering bersama dengan CHF.
Tahanan rendah AVM menyebabkan overload volume dan gejala gagal jantung kanan, memerlukan inotropik dan intubasi ,ventilasi mekanik sebelum operasi.(4)
Sebagai tambahan monitor rutin,dua kateter intravena ukuran besar terpasang,serta kateter arteri , CVP dan kateter urin penting.
Intervensi pembedahan terhadap satu atau lebih pembuluh darah besar sering menyebabkan emboli udara yang
bermakna untuk itu monitor precordial Doppler adalah essensial.(4)
Prinsip tehnik anestesi ,hindarkan depresi kardiovaskular
dan hipertensi waktu induksi.
Dosis besar pentotal atau propopol,lidokain hindarkan tetapi dosis moderat pentotal,narkotik dan pelemas otot non depolarisasi disarankan serta premedikasi sedatif membantu lancarnya induksi.(4,5)
Pemeliharaan anestesi sama dengan anestesi tumor supratentorial.
Pada pasien AVM lebih disukai normokapni karena hipokapni akan menurunkan CBF kepembuluh darah normal dan menambah aliran ke AVM.(5)
Bila tanpa CHF maka hipotensi terkontrol dapat digunakan saat ligasi AVM, dengan trimethaphan,nitrogliserin dan
nitroprusid.(4,5)
Mempertahankan suhu tubuh normal sangat sulit apalagi transfusi massif diperlukan,untungnya modest hipotermia (34C) dapat memproteksi otak dengan menurunkan CMRO2 tanpa menimbulkan komplikasi post operatif dan bila hipertermia harus diterapi secara agressif.(4)
Vasospamo serebral perlu dideteksi dan dicegah periode post operatif dengan transcranial Doppler sonography dan calcium antagonist sebagai terapi pilihan karena vasospas
mo memperburuk outcome.(5)
Pasien dengan CHF maupun dengan defisit neurologi yang berat sebaiknya tetap tersedasi dan terintubasi dan dira
wat di ICU .
Tak hanya analgetik tetapi terapi antihipertensi diperlu
lukan untuk mencegah kenaikan mendadak tekanan darah yang mencetuskan rebleeding(5).
Pasien aneurisma venous of Galen walaupun jarang tetapi mortalitinya 75% dimana neonatus dengan CHF,makrokra
nia,suara aliran darah terdengar via fontanella anterior dan embolisasi dilakukan sebelum operasi.
Tetapi anak yang lebih tua sering mengeluh seperti migrain tetapi mortalitasnya rendah.(7)
Pengelolaan anestesi termasuk monitoring cardiovaskular yang agressif hindarkan hipotensi dan hipovolemia dan tekanan diastolik yang rendah akan mengganggu perfusi jantung.Saat klipping aneurisma terjadi peningkatan ventrikular afterload secara mendadak dan gagal jantung
memerlukan inoropik dan vasodilator.
N20 dihindarkan karena pengaruh inotropik negatif dan meningkatkan resistensi vaskular pulmonal.(7)
CEDERA KEPALA :
Penyebab morbiditas dan mortalitas terbanyak pada kasus pediatri.
Mortaliti akibat cedera kepala berat pada anak sekitar
9 sampai 38%.(6)
Prognose bergantung pada GCS(Glassgow Coma Scale) dan lamanya koma,untuk anak berumur 3 sampai 11 tahun dengan GCS<8 mortalitas 30% bila diresusitasi lebih awal dirawat secara intensif lebih dari 90% pasien dengan GCS 8 akan pulih dengan baik atau cacat ringan.(6)
Cedera kepala bisa menyebabkan kelainan berupa hematom intrakranial, odema otak dan effek sistemik.(4)
Pada anak lebih sering odem otak diffus daripada hematom intrakranial.
Namun 20-30% cedera kepala anak disertai intrakranial hematom dan 25% adalah epidural hematom yang sering di area parital dan paritotemporal ,disertai sakit kepala yang hebat,lethargi,hemiparesis sampai dilatasi pupil,bila evaku
asi diperlukan haruslah lebih dini.(5)
Cedera kepala berat 20-50% bersamaan trauma diluar kepala seperti leher,dada,abdomen dan extrimitas.
Cedera leher pada anak selalu bersama cedera kepala dan tak menganggu respirasi tetapi hipotensi berat sampai henti jantung.(4)
Perlu dicatat bahwa hipotensi sering terjadi karena hipovolemia akibat perdarahan intra thorax dan abdomen dan harus segera dikoreksi karena sangat krusial menentukan outcome pasien dan status neurologik baru
bisa ditetapkan kalau shock telah diatasi.(4)
Namun laserasi kulit kepala, cukup potensial menimbulkan hipovolemia pada anak dan subdural hematom diffus pada bayi juga bisa hipotensi.
Sering terjadi retensi natrium pada cedera kepala pada anak akibat sekresi abnormal ADH sehingga terjadi dilutional hiponatremia untuk itu lakukan retriksi cairan sebanyak 50% dari kebutuhan normal.
Namun prinsip isovolemi,isoosmolar harus dipertahankan.
Hiperglikemia sering ditemukan hal ini akan memperburuk outcome pasien yang seharusnya normoglikemia.(4)
Kerusakan jaringan otak pada anak bisa juga mengganggu koagulasi oleh sebab pelepasan thromboplastin,aktivasi pathway koagulasi dan penurunan fibrinogen,platelet,
faktor V dan VIII.
Desseminated intravascular coagulation(DIC) dilaporkan terjadi pada sepertiga anak dalam 2 jam setelah cedera otak.Terapi koagulopati dengan mengganti faktor koagu
lasi yang berkaitan.(6)
Neurogenik pulmonari odem(NPO) dilaporkan pada anak dengan lesi fokal pada brainstem didaerah nukleus traktus solitarius disebabkan kenaikan tekanan arteri pulmonal disertai kenaikan permeabilitas kapiler paru.(6)
Diterapi dengan diuretika dan ventilasi tekanan positip dan positve end expiration pressure)(PEEP) sebatas tak menaikkan ICP.
NPO bisa juga terjadi pada injuri cervikal,perdarah
an intraserebral dan subarachnoid,tumor otak terutama lesi brainstem ,kiste koloid dalam ventrikel III,emboli udara serebral,malfungsi shunt ventrikular ,reseksi cerebello pontine tumor dan kejang kejang.(6)
Pembebasan jalan nafas sangat penting untuk mencegah hipoksia namun harus hati hati ,dengan bantuan asisten meluruskan posisi kepala leher diperlukan,untuk menjaga stabilitas servikal, karena kita harus memperlakukan pasien seperti fraktur servikal, sampai dibuktikan tidak ada fraktur servikal.(4)
Fraktur servikal sering pada anak karena ukuran kepala relatif besar,dan otot leher belum sempurna berkembang elastisitas pendukung kepala lebih besar biasanya pada vertebra cervicalis 2 dan 3 selalu bersamaan dengan trauma kepala.
Tehnik anestesia sesuai petunjuk sebelumnya dimana awake intubasi sebaiknya jangan dilakukan,hindarkan hipertensi,hipotensi,batuk,mengejan.
Pentotal baik untuk induksi bila hemodinamik stabil dan etomidat untuk hemodinamik yang labil tetapi ketamin dikontraindikasikan untuk cedera kepala tertutup.(4)
MYELODISPLASIA:
Adalah abnormalitas penyatuan celah neural embrionik
selama bulan pertama gestasi.Kegagalan tabung neural
menutup menghasilkan hernia seperti kantong dari
meningen dan jaringan neural.(4,5,6))
Defect ini termasuk antara lain anencephaly,encephalo
cele, myelomeningococoele dan meningococoele.
Encephalocoele akibat kegagalan penutupan garis tengah
kranium biasanya dioccipital tetapi bisa juga difrontal
dengan prognose lebih baik.
Prognose tergantung derajat herniasi otak yang terjadi
dan terapinya adalah pembedahan.
Spinabifida akibat kegagalan penutupan column vertebra
lis bisa disertai herniasi meningen dan medulla spinalis.
Spinabifida occulta tanpa herniasi meningen dan medulla
spinalis biasanya disertai kelainan kulit seperti nevus dan
rambut didaerah lumbal.
Bila tak dikoreksi bisa menyebabkan gangguan neurologi
dari kantong kemih atau extrimitas inferior ketika anak
bertumbuh,insidennya 10%.
Bila ditemukan nevus dan rambut didaerah lumbal patut
dicurigai spinabifida okulta dan dikonfirmasi dengan MRI.
Spina bifida sistika berupa kantong ditutupi meningen
yang bisa ruptur dan mengeluarkan CSF,20% sebagai
meningococel dan 80% sebagai meningomyelocoele dan
70% didaerah lumbosakral.Lesi saraf bisa sensoris atau
motoris melibatkan kandung kemih dan anus.
Sering disertai kelainan ortopedi(talipes,kiposis,skoliosis)
dan kelainan renal,jantung,visceral dan chromosomal.
Sebanyak 80% bayi dengan kelainan ini disertai obstruktif
hidrosepalus yang sebaiknya dilakukan VP shunt sebelum
operasi.
Karena terbukanya CNS resiko infeksi sangat besar maka
operasi dalam waktu 24-36 jam setelah lahir sangat
membantu mengurang resiko infeksi.Kebanyakan kasus
didiagnose antenatal dan MRI membantu memetakan
lokasinya secara akurat.(4,5,6)
Pertimbangan anestesi:
Kelainan kongenital lain dan defisit neurologi yang
menyertai haruslah diditeksi dan diantisipasi problem
yang ditimbulkannya.
Tujuh puluh lima percent lesi terletak di lumbosakral ,bila
diatas T4 akan menyebabkan paraplegia bila antara L4-S3
mempengaruhi kaki.(5)
Anak dengan cervical encephalocele biasanya dengan
leher pendek dan kaku akan menyulitkan intubasi.
Bayi dengan meningomyelocoele sering hipovolemia
karena evaporasi dari kulit yang defect untuk itu perlu
rehidrasi pre operatif.(4,5)
Bayi diinduksi dalam posisi telentang atau lateral .
Bila myelomeningocele besar maka diberi bantalan busa
dibawah kepala ,bahu,dan kaki untuk melindungi kantong
saraf dari penekanan.(4,5))
Bayi dengan meningocele pada hidung sering terjadi
obstruksi jalan nafas atas dan kesulitan mask ventilasi.(5)
Induksi dilakukan cara standard pentotal dan pelemas
otot beberapa center menganjurkan awake intubasi.
Fiksasi pipa trakeal harus teliti terutama waktu memposi
sikan pasien sering bergeser dan lepas karena sekresi
yang membasahi plester pipa trakea.
Posisi pasien tengkurap, untuk itu dada dan pangkal paha
diganjal untuk membebaskan abdomen terhadap tekanan
untuk mempermudah ventilasi dan paling penting
mengurangi tekanan intraabdominal dan menurunkan
distensi vena untuk mencegah perdarahan hebat dari
plexus epidural.(5)
Dalam melakukan ventilasi mekanik harus hati hati bisa
menimbulkan barotrauma pada bayi dengan paru yang
masih immatur.(5)
Bayi prematur terutama dibawah 32 minggu dan <1500g
resiko tinggi terjadi retinopati,dan injuri paru dengan
terlalu lama menerima oksigen konsentrasi tinggi.(5).
Transfusi jarang diperlukan kecuali meningocele yang
besar.
Hematokriet bayi 50-55% dapat mentolerir hilangnya
darah.(4)
Kebanyakan newborn beresiko apnoe dalam 12 jam perta
ma sesudah anestesia harus dimonitor dengan ketat.(4)
Bayi dengan spinabifida cenderung allergi terhadap latex
hindari pemakaian bahan dari latex.(4)
ANOMALI KRANIUM (SKULL ABNORMALITY):
Anomali tulang kepala yang paling sering ditemui pada
anak adalah craniosynosthesis dan craniofacial dysmor
phism(dimana basis kranii dan sutura facialis juga
terkena). (5,7,9).
CRANIOSYNOSTOSIS:
Adalah akibat fusi sutura kranii yang prematur'
Sutura yang terlibat termasuk korona dextra dan sinistra
(anterior plagiocephaly),metopik(trigonocephaly),sagital
(scaphycephaly),lambdoida dextra dan sinistra(posterior
plagiocephaly),korona bilateral(anterior brachicephaly).
lambdoida bilateral(posterior brachicephaly)(7).
SAGITAL SYNOSTOSIS:
Hampir separoh dari kejadian craniosynostosis diduga pre
disposisi genetik dan pria lebih dominan.
Bentuk kepala lonjong antroposterior(scaphocepahalic),
fontanella anterior mengecil atau hilang.(5)
Kebanyakan perkembangan otak dan pemeriksaan neurolo
gi normal dan biasanya intervensi pembedahan diarahkan
untuk pembebasan sutura yang menyatu pada umur dibawah 6 bulan.(5)
CORONALSYNOSTOSIS:
Meliputi 20% dari seluruh kejadian craniosynostosis bila
unilateral maka kening disisi yang terkena akan mendatar
dan meningginya pinggir orbita ipsilateral sebaliknya kening disisi kontralateral akan menonjol.(5)
Khasnya hidung menyimpang jauh dari sutura yang menyempit.Bilateral coronal synostosis sering bersamaan dengan craniofacial dysmorphism (Apert,Crouzon dan Saethre Chotsen syndrome).
Penyatuan sutura frontoethmoidalis bisa menimbulkan
penyempitan nasal airway(5)
Rekontruksi pada unilateral coronalsynostosis dilakukan di
bawah umur 6 bulan sedangkan pada bilateral synostosis diatas umur 6 bulan,prosedur ini memakan waktu yang lama dan perdarahan yang lebih banyak daripada yang
unilateral.
MULTIPLE SUTURE SYNOSTOSIS:
Kejadiannya 7% dari seluruh kasus craniosynostosis.
Bentuk kepala tergantung pada sutura mana saja yang ter
libat,pada kasus ini diperlukan total rekonstruksi tulang
kepala untuk kosmetik terbaik,dimana posisi pasien teng
kurap dan leher sangat extensi kemungkinan pipa endotra
keal tertarik dan perdarahan yang banyak.(5)
Pertimbangan anestesi:
Termasuk perhatian terhadap :(5,7,9)
1.ICP yang meninggi.
2.Problema airway
3.Hilang darah yang massif.
4.Emboli udara vena.
ad.1.Peninggian ICP berkaitan dengan cepatnya
pertumbuhan otak didalam rongga tengkorak yang
kaku yang bisa terjadi tergantung jumlah sutura yang
terlibat dan berapa cepat problem ini diketahui.(7)
Hidrosepalus ditemukan pada 5-10% pasien dengan
anomali craniofacial mungkin karena stenosis basis
kranii.(7)
Penurunan ICP sangat penting untuk mempermudah
akses intrakranial ke struktur facialis dan mengu
rangi kompressi terutama pada lobus temporalis
yang dapat meneyebabkan odema serebral post ope
ratif hal ini bisa dicapai dengan hiperventilasi dan
osmotik/loop diuretik untuk menurunkan volume
isi intrakranial (6,7)
Induksi anestesi harus mulus,gunakan barbiturat,nar
kotik dan batasi pemakaian inhalasi anestesi.(6)
ad2.Penyempitan nasal airway sering dijumpai padahal
bayi hanya bisa bernafas lewat hidung.
Karena kemungkinan kesulitan intubasi terutama
pada anak dengan anomali facialis dengan man
dibula hipoplasia,leher dan trakea yang immobil,mak
roglossi dan mulut yang sulit dibuka maka sebaiknya
bronchoscope fiberoptik tersedia dan ahli bedah siap
dengan trakeostomi.(5,6).Beberapa anak bisa mento
lerir awake laringoskopi dan fiberoptik intubasi.
Tehnik induksi utama pada kesulitan jalan nafas ada
lah tehnik inhalasi dan assisted ventilasi dapat mem
pertahankan atau mengurangi PaCO2 sehingga bisa
membatasi kenaikan ICP.(5)
Bila bisa dintubasi maka pipa trakea diamankan de
ngan dijahit karena kemungkinan bergeser besar
sekali.Pasien dengan prosedur facial terutama diba
wah orbita sering dengan odem jalan nafas atas
untuk itu sebaiknya pasien tetap terintubasi dan ter
sedasi dan diventilasi selama 24-48 jam post opera
tif dengan subarachnoid drain untuk mengurangi
kebocoran CSF melalui dura sebelum extubasi.(5)
ad3.Walaupun prosedur adalah extradural namun
hilangnya darah bisa massif dan mendadak bila
intervensi pembedahan mengenai sinus venous
mayor.(7)
Kebanyakan operasi craniosynostosis dilakukan pada
bayi berumur antara 2 dan 6 bulan suatu periode
yang bersamaan dengan anemi fisiologi.(5).
Semakin banyak sutura dan semakin tebal tulang
yang direkonstruksi semakin banyak darah yang hi
lang untuk itu cross match darah selalu tersedia di
kamar operasi dan persiapan darah harus ada sebe
lum operasi.Akses intravena harus dijamin lancar
untuk persiapan pergantian cairan/darah dan moni
toring tekanan intra arterial,CVP,produksi urine dan
temperatur otak(timpani dan nasoparing thermistor)
adalah penting.(6)
Bila hilangnya darah sama dengan volume darah efek
tif kemungkinan gangguan pembekuan darah terjadi.
Kehilangan cairan dan elektrolit perlu dievaluasi aki
bat diuresis termasuk SIADH dan diabetes insipidus
karena retraksi otak.(6).
ad4. Ahli anestesi haruslah serius mengamati pasien wak
tu ahli bedah memisahkan sutura yang menyatu dari
sinus sagitalis dimana perdarahan vena yang hebat
dan emboli udara terjadi.Emboli udara vena didetek
si dengan echocardiography dan precordial Doppler
dimana craniectomi pada bayi resiko terjadinya
emboli udara vena sekitar 66-83% yang dapat dimi
nimalisir dengan deteksi dini dengan precordial Dop
pler dan mempertahankan euvolumia.(9)
KEPUSTAKAAN:
1.Smith M Robert: Fundamental differences in Anesthesia
for Infant and Children;4th edition,CV Mosby Company
St Louis,Toronto,London,1980.pp.5-32
2.Steward J David:Outline of Pediatic Anatomy & Physiolo
gy in Relation to Anesthesia in ManualPediatri Anesthe
siology Churchill Livingstone,Newyork,Edinburg and
London,1979 .pp.3-17.
3.Snow C John :Pediatric Anesthesia in Manual of
Anesthesia;Asean Edition,first edit,Little Brown and
Company,Boston,Igaku Shoin Ltd.Tokyo;1997.pp.447-55
4.Yemen A Ferrance:Pediatric Neuroanesthesia ;Stone J
David,Sperry J Richard,Johnson 0 Joul;The Neuroanes
thesia Handbook,Mosby Company,USA,1996.pp.251-73
5.Bissconette B,Amstrong C Derek:Pediatric Neuronaesthe
sia;Albin S Maurice;Textbook of Neuroanesthesia with
Neurosurgical and Neurosciences Perspectives,Mc Graw
Hill USA,1997.pp.1185-1234.
6.Newfield Philippa,Hamid AK Rukaiya:Anesthesia for
Pediatric Neurosurgery; Cottrell E James,Smith S
David;Anesthesia and Neurosurgery;4th edit,Mosby
Inc.USA,2001.pp.501-22.
7.Turner M John,Gilder Fay:Principles of Pediatric
Anesthesia;Matta F Basil,Menon K David;Textbook of
Neuroanesthesia and Critical Care,Greenwich Medical
Media Ltd.Londo 2000.pp.229-38
8.Bisri Tatang :Pediatri Neuroanesthesia ,Bisri T,
Wargadibrata HA Erisurachman;Neuro Anestesia,edisi
2,Faked Unpad,Bandung.1997.pp.187-209
9.Soriano G.Sulpicio,Elredge A Elizabeth,Rockoff A Mark:
Pediatric Neuroanesthesia;Anesthesiology Clinics of
North America;Children's Hospital and Harvard Medical
School,Boston USA;2002.pp.389-404.
10.Hamid A.K Rukaiya,Newfield Philippa:Pediatric Neuro
anesthesia Hidrocephalus:Anesthesiology Clinics of
North America,volume 19,number 2.june2001.pp207-9
Pemberian cairan disamping kebutuhan pemeliharaan ditambah 75% kehilangan urine/jam sebelumnya, berpedoman pada serum elektrolit.
Propilaktis anti kejang disarankan karena bisa terjadi kejang post operasi sebaiknya pasien dirawat di ICU.(4)
ANOMALI SEREBROVASKULAR :
Aneurisma arteri jarang pada anak tetapi arteriovenous
malformation(AVM) sering tidak terdeteksi sampai umur 40-50 tahun dan hanya 18% muncul dibawah umur 15 tahun, bisa kongenital maupun didapat, merupakan tantangan buat neuroanestesiologist terutama bayi dan anak.(4,5)
Insidens yang lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan sindrom angioplastik (Osler-Weber-Rondu syndrome,heredi
tary hemorrhage telangiectasi,Wyber-Mason syndrome).(6)
Aneurisma dan AVM bawaan merupakan perkembangan abnormal dari jaringan kapiller arteriole menghubungkan sistem arteri dan vena.
Aliran darah melalui sirkuit arteriokapiler dengan resisten si rendah menyebabkan distensi dan dilatasi seluruh sistem vena diotak dan kranium secara progressif.
Beberapa anomali vaskular spesifik pada arteri cerebral
posterior dan vena besar dari Galen biasanya muncul pada periode newborn dengan CHF.
Dilatasi sakular vena Galen mungkin bersamaan dengan hidrosepalus karena obstruksi aquaductus Sylvius.(5)
Lokasi dominan pada anak adalah supratentorial.
Injuri serebral bisa disebabkan salah satu atau lebih: (5)
1.Perdarahan dengan thrombosis dan infark.
2.Kompressi terhadap struktur neural yang berdekatan.
3.Iskemia parenchimal disebabkan oleh pencurian aliran
darah kejaringan bertahanan rendah.
4.CHF dan hipoperfusi
5.Trauma pembedahan dan pengalihan aliran darah.
Pasien AVM bisa membutuhkan embolisasi aliran darah arteri dengan kontrol radiologi,stereotactic radiosurgery sebagai terapi definitif dan klipping pembuluh darah mung
kin dilakukan baik sebagai prosedur satu satunya atau
prosedur lanjutan.(5)
Sasaran ahli anestesi adalah meminimalkan tekanan transmural pada aneurisma untuk mencegah pelebaran atau ruptur aneurisma dimana CPP tetap dipertahankan untuk mencegah iskemia otak.(4)
Pertimbangan spesifik anestesi anak dengan AVM:(4,5)
1.Patofisiologi sebelumnya :
Adakah kenaikan ICP atau bersamaan dengan CHF?
Atau adakah defect bawaan ?
2.Patofisiologi sehubungan umur :
Adakah immaturitas dari sistem organ?
3.Kemungkinan hilang darah yang massif harus diantisipasi
Simptomatologi tergantung umur berapa saat penyakit itu ada.Pada anak yang lebih tua sering bersamaan dengan perdarahan subarachnoid dan intraventrikular.Lebih dari
70% pasien pediatri, AVM sebagai penyebab perdarahan subarachnoid dan 25% gejalanya adalah kejang.(5)
AVM pada neonatus adalah tantangan yang besar sebab sering bersama dengan CHF.
Tahanan rendah AVM menyebabkan overload volume dan gejala gagal jantung kanan, memerlukan inotropik dan intubasi ,ventilasi mekanik sebelum operasi.(4)
Sebagai tambahan monitor rutin,dua kateter intravena ukuran besar terpasang,serta kateter arteri , CVP dan kateter urin penting.
Intervensi pembedahan terhadap satu atau lebih pembuluh darah besar sering menyebabkan emboli udara yang
bermakna untuk itu monitor precordial Doppler adalah essensial.(4)
Prinsip tehnik anestesi ,hindarkan depresi kardiovaskular
dan hipertensi waktu induksi.
Dosis besar pentotal atau propopol,lidokain hindarkan tetapi dosis moderat pentotal,narkotik dan pelemas otot non depolarisasi disarankan serta premedikasi sedatif membantu lancarnya induksi.(4,5)
Pemeliharaan anestesi sama dengan anestesi tumor supratentorial.
Pada pasien AVM lebih disukai normokapni karena hipokapni akan menurunkan CBF kepembuluh darah normal dan menambah aliran ke AVM.(5)
Bila tanpa CHF maka hipotensi terkontrol dapat digunakan saat ligasi AVM, dengan trimethaphan,nitrogliserin dan
nitroprusid.(4,5)
Mempertahankan suhu tubuh normal sangat sulit apalagi transfusi massif diperlukan,untungnya modest hipotermia (34C) dapat memproteksi otak dengan menurunkan CMRO2 tanpa menimbulkan komplikasi post operatif dan bila hipertermia harus diterapi secara agressif.(4)
Vasospamo serebral perlu dideteksi dan dicegah periode post operatif dengan transcranial Doppler sonography dan calcium antagonist sebagai terapi pilihan karena vasospas
mo memperburuk outcome.(5)
Pasien dengan CHF maupun dengan defisit neurologi yang berat sebaiknya tetap tersedasi dan terintubasi dan dira
wat di ICU .
Tak hanya analgetik tetapi terapi antihipertensi diperlu
lukan untuk mencegah kenaikan mendadak tekanan darah yang mencetuskan rebleeding(5).
Pasien aneurisma venous of Galen walaupun jarang tetapi mortalitinya 75% dimana neonatus dengan CHF,makrokra
nia,suara aliran darah terdengar via fontanella anterior dan embolisasi dilakukan sebelum operasi.
Tetapi anak yang lebih tua sering mengeluh seperti migrain tetapi mortalitasnya rendah.(7)
Pengelolaan anestesi termasuk monitoring cardiovaskular yang agressif hindarkan hipotensi dan hipovolemia dan tekanan diastolik yang rendah akan mengganggu perfusi jantung.Saat klipping aneurisma terjadi peningkatan ventrikular afterload secara mendadak dan gagal jantung
memerlukan inoropik dan vasodilator.
N20 dihindarkan karena pengaruh inotropik negatif dan meningkatkan resistensi vaskular pulmonal.(7)
CEDERA KEPALA :
Penyebab morbiditas dan mortalitas terbanyak pada kasus pediatri.
Mortaliti akibat cedera kepala berat pada anak sekitar
9 sampai 38%.(6)
Prognose bergantung pada GCS(Glassgow Coma Scale) dan lamanya koma,untuk anak berumur 3 sampai 11 tahun dengan GCS<8 mortalitas 30% bila diresusitasi lebih awal dirawat secara intensif lebih dari 90% pasien dengan GCS 8 akan pulih dengan baik atau cacat ringan.(6)
Cedera kepala bisa menyebabkan kelainan berupa hematom intrakranial, odema otak dan effek sistemik.(4)
Pada anak lebih sering odem otak diffus daripada hematom intrakranial.
Namun 20-30% cedera kepala anak disertai intrakranial hematom dan 25% adalah epidural hematom yang sering di area parital dan paritotemporal ,disertai sakit kepala yang hebat,lethargi,hemiparesis sampai dilatasi pupil,bila evaku
asi diperlukan haruslah lebih dini.(5)
Cedera kepala berat 20-50% bersamaan trauma diluar kepala seperti leher,dada,abdomen dan extrimitas.
Cedera leher pada anak selalu bersama cedera kepala dan tak menganggu respirasi tetapi hipotensi berat sampai henti jantung.(4)
Perlu dicatat bahwa hipotensi sering terjadi karena hipovolemia akibat perdarahan intra thorax dan abdomen dan harus segera dikoreksi karena sangat krusial menentukan outcome pasien dan status neurologik baru
bisa ditetapkan kalau shock telah diatasi.(4)
Namun laserasi kulit kepala, cukup potensial menimbulkan hipovolemia pada anak dan subdural hematom diffus pada bayi juga bisa hipotensi.
Sering terjadi retensi natrium pada cedera kepala pada anak akibat sekresi abnormal ADH sehingga terjadi dilutional hiponatremia untuk itu lakukan retriksi cairan sebanyak 50% dari kebutuhan normal.
Namun prinsip isovolemi,isoosmolar harus dipertahankan.
Hiperglikemia sering ditemukan hal ini akan memperburuk outcome pasien yang seharusnya normoglikemia.(4)
Kerusakan jaringan otak pada anak bisa juga mengganggu koagulasi oleh sebab pelepasan thromboplastin,aktivasi pathway koagulasi dan penurunan fibrinogen,platelet,
faktor V dan VIII.
Desseminated intravascular coagulation(DIC) dilaporkan terjadi pada sepertiga anak dalam 2 jam setelah cedera otak.Terapi koagulopati dengan mengganti faktor koagu
lasi yang berkaitan.(6)
Neurogenik pulmonari odem(NPO) dilaporkan pada anak dengan lesi fokal pada brainstem didaerah nukleus traktus solitarius disebabkan kenaikan tekanan arteri pulmonal disertai kenaikan permeabilitas kapiler paru.(6)
Diterapi dengan diuretika dan ventilasi tekanan positip dan positve end expiration pressure)(PEEP) sebatas tak menaikkan ICP.
NPO bisa juga terjadi pada injuri cervikal,perdarah
an intraserebral dan subarachnoid,tumor otak terutama lesi brainstem ,kiste koloid dalam ventrikel III,emboli udara serebral,malfungsi shunt ventrikular ,reseksi cerebello pontine tumor dan kejang kejang.(6)
Pembebasan jalan nafas sangat penting untuk mencegah hipoksia namun harus hati hati ,dengan bantuan asisten meluruskan posisi kepala leher diperlukan,untuk menjaga stabilitas servikal, karena kita harus memperlakukan pasien seperti fraktur servikal, sampai dibuktikan tidak ada fraktur servikal.(4)
Fraktur servikal sering pada anak karena ukuran kepala relatif besar,dan otot leher belum sempurna berkembang elastisitas pendukung kepala lebih besar biasanya pada vertebra cervicalis 2 dan 3 selalu bersamaan dengan trauma kepala.
Tehnik anestesia sesuai petunjuk sebelumnya dimana awake intubasi sebaiknya jangan dilakukan,hindarkan hipertensi,hipotensi,batuk,mengejan.
Pentotal baik untuk induksi bila hemodinamik stabil dan etomidat untuk hemodinamik yang labil tetapi ketamin dikontraindikasikan untuk cedera kepala tertutup.(4)
MYELODISPLASIA:
Adalah abnormalitas penyatuan celah neural embrionik
selama bulan pertama gestasi.Kegagalan tabung neural
menutup menghasilkan hernia seperti kantong dari
meningen dan jaringan neural.(4,5,6))
Defect ini termasuk antara lain anencephaly,encephalo
cele, myelomeningococoele dan meningococoele.
Encephalocoele akibat kegagalan penutupan garis tengah
kranium biasanya dioccipital tetapi bisa juga difrontal
dengan prognose lebih baik.
Prognose tergantung derajat herniasi otak yang terjadi
dan terapinya adalah pembedahan.
Spinabifida akibat kegagalan penutupan column vertebra
lis bisa disertai herniasi meningen dan medulla spinalis.
Spinabifida occulta tanpa herniasi meningen dan medulla
spinalis biasanya disertai kelainan kulit seperti nevus dan
rambut didaerah lumbal.
Bila tak dikoreksi bisa menyebabkan gangguan neurologi
dari kantong kemih atau extrimitas inferior ketika anak
bertumbuh,insidennya 10%.
Bila ditemukan nevus dan rambut didaerah lumbal patut
dicurigai spinabifida okulta dan dikonfirmasi dengan MRI.
Spina bifida sistika berupa kantong ditutupi meningen
yang bisa ruptur dan mengeluarkan CSF,20% sebagai
meningococel dan 80% sebagai meningomyelocoele dan
70% didaerah lumbosakral.Lesi saraf bisa sensoris atau
motoris melibatkan kandung kemih dan anus.
Sering disertai kelainan ortopedi(talipes,kiposis,skoliosis)
dan kelainan renal,jantung,visceral dan chromosomal.
Sebanyak 80% bayi dengan kelainan ini disertai obstruktif
hidrosepalus yang sebaiknya dilakukan VP shunt sebelum
operasi.
Karena terbukanya CNS resiko infeksi sangat besar maka
operasi dalam waktu 24-36 jam setelah lahir sangat
membantu mengurang resiko infeksi.Kebanyakan kasus
didiagnose antenatal dan MRI membantu memetakan
lokasinya secara akurat.(4,5,6)
Pertimbangan anestesi:
Kelainan kongenital lain dan defisit neurologi yang
menyertai haruslah diditeksi dan diantisipasi problem
yang ditimbulkannya.
Tujuh puluh lima percent lesi terletak di lumbosakral ,bila
diatas T4 akan menyebabkan paraplegia bila antara L4-S3
mempengaruhi kaki.(5)
Anak dengan cervical encephalocele biasanya dengan
leher pendek dan kaku akan menyulitkan intubasi.
Bayi dengan meningomyelocoele sering hipovolemia
karena evaporasi dari kulit yang defect untuk itu perlu
rehidrasi pre operatif.(4,5)
Bayi diinduksi dalam posisi telentang atau lateral .
Bila myelomeningocele besar maka diberi bantalan busa
dibawah kepala ,bahu,dan kaki untuk melindungi kantong
saraf dari penekanan.(4,5))
Bayi dengan meningocele pada hidung sering terjadi
obstruksi jalan nafas atas dan kesulitan mask ventilasi.(5)
Induksi dilakukan cara standard pentotal dan pelemas
otot beberapa center menganjurkan awake intubasi.
Fiksasi pipa trakeal harus teliti terutama waktu memposi
sikan pasien sering bergeser dan lepas karena sekresi
yang membasahi plester pipa trakea.
Posisi pasien tengkurap, untuk itu dada dan pangkal paha
diganjal untuk membebaskan abdomen terhadap tekanan
untuk mempermudah ventilasi dan paling penting
mengurangi tekanan intraabdominal dan menurunkan
distensi vena untuk mencegah perdarahan hebat dari
plexus epidural.(5)
Dalam melakukan ventilasi mekanik harus hati hati bisa
menimbulkan barotrauma pada bayi dengan paru yang
masih immatur.(5)
Bayi prematur terutama dibawah 32 minggu dan <1500g
resiko tinggi terjadi retinopati,dan injuri paru dengan
terlalu lama menerima oksigen konsentrasi tinggi.(5).
Transfusi jarang diperlukan kecuali meningocele yang
besar.
Hematokriet bayi 50-55% dapat mentolerir hilangnya
darah.(4)
Kebanyakan newborn beresiko apnoe dalam 12 jam perta
ma sesudah anestesia harus dimonitor dengan ketat.(4)
Bayi dengan spinabifida cenderung allergi terhadap latex
hindari pemakaian bahan dari latex.(4)
ANOMALI KRANIUM (SKULL ABNORMALITY):
Anomali tulang kepala yang paling sering ditemui pada
anak adalah craniosynosthesis dan craniofacial dysmor
phism(dimana basis kranii dan sutura facialis juga
terkena). (5,7,9).
CRANIOSYNOSTOSIS:
Adalah akibat fusi sutura kranii yang prematur'
Sutura yang terlibat termasuk korona dextra dan sinistra
(anterior plagiocephaly),metopik(trigonocephaly),sagital
(scaphycephaly),lambdoida dextra dan sinistra(posterior
plagiocephaly),korona bilateral(anterior brachicephaly).
lambdoida bilateral(posterior brachicephaly)(7).
SAGITAL SYNOSTOSIS:
Hampir separoh dari kejadian craniosynostosis diduga pre
disposisi genetik dan pria lebih dominan.
Bentuk kepala lonjong antroposterior(scaphocepahalic),
fontanella anterior mengecil atau hilang.(5)
Kebanyakan perkembangan otak dan pemeriksaan neurolo
gi normal dan biasanya intervensi pembedahan diarahkan
untuk pembebasan sutura yang menyatu pada umur dibawah 6 bulan.(5)
CORONALSYNOSTOSIS:
Meliputi 20% dari seluruh kejadian craniosynostosis bila
unilateral maka kening disisi yang terkena akan mendatar
dan meningginya pinggir orbita ipsilateral sebaliknya kening disisi kontralateral akan menonjol.(5)
Khasnya hidung menyimpang jauh dari sutura yang menyempit.Bilateral coronal synostosis sering bersamaan dengan craniofacial dysmorphism (Apert,Crouzon dan Saethre Chotsen syndrome).
Penyatuan sutura frontoethmoidalis bisa menimbulkan
penyempitan nasal airway(5)
Rekontruksi pada unilateral coronalsynostosis dilakukan di
bawah umur 6 bulan sedangkan pada bilateral synostosis diatas umur 6 bulan,prosedur ini memakan waktu yang lama dan perdarahan yang lebih banyak daripada yang
unilateral.
MULTIPLE SUTURE SYNOSTOSIS:
Kejadiannya 7% dari seluruh kasus craniosynostosis.
Bentuk kepala tergantung pada sutura mana saja yang ter
libat,pada kasus ini diperlukan total rekonstruksi tulang
kepala untuk kosmetik terbaik,dimana posisi pasien teng
kurap dan leher sangat extensi kemungkinan pipa endotra
keal tertarik dan perdarahan yang banyak.(5)
Pertimbangan anestesi:
Termasuk perhatian terhadap :(5,7,9)
1.ICP yang meninggi.
2.Problema airway
3.Hilang darah yang massif.
4.Emboli udara vena.
ad.1.Peninggian ICP berkaitan dengan cepatnya
pertumbuhan otak didalam rongga tengkorak yang
kaku yang bisa terjadi tergantung jumlah sutura yang
terlibat dan berapa cepat problem ini diketahui.(7)
Hidrosepalus ditemukan pada 5-10% pasien dengan
anomali craniofacial mungkin karena stenosis basis
kranii.(7)
Penurunan ICP sangat penting untuk mempermudah
akses intrakranial ke struktur facialis dan mengu
rangi kompressi terutama pada lobus temporalis
yang dapat meneyebabkan odema serebral post ope
ratif hal ini bisa dicapai dengan hiperventilasi dan
osmotik/loop diuretik untuk menurunkan volume
isi intrakranial (6,7)
Induksi anestesi harus mulus,gunakan barbiturat,nar
kotik dan batasi pemakaian inhalasi anestesi.(6)
ad2.Penyempitan nasal airway sering dijumpai padahal
bayi hanya bisa bernafas lewat hidung.
Karena kemungkinan kesulitan intubasi terutama
pada anak dengan anomali facialis dengan man
dibula hipoplasia,leher dan trakea yang immobil,mak
roglossi dan mulut yang sulit dibuka maka sebaiknya
bronchoscope fiberoptik tersedia dan ahli bedah siap
dengan trakeostomi.(5,6).Beberapa anak bisa mento
lerir awake laringoskopi dan fiberoptik intubasi.
Tehnik induksi utama pada kesulitan jalan nafas ada
lah tehnik inhalasi dan assisted ventilasi dapat mem
pertahankan atau mengurangi PaCO2 sehingga bisa
membatasi kenaikan ICP.(5)
Bila bisa dintubasi maka pipa trakea diamankan de
ngan dijahit karena kemungkinan bergeser besar
sekali.Pasien dengan prosedur facial terutama diba
wah orbita sering dengan odem jalan nafas atas
untuk itu sebaiknya pasien tetap terintubasi dan ter
sedasi dan diventilasi selama 24-48 jam post opera
tif dengan subarachnoid drain untuk mengurangi
kebocoran CSF melalui dura sebelum extubasi.(5)
ad3.Walaupun prosedur adalah extradural namun
hilangnya darah bisa massif dan mendadak bila
intervensi pembedahan mengenai sinus venous
mayor.(7)
Kebanyakan operasi craniosynostosis dilakukan pada
bayi berumur antara 2 dan 6 bulan suatu periode
yang bersamaan dengan anemi fisiologi.(5).
Semakin banyak sutura dan semakin tebal tulang
yang direkonstruksi semakin banyak darah yang hi
lang untuk itu cross match darah selalu tersedia di
kamar operasi dan persiapan darah harus ada sebe
lum operasi.Akses intravena harus dijamin lancar
untuk persiapan pergantian cairan/darah dan moni
toring tekanan intra arterial,CVP,produksi urine dan
temperatur otak(timpani dan nasoparing thermistor)
adalah penting.(6)
Bila hilangnya darah sama dengan volume darah efek
tif kemungkinan gangguan pembekuan darah terjadi.
Kehilangan cairan dan elektrolit perlu dievaluasi aki
bat diuresis termasuk SIADH dan diabetes insipidus
karena retraksi otak.(6).
ad4. Ahli anestesi haruslah serius mengamati pasien wak
tu ahli bedah memisahkan sutura yang menyatu dari
sinus sagitalis dimana perdarahan vena yang hebat
dan emboli udara terjadi.Emboli udara vena didetek
si dengan echocardiography dan precordial Doppler
dimana craniectomi pada bayi resiko terjadinya
emboli udara vena sekitar 66-83% yang dapat dimi
nimalisir dengan deteksi dini dengan precordial Dop
pler dan mempertahankan euvolumia.(9)
KEPUSTAKAAN:
1.Smith M Robert: Fundamental differences in Anesthesia
for Infant and Children;4th edition,CV Mosby Company
St Louis,Toronto,London,1980.pp.5-32
2.Steward J David:Outline of Pediatic Anatomy & Physiolo
gy in Relation to Anesthesia in ManualPediatri Anesthe
siology Churchill Livingstone,Newyork,Edinburg and
London,1979 .pp.3-17.
3.Snow C John :Pediatric Anesthesia in Manual of
Anesthesia;Asean Edition,first edit,Little Brown and
Company,Boston,Igaku Shoin Ltd.Tokyo;1997.pp.447-55
4.Yemen A Ferrance:Pediatric Neuroanesthesia ;Stone J
David,Sperry J Richard,Johnson 0 Joul;The Neuroanes
thesia Handbook,Mosby Company,USA,1996.pp.251-73
5.Bissconette B,Amstrong C Derek:Pediatric Neuronaesthe
sia;Albin S Maurice;Textbook of Neuroanesthesia with
Neurosurgical and Neurosciences Perspectives,Mc Graw
Hill USA,1997.pp.1185-1234.
6.Newfield Philippa,Hamid AK Rukaiya:Anesthesia for
Pediatric Neurosurgery; Cottrell E James,Smith S
David;Anesthesia and Neurosurgery;4th edit,Mosby
Inc.USA,2001.pp.501-22.
7.Turner M John,Gilder Fay:Principles of Pediatric
Anesthesia;Matta F Basil,Menon K David;Textbook of
Neuroanesthesia and Critical Care,Greenwich Medical
Media Ltd.Londo 2000.pp.229-38
8.Bisri Tatang :Pediatri Neuroanesthesia ,Bisri T,
Wargadibrata HA Erisurachman;Neuro Anestesia,edisi
2,Faked Unpad,Bandung.1997.pp.187-209
9.Soriano G.Sulpicio,Elredge A Elizabeth,Rockoff A Mark:
Pediatric Neuroanesthesia;Anesthesiology Clinics of
North America;Children's Hospital and Harvard Medical
School,Boston USA;2002.pp.389-404.
10.Hamid A.K Rukaiya,Newfield Philippa:Pediatric Neuro
anesthesia Hidrocephalus:Anesthesiology Clinics of
North America,volume 19,number 2.june2001.pp207-9