Sunday, June 24, 2012

Terapi Oksigen

Bookmark and Share

Pendahuluan
Peranan oksigen dan nutrient dalam metabolisme mempro
duksi energi utama untuk berlangsungnya kehidupan sangat bergantung pada fungsi paru yang menghantarkan oksigen sampai berdifusi lewat alveoli kekapiler dan fungsi sirkulasi sebagai transporter oksigen kejaringan.Disamping sebagai bahan bakar pembentukan energi, oksigen dapat juga dipakai sebagai terapi berbagai kondisi tertentu.
Peran oksigen sebagai obat maka pemberian oksigen juga punya indikasi,dosis,cara pemberian dan efek samping yang berbahaya.
Untuk aman dan efektifnya terapi oksigen perlu dikuasai fisiologi respirasi dan sirkulasi dan sifat-sifat oksigen itu sendiri.

FUNGSI RESPIRASI :
Tiga faktor utama yang terlibat dalam proses pernafasan yaitu ventilasi, pulmonary blood flow dan diffusi gas antara alveoli dan darah dalam kapiler pulmonalis dengan perkataan lain adanya keseimbangan antara ventilasi, perfusi dan diffusi.

Tujuan dari proses ventilasi adalah menyediakan udara segar kedalam paru untuk ditukar pada membran alveolo kapiler. 
Prinsip pergerakan gas adalah karena ada perbedaan tekanan dimana gas akan bergerak dari tekanan tinggi ketekanan rendah.
Dalam keadaan istirahat tekanan dalam paru sama dengan tekanan atmosfer. Ketika  inspirasi spontan dimulai akan terjadi kontraksi diafragma dan otot interkostalis eksterna akibatnya rongga dada berkembang maka tekanan intrapulmoner jadi negatif sehingga udara masuk kedalam paru. Inspirasi merupakan proses aktif yang membutuhkan energi dimana diafragma bertanggung jawab 60% udara ventilasi waktu terlentang dan 70% waktu tegak, sedang ekspirasi merupakan proses passif oleh karena elastisitas jaringan paru.

Transport oksigen :
Sistem sirkulasi bekerja sama dengan sistem respirasi dalam transport oksigen dari udara luar ke sel mitokondria. 
Oksigen dalam darah diangkut dalam bentuk terikat dengan Hb dan terlarut dalam plasma.
Setiap 100 cc darah yang meninggalkan kapiler paru membawa oksigen kira-kira 2o cc, dimana hanya 3% yang dibawa terlarut dalam plasma. Oksigen diikat oleh Hb terutama oleh ion Fe dari unit heme. Masing-masing unit heme mampu mengikat 4 molekul oksigen untuk membentuk oksihemoglobin dimana ikatannya bersifat reversible. 
Setiap eritrosit mempunyai  280 juta molekul Hb, dimana setiap molekul Hb mempunyai 4 unit heme. 
Setiap eitrosit dapat membawa miliaran molekul oksigen.
Prosentase unit heme yang mengandung okigen terikat, dikenal sebagai saturasi hemoglobin(SaO2). Jika semua molekul Hb dalam darah penuh berisi oksigen artinya saturasinya 100%.
Kebanyakan oksigen dalam tubuh (97-98)% ditransport dalam bentuk terikat dengan Hb.
Molekul Hb tersusun dalam 2 bagian dasar. Bagian protein atau globin dibuat oleh rantai polipeptide dimana tiap rantai mengandung kelompok heme yang mengandung Fe membawa satu molekul oksigen karena ada 4 rantai maka setiap molekul dapat mengikat 4 molekul oksigen. Kapasitas Hb membawa oksigen setiap gram Hb dapat mengikat 1,34 cc oksigen, maka menurut persamaan :
Ikatan O2 = (Hb x SaO2 x1,34)
Bila PaO2 tinggi, seperti dalam kapiler paru, oksigen berikatan dengan Hb, bila PaO2 rendah seperti dalam kapiler jaringan oksigen dilepas dari Hb.

Fungsi utama sistem respirasi adalah mempertahankan tekanan partiel O2 dan CO2 dalam darah arteri sedekat mungkin kenormal, dalam keadaan tertentu.                                       
Adekuat tidaknya fungsi respirasi diukur dengan nilai PaO2 dan PaCO2 sedangkan cara lain hanya bisa menilai tidak adekuatnya fungsi repirasi tetapi tidak menjamin adekuatnya fungsi respirasi.

Untuk dapat mengetahui kapasitas angkut oksigen dengan jelas harus diketahui affinitas oksigen untuk jaringan maupun pengambilan oksigen oleh paru. Ketika eritrosit melalui kapiler alveoli; oksigen akan berdifusi ke plasma dan meningkatkan PaO2 dan berikatan dengan Hb.
Kurva dissosiasi oksihemoglobin menggambarkan hubungan antara SaO2 dan PaO2, dimana kita dapat mengetahui sejauh mana peningkatan dan penurunan PaO2 mempengaruhi SaO2 secara bermakna, semakin besar saturasi semakin baik mutu Hb, semakin besar volume O2 yang dapat diangkut oleh darah kejaringan.

Menurut rumus :
                                      g HbO2
                                           
                       SaO2   =  ----------- x 100 %
                                      hb total
                                           
                      g HbO2 = Saturasi O2 x total Hb

Volume persen O2 yang diangkut sebagai HbO2 = SaO2 x total Hb x 1,34.
Setiap gram Hb dapat bergabung dengan 1,34 ml O2.

Deliveri O2 = CaO2 x CO x10
CaO2(oxygen content dalam darah arteri)=(SaO2 xHbx1,34)+(PaO2x0,031).
CO(cardiac output)= SV(stroke volume )xHR (heart rate). 
Dikalikan 10 karena CO dalam L sedangkan CaO2 per 100 cc darah.
Rumus diatas diperlukan untuk mencari tahu faktor mana yang perlu dikoreksi agar DO2 terpenuhi.

Hubungan antara SaO2( sebagai ordinat) dan PaO2(sebagai absis) dalam satu kurve berbentuk S disebut kurve disosiasi oxyhaemoglobine. 
Pada PaO2 100  mmHg maka SaO2 97% dan bila PaO2 27 mmHg maka SaO2 50%.
PaO2 27 mmHg disebut P50 artinya pada tekanan partiel tersebut Hb mengikat O2 hanya 50%, bila P50 diatas 27 mmHg maka artinya diperlukan PaO2 yang lebih tinggi untuk mengikat O2 dimana kurve bergeser kekanan dan sebaliknya kurve bergeser kekiri mudah mengikat O2  tetapi sulit melepaskannya kejaringan.
Setiap melihat data O2 dalam darah sebaiknya mempelajari arti point-point tertentu pada kurva disosiasi oksihemoglo
bin. Point yang harus diingat pada kurva disosiasi O2 adalah 
       PaO2(mmHg)                     SaO2(%)                      Clinical
               100                                97                          muda normal
                 80                               95                           orang tua
                 60                               90                           bahu kurva 
                                                                                 (penurunan O2 yang bermakna)
                 40                               75           Transport O2 lemah,kadar O2 dalam darah
                                                                      vena (normal), hipoksemia kritis.
                 20                              35                           Level terendah yang ditoleransi.

Penurunan PaO2 kira-kira 25 mmHg dari 95 menjadi 70 mmHg hanya mempengaruhi sedikit perubahan pada oksihemoglobin sama artinya dengan situasi seorang mendaki ketinggian 6000 feet dari permukaan laut, atau bertambahnya umur dari 20 tahun menjadi 70 tahun, atau penderita penyakit paru yang moderate. Tetapi penurunan PaO2 sebesar 25 mmHg dari 6o menjadi 35 mmHg lain halnya, akan terjadi perubahan yang serius.

Pengikatan PaO2 diatas 90 mmHg tidak akan mempengaruhi kemampuan Hb mengangkut O2 karena Hb cukup jenuh pada PaO2 80 mmHg. Penurunan affinitas oksigen digambarkan dengan kurve bergeser kekanan. Sebaliknya peningkatan affinitas oksigen dengan gambran kurve bergeser kekiri. Jika pH darah menurun (asidosis) maka kurva bergeser kekanan artinya oksigen lebih mudah dilepas dijaringan sebaliknya bila alkalosis maka affinitas Hb tehadap oksigen meningkat dan oksigen sukar dilepas. Disamping pH ada beberapa faktor yang mempengaruhi kurve bergeser kekanan:
a. Peninggian konsentrasi CO2.
b. Peninggian temperatur darah.
c. Peninggian 2,3 difosfogliserat(DPG) dalam darah.

Sebaliknya akan menggeser kurve kekiri dan Hb fetus dalam jumlah besar dalam darah akan menggeser kurve kekiri juga.

TERAPI OKSIGEN
Tujuan :
Mempertahankan oksigenasi  jaringan yang adekuat sehingga metabolisme intra selular berjalan lancar untuk memproduksi fosfat berenergi tinggi sebagai motor kehidupan disamping untuk terapi beberapa keadaan tertentu.
Untuk mencapai tujuan tak cukup hanya pemberian oksigen saja tetapi harus dikoreksi  latar belakang penyebab terjadi gangguan oksigenasi mulai dari sumber oksigen,ventilasi,
diffusi perfusi sampai deliveri dan kemampuan sel meneri
ma oksigen.
Kita ketahui bahwa rendahnya kadar O2 dalam darah disebut hipoksemia sementara rendahnya kadar oksigen dijaringan disebut hipoksia.
Secara praktis hipoksia  dengan sebab apapun dibagi atas :
1.Hipoksi hipoksemia :   
   Penyebabnya adalah hipoksemia yaitu kurangnya kadar O2 
   dalam darah akibat gangguan mulai ventilasi, distribusi 
   dan diffusi dalam paru.
   Ventilasi bisa berupa obstruksi jalan nafas, hipoventilasi 
  (karena faktor sentral atau perifer), diffusi karena odem 
   atau penebalan dinding alveoli.

2. Hipoksi anemia :
    Pengangkut oksigen (Hb) kurang kwantitas/kualitas 
    walaupun oksigenasi baik, Transfusi adalah jalan 
    keluarnya.

3. Hipoksia stagnasi :
    Terlambatnya aliran darah karena viskositas meningkat, 
    obstruksi, syok stadium lanjut.

4. Hipoksia histotoksik:
    Kerusakan dijaringan/sel tidak mampu lagi menggunakan 
    O2 yang dihantarkan pada keracunan atau sepsis yang 
    berat.


Indikasi :
- Gagal nafas akut dibutuhkan pembebasan jalan nafas dan 
   nafas bantu.
- Syok oleh berbagai kausa dimana terjadi gangguan perfusi 
   jaringan.
- Infarct myocard acute dimana tidak seimbang oksigen 
  demand dengan oksigen supply.
- Dalam kondisi metabolisme rate tinggi( tirotokikosis, 
  sepsis,hipertermia).dimana kebutuhan oksigen meningkat.
- Keracunan gas CO (karbon monoksida) dimana affinitasnya 
  terhadap Hb tinggi.
- Pre oksigenasi menjelang anestesi mencegah hipoksia dan 
  hiperkarbia
- Penderita tak sadar untuk memperbaiki oksigenasi diotak.
- Untuk mengatasi keadaan seperti empisema paska bedah, 
   pneumotorak, emboli udara. 
   Pemberian oksigen mampu mengusir gas nitrogen yang 
   menumpuk dalam rongga tubuh.
- Asidosis apakah respiratorik  maupun metabolik dimana 
   terjadi metabolisme anaerob.
- Anemia berat, jumlah Hb maupun kualitas Hb yang kurang 
  dalam transport oksigen.

Pemberian oksigen  untuk pasien dengan gangguan sirkulasi atau nafas akut sesuai dengan ketentuan sebagai berikut :

a.Tanpa gangguan nafas oksigen diberikan 2 liter/menit 
    melalui kanul binasal.
b. Dengan gangguan nafas sedang oksigen diberikan 5-6 liter 
     per menit melalui kanul binasal.
c. Gangguan nafas berat, gagal jantung, henti jantung 
    gunakan sistem yang dapat memberi oksigen 100%.
d. Pada pasien yang rangsangan nafas tergantung hipoksia  
    beri oksigen <50% , awasi ketat.    
e. Atur kadar oksigen berdasarkan PaO2 atau SaO2 kalau 
    ada fasilitas BGA
f. Dalam keaaan darurat lakukan bantuan nafas, intubasi 
    beri 100% O2.   

Persiapan alat :
1. Sumber oksigen (tabung) atau sumber oksigen 
    sentral.siap pakai.
2. Tabung pelembab (humidifier).
3. Pengukur aliran oksigen (flow meter).   
4. Alat pemberi oksigen tergantung metode yang dipakai
                      
Metode pemberian oksigen :
A. Sistem aliran rendah :
    1. Aliran rendah konsentrasi rendah (lowflow low 
        concentration)
        Kateter nasal atau binasal

    2. Aliran rendah konsentrasi tinggi (lowflow high 
        concentration).
     - Sungkup muka sederhana (simple mask);konsentrasi O2 
       yang masuk tergantung pada pola nafas dan kecepatan 
       aliran O2.

     - Sungkup muka kantong rebreating;dilengkapi dengan 
       kantong yang menampung aliran gas dari sumber gas 
       atau udara kamar dan udara nafas tanpa valve sehingga 
       terjadi rebreathing.

    - Sungkup muka kantong non rebreating.
       Dilengkapi dengan expiratory valve (katup ekspirasi,) 
       sehingga tidak rebreathing.

B. Sistem aliran tinggi :
    1.Aliran tinggi konsentrasi rendah (high flow low 
        concentration)
      - Sungkup venturi

    2. Aliran tinggi konsentrasi tinggi (high flow high 
        concentration)
      - Head box
      - Sungkup CPAP (continous positive airway pressure)

ad.A1 Kanul binasal: Paling sering digunakan untuk pembe
          rian oksigen, memberikan konsentrasi udara inspirasi 
          (FiO2) 24-44% dengan kecepatan aliran 1-6 L/menit.
          Konsentrasi oksigen yang diberikan tergantung tinggi
          nya aliran dan volume tidal nafas pasien. 
          Konsentrasi bertambah 4% untuk setiap tambahan 1 
          liter/menit O2, misalnya aliran 1 liter/menit = 24% .2 
          liter/menit 28% dan seterusnya maksimal 6 L/menit.
  Keuntungan    :
         Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju 
         nafas teratur, baik diberikan dalam jangka waktu 
         lama. Pasien dapat bergerak bebas, makan minum dan 
         bicara.
Kerugian :
        Dapat menyebabkan iritasi hidung dan bagian belakang 
        telinga tempat tali binasal. FiO2 akan berkurang bila 
        pasien bernafas dengan mulut.

Ad. A2 Sungkup muka sederhana:
       Aliran O2 diberikan 6-10 liter/menit dengan konsentrasi 
       O2 mencapai 60%.
       Merupakan sistem aliran rendah dengan hidung, 
       nasofaring, orofaring sebagai penyimpanan anatomik.
       Sungkup muka dengan kantong rebreating:
       Aliran O2 diberikan 6-10 liter/menit dengan konsentra
        si O2 dicapai 80%.
   -   Udara inspirasi sebagian bercampur dengan udara 
       expirasi dimana 1/3 bagian volume udara exhalasi 
       masuk kekantong dan 2/3 nya melalui lubang-lubang 
       bagian samping.

      Sungkup muka dengan kantong non rebreating:
   - Aliran O2 diberikan 8-12 liter/menit, dengan konsentrasi 
     O2 mencapai 100%.
   - Udara inspirasi tak bercampur dengan udara expirasi
    (exhalasi) dan tidak dipengaruhi oleh udara luar.

Kerugian pakai sungkup :
 - Mengikat sungkup dengan ketat terus melekat pada pipi 
   pasien agar tak terjadi kebocoran. 
   Dapat terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama kalau 
   tidak sadar.

Sungkup venturi:
   Konsentrasi oksigen berkisar antara 25-40% tergantung 
   kebutuhan pasien dipakai pada pasien dengan tipe 
   ventilasi tidak teratur, hiperkarbi dan hipoksemia sedang 
   sampai berat.

  Yang penting kita harus mengetahui berapa persen kadar 
  oksigen yang kita berikan dengan cara apapun dan berapa 
  besar kebutuhan pasien.
  
Tabel pemberian oksigen :
 No        Cara pemberian              Aliran oksigen             Konsentrasi O2(FiO2)
                                                                  Liter/menit                                   %
---------------------------------------------------------------------------------------------
    1.     Nasal kateter/kanul                    1-2                                              24-  28
                                                                          3-4                                              30-  35
                                                                          5-6                                              38 - 44


    2.    Simple mask                                   5-6                                               40
                                                                         6-7                                                50
                                                                         7-8                                                60


    3.   Masker dengan kantong 
           simpan                                               6                                                    60
                                                                         7                                                     70
                                                                         8                                                     80
                                                                      9-10                                              90-99

   4.  Masker venturi                        Aliran tetap                                    24-35

   5.  Head box                                         8-10                                                   40

  6.   Ventilator                                  bervariasi                                         21-100

  7.   Mesin anestesi                         bervariasi                                          21-100

  8.   Inkubator                                       3-8                                              sampai 40

===========================================================

EFEK SAMPING PEMBERIAN OKSIGEN :

1.Oksigen sendiri tidak membakar tetapi adanya O2 
   berlebihan dalam udara kamar bila ada sumber api akan 
   meningkatkan resiko kebakaran.

2. Hipoventilasi:
    Penderita COPD(PPOM) pengendalian pusat nafas sentral 
    oleh hipoksia (hypoxic drive) maka bila hipoksia 
    dihilangkan tidak ada rangsangan pada pusat nafas 
    terjadi hipoventilasi sampai apnoe.

3. Hipoksia bisa terjadi kalau oksigen diberikan dengan 
    tekanan tinggi secara mendadak.

4. Atelektase terjadi oleh karena pengusiran nitrogen dari 
    alveoli akibat pemberian oksigen konsentrasi tinggi 
    hampir 100% dalam waktu yang lama.(>24 jam)
    Gas nitrogen biasanya meregang dinding alveoli

5. Keracunan oksigen :
    Bisa menyeluruh dan bisa setempat.
    Karena pemberian O2 dengan PaO2 >100 torr dalam 
    waktu lama(bervariasi untuk setiap individu), pada 
    keadaan akut bisa terjadi kejang dan pada keadaan 
    kronis gejala nyeri  retro sternal, parestesia, mual dan 
    muntah. Pada bayi prematur bisa terjadi retrolental 
    fibroplasia karena penyempitan pembuluh darah retina 
    akibat fibrosis.
    Keracunan lokal terjadi kerusakan sel epitel kapiler paru 
    sehingga difusi terganggu. Pencegahan jangan memberi 
    oksigen konsentrasi >50% lebih dari 24 jam dan setiap
    pemberian oksigen konsentrasi tinggi harus dipantau 
    PaO2.

Ringkasan :
Terapi oksigen tidak cukup hanya memberi O2 tapi harus dikoreksi latar belakang terjadinya hipoksia dan didukung pengatahuan yang cukup mengenai faal respirasi, sirkulasi dan sifat dari oksigen itu sendiri. Oksigen sebagai terapi haruslah dianggap sebagai obat dalam penggunaannya harus tepat dosis, indikasi, cara pemberian dan cara mencegah
atau mengatasi efek sampingnya.
Dalam pemberian oksigen dosis tinggi jangan lupa pantau PaO2.

Rujukan :
1.Stoelting RK Lungs in Pharmacology and physiology in 
   anesthetic practice .4th ed. Philadelphia ,Lippincot 
   William &Wilkins;2006.

2. Practical Physiology of the Pulmonary System,In:Pierce 
    LN Guide to mechanical ventilation and Intensive 
    Respiratory Care.Philadelphia WB Saunders 1995.

3. Dripps RD,Eckenhoof J,Vandam L,Respiration and 
    Respiratory Care in Introduction to Anesthesia the 
    principles of safe practice 6th ed Philadelphia :Saunders 
    WBCompany 1982.

4.Guyton Ac,John E Hall,ventilasi paru dan prinsip 
    pertukaran gas dalam Fisiologi manusia ,Ed3 Alih bahasa 
    Andrianto P Jakarta, EGC, 1992.

5. Collins VJ Lungs,In Collins VJ,Editors,Physiologic and 
    pharmacologic bases of  anesthesia 1st ed,Baltimore: 
    William and Wilkins, 1996.

6. Terapi oksigen dalam Rahayoe AF,Djuhana,Advance 
     cardiac life support :koka Pusdiklat RS Jantung Harapan 
     Kita, 2003.

7. Oxygen Inhalation Therapy in marino PL The ICU Book 3th ed, Philadelphia, Lippincot William and Wilkins ;2007.

Thursday, June 21, 2012

Pediatric Neuroanesthesia (BAGIAN 5)

Bookmark and Share

PRINSIP TEHNIK ANESTESIA DENGAN ICP MENINGGI :(4,5,6,8)
a.Optimalisasi perfusi otak. 
b.Mencegah iskemia otak.
c.Menghidarkan teknik/obat obatan yang menaikkan ICP.

Ini bisa dicapai dengan cara:(4,8)
ad   a.Menjaga stabilisasi hemodinamik yang optimal 
         dengan mencegah hipertensi dan hipotensi.

ad   b.Membebaskan jalan nafas dan ventilasi kendali 
         untuk menjamin oksigenasi yang adekuat dan 
         hipokarbia.

ad   c.Mencegah faktor faktor yang menaikkan tekanan 
         vena serebral dengan mencegah : 
           a.Batuk, mengejan dan merejan.
           b.Posisi kepala yang nenghalangi aliran vena besar 
              dileher(hiperfleksi,hiperekstensi,rotasi dan head 
              down).
           c.Tekanan pada abdomen dan tahanan pengem
              bangan thorax.
           d. Kanulisasi vena jugularis interna untuk CVP. 
           e. Obat obatan yang menaikkan ICP.

Hipertensi sistemik biasanya disebabkan laringoskopi dan intubasi bisa diredam dengan lidokain intravena waktu induksi tetapi perlu dicatat bahwa pemakaian lidokain 2mg/kg dilaporkan menyebabkan aritmia sampai henti jantung pada pada bayi untuk itu perlu hati-hati dan sebaiknya dengan dosis yang dikurangi.

Tehnik induksi cepat dengan memakai pentotal,atropin dan suksi nilkolin diikuti dengan hati-hati menekan krikoid,dan mannual hiperventilasi direkomendasikan.(5)

Pada bulan oktober 1994 terjadi kontroversi terhadap pemakaian rutin suksinilkolin pada anak.Kontroversi ini berdasarkan beberapa kasus yang dilaporkan dengan hiperkalimia dan henti jantung.
Pada hal telah dibuktikan pemakaian suksinilkolin beratus ribu anak dan bayi dalam kurun waktu tertentu tanpa ditemukan mati karena suksinilkolin.Keuntungan kerjanya yang cepat pada pediatri dan kemampuan calcium mengatasi respons hiperkalemia membuat suksinilkolin berperan penting dalam pengelolaan airway terutama pada anak kecil bahkan lebih lanjut telah terbukti pemakaian pentotal 
bersama suksinilkolin dapat mengurangi penyulit yang
ditimbulkan oleh suksinilkolin.(5)
Penelitian terakhir menunjukkan penekanan krikoid dan ventilasi manual dapat dilakukan tanpa masuknya udara kelambung.Hal ini memberikan proteksi airway anak yang baru makan atau pengosongan lambung yang terlambat sering bersamaan dengan ICP yang meninggi.
Kecepatan mula kerja suksinilkolin mempermudah intubasi dan hiperventilasi dibandingkan dengan kenaikan JCP yang kecil karena suksinilkolin maka pemakaiannya rutin dalam pediatri apalagi dengan lambung penuh.(5)

Anak yang tanpa kateter intravena sebelumnya bisa diberi inhalasi nitrous oxide,oksigen,sevorane dengan konsentrasi yang cukup untuk insersi kateter intravena dan sesudah terpasang maka anestesi inhalasi dihentikan.(6)

Fentaniyl 3-6 mcg/kg dan rokuronium 0,6 mg/kg diberikan
bersama pentotal sesudah hiperventilasi dengan 100% oksigen.Kemudian laring diintubasi setelah reflex laring hilang, dan otot rangka  paralisis tambahkan 2mg/kg pentotal untuk mencegah hipertensi sistemik dan intrakranial waktu intubasi.(6)

Pasien yang hipotensi atau hipovolemi lebih baik mida
zolam atau etomidate sebagai pengganti pentotal.
Anestesia selanjutnya dipertahankan dengan N20,oksigen, 
konsentrasi rendah anestesi inhalasi dan intermitten narcotic, pelemas otot dengan ventilasi mannual/ventilator.
Hindarkan hipoventilasi dan hiperkarbia, anestesi yang dalam kontra indikasi pada anak.
PaCO2 diantara 25 dan 30 mmHg.(6)

Waktu sadar harus mulus tanpa batuk atau mengejan sebab akan menaikkan tekanan darah, ICP dan mengganggu homeostasis.
Pelemas otot dinetralkan dengan neostigmin dan glikopirolat atau edroponium dan atropin.(6)
Bila trakea pasien responsif,hemodinamik stabil dan respira
si spontan adekuat maka diekstubasi dikamar operasi.
Bila setelah pelemas otot dinetralisir dan PaCO2 kembali normal namun belum bisa nafas spontan yang cukup maka bisa diberi naloxon.
Tetapi pasien yang direncanakan tetap diventilasi pasca bedah oleh sebab trauma, odem otak dan status preoperatif yang jelek atau kejadian intraoperatif yang mengancam nyawa maka tetap tidur dan diventilasi positip.(6)
Oksigen dan portable EKG, saturasi oksigen dan monitor hemodinamik dibawa bersama pasien dari kamar operasi kekamar pulih sadar dilanjutkan pemantauannya.
Segera setelah pasien stabil periksa hematokrit, analisa gas darah,elektrolit ,kadar gula darah,osmolaritas serum dan berat jenis urin. Nyeri paska bedah bisa dikontrol dengan dosis kecil narkotik.(6)

KASUS NEUROPEDIATRI KHUSUS:
HIDROSEPALUS:(4,5,6,7,10)
Penumpukan CSF dalam sistem ventrikular yang disebab
kan berbagai proses patologi,paling sering ditemukan pa
da pasien myelomeningocele.(10)
Hidrosepalus akut dimana terjadi penutupan sistem ven
tikular mendadak dengan kurangnya kompensasi untuk
kenaikan volume intrakranial biasa disebabkan perdarahan
intraventrikular pada prematur atau expansi kiste koloid
dalam ventrikel III .(10).
Muntah,dehidrasi,turunnya kesadaran,neurogenic pulmona
ry edema(NPO),koma adalah gejala mengancam nyawa.
Jika terapi yang tepat seperti dekompressi ventrikular tak
segera dilakukan bisa berlanjut dengan hernia brainstem,
berhentinya jantung dan respirasi atau kematian disebab
kan meningkatnya ICP yang hebat.(10)
Hidrosepalus kronis dapat terjadi oleh karena stenosis
aquaduktus kongenital,meningitis dan tumor spinalis.
Gejala yang timbul bertahap antara lain anak rewel,
terlambat mengikuti pelajaran,sakit kepala intermittent,
bicara gagap,kelakuan aneh,bingung,kejang dan inkotinens.
Bila tekanan meningkat nyata periode neonatal terjadi
pelebaran sutura dan membesarnya kepala akan menimbul
problem airway pada neonatus.(10).

Hidrosepalus baik kongenital maupun yang didapat bisa disebabkan oleh salah satu dari 4 proses:(4)
1.Anomali kongenital
2.Neoplasma
3.Peradangan
4.Overproduksi CSF

Klassifikasi hidrosepalus:(7)
Tipe kommunikating dan non kommunikating.
Non kommunikating ada obstruksi CSF sedangkan tipe kommunikating aliran CSF bebas tapi overproduksi CSF atau menurunnya absorbsi CSF.(!0)
I. Overproduksi CSF :
  -Papilloma plexus choroideous
II.Obstruksi aliran CSF :
    A.Obstruksi dalam sistem ventrikular :
    a.Ventrikular lateralis
    b.Ventrikel III
    c.Aquaductus Sylvii (stenosis kongenital,lesi massa)
    d.Ventikel IV
B.Obstruksi dalam ruangan subarachnoid :
    a.Cysternal basalis (Chiari Malformation, post infeksi).
    b.Konveksitas.
III.Menurunnya absorbsi CSF :
    a.Obstruksi pada villi choroidales :
      (sumbatan sel tumor,darah,protein dan bakteri).
    b Obstruksi sinus venosus duralis mayor :
       (thrombus,infeksi    maupun keganasan).
    c.Obstruksi pada sinus venosus ektra kranial (achondro
        plasia).

Penyebab obstruksi CSF yang sering :
a.  Infeksi :       abses,meningitis,ensepalitis.
b.  Neoplasma : astrositoma,ependimoma,papilloma
                        plexus choroideus,oligodendroglioma    
                        medulloblastoma & meningioma.   
 c.  Vaskular :    Arterivenous Malformation,aneurisma.
 d.  Kongenital : Kista arachnoid,kista koloid,ensepalokel
                        Chiari malformasi.

 Diagnosis:(10)
 Pemeriksaan funduskopi:
 Ditemukan papil odem bilateral kalau ICP cukup tinggi.

 Computed Tomography CT):
 Ukuran ventrikel mudah ditentukan dan bisa menunjukkan
 hidrosepalus,odem otak atau lesi massa seperti kista 
 koloid venrtrikel III dan tumor thalamus.
 Bila ada proses neurologi akut maka CTscan adalah urgen.

 Magnetic Resonance Imaging (MRI):
 Bisa melihat dilatasi ventrikel atau lesi massa.

 Transcranial Doppler:
 Metode non invasif untuk menilai hidrosepalus.
 Perubahan serebral vaskular dan CBF.
 Diastolic velocity menurun dan pulsatility index(systolic 
 velocity-diastolic velocity/mean velocity)meningkat.
 Bisa menilai fungsi CSF shunt secara non invasif,dimana
 penurunan pulsality index berkaitan dengan perubahan
 ukuran ventrikel.

Tiga type operasi shunting ventrikular yang dilakukan pada pasien hidrosepalus yaitu ventrikuloperitoneal,atrial dan pleural tetapi yang paling sering adalah shunting ventriku
loperitoneal.Ventrikulo atrial  beresiko endokarditis bila terinfeksi(4,5,6)
Tekanan intrakranial biasanya segera kembali kenormal sesudah dilakukan dekompressi ventrikel.(5)
Revisi kateter ventrikular shunt karena 10% mengalami malfungsi ,terutama karena obstruksi (80% dibagian proksimal), infeksi atau pertumbuhan bayi.(5)

Pertimbangan pra anestesi termasuk :(5)
1.Tingkat kesadaran yang menurun :
    Bisa karena meningkatnya ICP yang memerlukan terapi 
    agresif.
2.Lambung penuh :
  Adanya muntah atau terlambat pengosongan lambung 
  merupakan indikasi rapid squence induksi.
3.Penyakit yang mendampingi :
   Cerebral palsy yang sering terjadi aspirasi.
4.Patofisiologi yang berkaitan dengan umur :
   Problem apnoe, komplian paru yang jelek atau fungsi 
   renal yang belum matang.

Cara induksi tergantung kondisi anak. 
Kalau kenaikan ICP minimal, tak ada mual atau muntah maka induksi dengan masker cukup baik, atau bisa dengan methohexital 30mg/kg via rectal.(4,5)
Bila ada tanda meningkatnya ICP atau lambung penuh maka rapid sequence induction technique lebih terpilih dengan memakai pentotal atau propofol, lidokain,dosis
kecil narkotik dan pelemas otot tanpa depolarisasi.
Lakukan penekanan krikoid,pasien dihiperventilasi dengan tekanan inspirasi puncak yang rendah, intubasi haruslah semulus mungkin tanpa batuk atau merejan untuk 
mencegah kenaikan ICP dengan menambah pentotal dan lidokain.(4,5)

Anestesia biasanya dipertahankan dengan obat inhalasi
N20 dan kadang-kadang suplemen narkotik, hiperventilasi mempertahankan PaCO2 antara 25 dan 30 mmHg. 
Pemakaian narkotik sebaiknya dikurangi atau dihentikan menjelang akhir operasi terutama pada anak dengan gangguan neurologi yang berat sangat sensitif terhadap sedatif dan narkotik.(4)
Penempatan VP shunt biasanya tak disertai hilangnya darah dan cairan rongga ketiga yang bermakna akan tetapi pengeluaran CSF yang mendadak dan banyak akan menyebabkan bradikardi dan hipotensi.(4,7)
Hilangnya cairan karena diuresis oleh obat-obatan atau 
muntah diganti dengan larutan garam seimbang.(4)
Cegah hipotermia yang tak diinginkan karena kepala,dada dan abdomen di expose selama pembedahan.(4,5)
Pada akhir operasi, pelemas otot harus direverse, dan bila hemodinamik stabil, pernafasan spontan adekuat, suhu tubuh >35 derajat C indikasi untuk extubasi. 
Anak yang sebelumnya mual,muntah sebaiknya benar benar sadar dan reflex proteksi kembali normal baru lakukan extubasi untuk mencegah aspirasi.(4,5)
Kebanyakan anak yang membutuhkan VP shunt dengan reflex airway yang lemah untuk itu hati-hati menggunakan analgetik narkotik.Infiltrasi lokal anestetik sebelum penutupan luka operasi dapat mengurangi kebutuhan narkotik secara bermakna.(4,5)

TUMOR INTRAKRANIAL :
Tumor otak intrakranial dibagi berdasarkan lokasinya.
Untuk tujuan pengelolaan anestesi diklassifikasikan atas supratentorial,fossa posterior dan cranioparingioma.(4)

Tumor supratentorial :
Lesi supratentorial hampir separoh dari semua tumor otak pada pediatri ,tumor tumor ini cenderung menekan sistem ventrikular dan menyebabkan obstruktif hidrosepalus(4,5).
Lesi supratentorial lebih sering pada bayi daripada anak sedangkan anak diatas satu tahun 50% pada infraten
torial. Lesi supratentorial 25%-40% terletak pada hemisper dan 15% sampai 20% terletak pada garis tengah.(6)
Frekuensi tumor maligna biasanya dua kali tumor benigna.
Tumor maligna yang sangat sering adalah astrocytoma
(35%),medulla blastoma (18%) dan ependimoma (13%).(6) 

Pertimbangan anestesi :(5)
1.Kenaikan ICP :
   Perkiraan derajat kenaikan ICP lewat pemeriksaan CT 
   scan dan MRI.
2.Lambung penuh :
   Pengosongan lambung yang terlambat pada pasien 
   dengan ICP yang meninggi.
3.Keseimbangan cairan dan elektrolit :
   Bisa berubah oleh kelainan intrakranial dan SIADH.
4.Hubungan patofisiologi dan umur.
5.Posisi :
   Kepala sebaiknya ditinggikan tidak lebih 10 derajat dari 
   horisontal menjamin aliran balik vena besar kepala tak 
   terhalang.

Monitoring :
Pemasangan kateter arterial perlu dipertimbangkan untuk pemantauan hemodinamik dan kimia darah.(4,5)
Pemasangan CVP bila diantisipasi terjadi hilangnya darah yang banyak dan terjadinya emboli udara.(4)
Issue pemasangan CVP adalah kontroversi,karena diameter
terlalu besar buat bayi dan kebanyakan anak dan kurang
akurat menggambarkan volume vaskular terutama posisi
tengkurap.(9)
Kateter urine penting karena pemakaian diuretika dan operasi lama.

Preinduksi :(5)
Pasien dengan tumor yang besar,odem tumor yang bermakna, atau obstruksi CSF dibutuhkan pendekatan anestesi yang mampu mengurangi ICP dan sebagian anak sudah dipasang VP shunt.
Perlu dicatat defisit neurologi pre operasi dan SIADH sering bersamaan dengan proses patologi intrakranial.
Anak mungkin menunjukan hiponatremia,osmolalitas serum yang rendah,osmolalitas urin yang rendah dan oliguri.
Retriksi cairan preoperatif biasanya diperlukan.(5)

Induksi :
Induksi intravena pentotal,lidokain,narkotik dan pelemas otot tanpa depolarisasi, penekanan krikoid dan hiperventilasi dengan tekanan inpirasi rendah untuk mencegah masuknya udara kelambung.(4,5)
Intubasi semulus mungkin dan sebaiknya via nasotrakeal bila ventilasi post operatif diperlukan atau untuk menjamin posisi yang lebih stabil terutama pada bayi.
Pemeliharaan anestesi dengan narkotik,N20,benzodiazepin atau dropridol. 
PaCO2 dipertahankan antara 25-30 mmHg. Isofluran dapat ditambahkan dengan konsentrasi rendah, untuk pelemas otot bisa diberikan pankuronium yang bersifat vagolitik cocok untuk neonatus atau bayi untuk mempertahankan laju jantung.(4)

Pengelolaan cairan :
Pasien dengan ICP tinggi sering dehidrasi setelah pemakaian diuretik osmotik hal ini diperberat dengan perdarahan oleh insisi kulit dan eksisi boneflap, ekspansi volume sering dibutuhkan (4).
Pada anak tanpa kenaikan ICP yang berarti atau hilangnya darah hanya sedikit cukup diganti dengan larutan 
kristaloid.
Untuk mempertahankan volume isoonkotik maka diberikan koloid dengan ratio 1:3 dengan kristaloid.

Putusan untuk extubasi berdasarkan tingkatan intervensi pembedahan, stabilitas selama operasi normalisasi ICP,
umur anak,beratnya defisit neurologi,faktor yang menyu
litkan respirasi proteksi jalan nafas dan suhu tubuh.(4)
Neonatus dan bayi dengan problem kardiopulmonal membutuhkan ventilasi post operatif.
Anak yang lebih besar dengan kelainan neurologi sering dengan reflex airway yang tak adekuat membutuhkan in
tubasi post operatif sampai mampu melindungi airway.(5)
Pemberian narkotik harus hati hati dengan melihat status neurologi pasien dan infiltrasi lokal anestetik waktu penu
tupan luka operasi sangat menurunkan kebutuhan narkotik post operatif.(4)

Pasien yang tak sadar post operatif harus dicurigai dengan ICP yang tinggi atau perdarahan intrakranial.
Kenaikan ICP post operatif biasanya karena hipertensi     sistemik yang tidak terkontrol cukup hanya dengan membuat anak senang, tetapi bila tekanan darah tetap tinggi bisa diberi obat vasoaktif seperti labetalol yang bersifat gabungan alpa dan beta bloker dan biasanya tidak melewati sawar darah otak.(5)
Kejang kadang-kadang terjadi segera post operasi untuk ini ahli bedah biasa memberi propilaktis antikonvulsan preoperatif diteruskan selama post operatif umumnya penobarbital paling sering digunakan dan phenitoin untuk yang tidak respons.(5)

TUMOR FOSSA POSTERIOR :
Lebih sering pada anak daripada dewasa dan setengah dari jumlah tumor otak pada anak dan 50-55% adalah infratentorial.(4,5)
Empat tumor yang biasa adalah medulloblastoma(30%), cerebellarastrocytoma(30%),brainstem glioma(30%),
ependymoma(7%) dan sisanya acoustic neuroma(3%).
Gejala klinis yang sering akibat tumor fossa posterior adalah oleh karena hidrosepalus ditemukan pada 90% anak dengan medulloblastoma dan hampir semua anak dengan cerebellar astrocytoma.(5)

Pertimbangan anestesi:(5)
a.Patofisiologi berkaitan dengan umur.
b.Penilaian ICP :
   Simtomatik hidrosepalus selalu memerlukan VP shunt.
c.Kompressi brainstem :
   Menyebabkan problema kardiopulmonal terutama     
   hipertensi dan hilangnya reflex proteksi airway dan 
   stridor inspirasi,cenderung aspirasi pneumonitis dan 
   sleep apnoe sering bertahan selama post operatif.
d.Lambung penuh :
   Kelainan pada fossa posterior sering melambatkan 
   pengosongan lambung dan menyebabkan regurgitasi 
   waktu induksi.
e.Emboli udara :
   Terutama posisi duduk(30%) dan monitor emboli 
   udara dengan  prekordial Doppler dan pasang CVP 
   untuk menyedot emboli udara.
   Elevasi bone flap bisa merobek sinus transversus,per
   darahan massif dan emboli udara bisa terjadi.(9)
f.Cairan dan elektrolit :
   Pemberian osmotik diuretik preoperatif untuk 
   menurunkan ICP bisa menyebabkan gangguan volume 
   cairan dan elektrolit.
g. Posisi pasien :
    Biasanya 50% posisi pasien tengkurap,ini memerlukan
    perhatian khusus antara lain bebasnya kompressi 
    abdomen dan thorax,perlindungan mata dan penekanan 
    bagian tubuh tertentu serta keamanan posisi dan fiksasi 
    pipa trakea.Kepala biasanya dilindungi dengan Mayfiel     
    head frame.(9)

Induksi dan pemeliharaan anestesi :
Diarahkan dengan mempertahankan CPP dan mencegah kenaikan ICP dan memberikan kedalaman anestesi yang tepat.(4)
Induksi intravena pentotal atau propofol bersama pelemas otot tanpa depolarisasi dan narkotik adalah cukup.(4)
Suksinilkolin bisa diberikan bila ICP tak terlalu tinggi dan hemodinamik stabil. Pipa trakeal lebih baik non kinked dan oral karena via nasal walaupun lebih stabil namun kecenderungan terjadi perdarahan nasal dan infeksi.(5)
Sesudah pensterilan kulit,infiltrasi bupivacain 0,125% dengan epinefrin 1/200.000 sepanjang garis insisi dan anestesi didalamkan dengan fentanil atau isoluran untuk merelaksasikan otak sehingga mengurangi tekanan rekraktor dan mempertahankan CPP.(5)
Pelemas otot diberikan dan hiperventillasi dimana PaCO2 dipertahankan antara 25-30 mmHg,dan ICP bisa dikurangi dengan mannitol dengan didahului furesemide.(4,5)
Selama operasi terutama tumor intramedullary atau brain
stem sebaiknya dimonitor sensory evoked potential(SEP)5.
Nyeri post operatif bisa dikurangi dengan infiltrasi aneste
tik lokal pada saat penutupan luka operasi.

Masa pulih :
Terlibatnya saraf kranial dan odem brainstem sebaiknya pasien tetap terintubasi selama post operatif.(4,5))
Bila mungkin diextubasi dikamar bedah berikan lidokain 0,5-1mg per kg dan dosis kecil narkotik untuk mencegah batuk/mengejan yang bisa menaikkan ICP dan perdarahan ulang.(5)
Hindarkan pemakaian obat yang mempengaruhi sensorium atau pupil supaya tak mengganggu penilaian neurologi.
Pemakaian narkotik harus hati hati dan pasien seharusnya dimonitor terutama adanya depressi respirasi.(4)

bersambung:

T E R B A R U

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More