Thursday, June 16, 2011

Tekanan Intrakranial dan Permasalahannya (BAGIAN 2)

Bookmark and Share

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TEKANAN INTRAKRANIAL :


Besarnya ICP ini ditentukan oleh 3 compartment


1.Jaringan otak sendiri :
2.Volume darah otak(CBV)
3. Volume atau tekanan CSF


Tetapi yang paling utama adalah CBF dan mekanisme CSF.


Semua keadaan yang meningkatkan CBF,produksi CSF dan tahanan reabsorbsi CSF bisa meningkatkan ICP ditunjang oleh penurunan compliance craniospinal.


Salah satu faktor yang paling penting mengontrol CBF adalah PaCO2,dimana kalau PaCO2 meningkat terjadi vasodilatasi cerebral dan CBF meninggi sedangkan bila 


PaCO2 menurun (hipokarbia) menyebabkan vasokonstriksi cerebral dan CBF menurun.


Dikatakan setiap kenaikan 1mmHg PaCO2 diantara 20-80mmHg akan menaikkan CBF sebesar 1-2cc per 100g otak permenit.


CO2 akan merubah tonus vascular cerebral dengan merubah pH extracellular fluid(ECF) cerebral.


Dengan terjaminnya jalan nafas yang bebas dan dengan tehnik hiperventilasi diharapkan penurunan PaCO2 dengan demikian baik CBF maupun ICP akan turun.


Sebaiknya PaCO2 dipertahankan dalam batas antara 20-30mmHg.


Bila hiperventilasi berlebihan ditakuti terjadi iskemia cerebral oleh karena vasokonstriksi cerebral yang hebat.


Tetapi ini baru terjadi bila PaCO2 dibawah 20mmHg.Hal ini jarang terjadi pada dewasa yang sehat tetapi mungkin sering pada anak2 atau penderita dengan hipotermia.


Oleh karena itu bila PaCO2 tak bisa dimonitor maka ventilasi harus dikalkulasi secara teliti sebaiknya menghitung minute volume waktu pernafasan spontan.


Dalam keadaan tidur biasa saja, PaCO2 sedikit meningkat disertai kenaikan CBF dan ICP.


Kenaikan CBF dan ICP ini tak begitu penting pada orang yang sehat tetapi sangat besar akibatnya pada penderita kelainan cerebral.


Tetapi PaO2 punya sedikit pengaruh pada CBF kecuali dalam keadaan abnormal.


Kalau PaO2 turun dibawah 50mmHg tampaknya tak berubah CBF asal saja PaCO2 normal sebaliknya bila PaO2 meningkat akan terjadi vasokonstriksi cerebral dengan CBF menurun ,ini disebabkan pada saat yang sama PaCO2 turun.Vasokonstriksi cerebral ringan terjadi selama inspirasi 100% O2 pada tekanan barometer normal.


Tekanan darah arterial diantara 60-100 mmHg efeknya minimal terhadap CBF.


Dalam berbagai keadaan CBF dipertahankan konstan 45cc per 100g otak/menit.


Kemampuan mempertahankan CBF normal dalam berbagai variasi MAP (Mean Arterial Pressure) disebut Autoregulasi.


Bila tekanan darah sistemik naik maka arteriole cerebral konstriksi sebaliknya bila turun akan dilatasi.


Bagaimana mekanismenya masih belum jelas tetapi diduga karena respons intrinsik terhadap regangan yang mana terjadi konstriksi arteriole cerebral bila tekanan intraluminal(intramural) meninggi.


Mekanisme autoregulasi ini hanya bisa mempertahankan CBF selama tekanan perfusi cerebral(CPP) bervariasi diantara 50-150mmHg.


Harper dan Glass 1965 membuktikan bahwa respons terhadap CO2 menurun dalam keadaan hipotensi dimana tekanan darah sistemik dibawah 50mmHg.


Mekanisme autoregulasi ini biasanya menurun/hilang dlam keadaan anestesi yang dalam, hiperkarbia, pembedahan(trauma) yang luas, hipoksemia, sirkulasi arrest dll.


Kita ketahui CPP sebanding dengan Mean Arterial Pressure(MAP) dikurangi ICP.


Pada orang sehat nilai yang mungkin MAP(90mmHg)-ICP(-5mmHg) = CPP(95mmHg).


Bila mengejan, batuk maka MAP akan menurun oleh sebab tekanan intrathorakal akan meningkat dimana venous return akan menurun sehingga cardiac output akan menurun tetapi sebaliknya ICP malah meninggi oleh sebab tekanan isinus duralis meningkat akibatnya CPP akan menurun.


Nilai kritis CPP mungkin kira2 30mmHg bila lebih rendah diragukan akan terjadi iskemia cerebral.


Bila ICP melempaui MAP maka perfusi darah keotak akan berhenti.


Dikatakan bila ICP sampai 500mmH2O tak akan merubah CBFoleh karena sering bersamaan dengan kenaikan tekanan arterial,diatas level ini terjadi penurunan yang hebat.


Dilaporkan penderita yang dianestesi dalam keadaan relakspun masih bisa menaikkan ICP sampai 200-400mmH2O, dan bila diintubasi disertai mengejan atau batuk-batuk bisa menaikkan ICP sampai 800mmH2O.


Ini  bisa dimengerti peninggian tekanan intrathorakal/abdominal selama mengejan dan batuk-batuk akan diteruskan ke vena-vena epidural dalam canalis spinalis dari sini kesaccus dural spinalis dimana isinya CSFakan sedikit bergerak tetapi kenaikan yang nyata dari ICP.


Maka salah satu persyaratan anestesi bedah saraf yang baik adalah induksi yang mulus.


Posisi pasien juga sangat mempengaruhi ICP,bila posisi rata telentang(supine position) ICP akan sama dengan tekanan CSF(CSFP) dalam lumbal kira2 10mmHg(130mmH2O).


Sekiranya kepala ditinggikan ICP akan turun sebanding dengan setiap 20 cm peninggian kepala maka ICP akan turun sebesar 15 mmHg(200 mmH2O).


Pada posisi tegak(Upright), ICP diukur dalam ventrikel lateralis kira-kira antara -5  dan -10mmHg, sebaliknya pada head down position(Tredelenburg) ICP akan meninggi sampai 50-60mmHg, tergantung derajat kerendahan kepala terjadi perubahan drainage venous. Posisi head down dan foot up(kaki keatas ditemukan kadang kala pada waktu dilakukan CT Scan(Computer Tomografi) ini sangat berbahaya.(I).


Pada posisi tengkurap(supine) yang sering ditemukan pada operasi fossa cranii posterior dan laminactomie akan terjadi kongesti vena yang hebat.  Terjadi abdominal kompressi menyebabkan obstruksi VCI (Vena Cafa Inferior) tak hanya menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik tetapi dapat juga menyebabkan kenaikan tekanan vena vertebralis dan akan menaikkan ICP.


Setiap kenaikan tekanan intra abdominal/thorakal tak hanya menghalangi darah masuk kevena cava tetapi juga malahan bisa menyebabkan aliran retrogade dari vena cava sendiri.(4.6).


Penekanan abdomen yang cukup akan menyebabkan obstruksi vena cafa inferior bisa menaikkan tekanan pada ujung distal vena cafa inferior lebih dari 300 mmH2O sedangkan sedikit kompressi saja bisa menaikkan lebih kurang 30-40 mmH2O (Pearce 1957).(2).


Untuk memberikan hasil yang optimal Pearce menganjurkan pasien disokong sempurna sehingga abdomen bebas dari kompressi dan otot-otot perut relax sempurna dengan ventilasi terkontrol.


Harus hati-hati merubah posisi pasien dari telentang keposisi tengkurap bisa turun tensi mendadak.


Pada posisi lateral terutama pada operasi craniotomi temporoparital,tekanan dan resistensi arterial sistemik bisa turun.Bila miring kekanan vena cava inferior akan tertekan oleh berat badan pasien sehingga venous return akan turun, cardiac output turun akibatnya tensi juga menurun.


Expansi bagian terbawah thorak akan terhalang bila mungkin axilla disokong agar rusuk bebas dari beban berat badan.Pada posisi duduk merupakan  metode yang sangat efektif untuk memberikan lapangan operasi yang tidak kongestif pada laminectomi cervical atau craniotomi fossa posterior.sayangnya timbul bahaya utama emboli udara dan hipotensi berat.


Hunter (1960) menyatakan bahwa emboli udara sangat sering terjadi bila IPPV (Intermittent Positive Pressure Ventilation) pada posisi duduk waktu operasi fossa cranii posterior karena akan mengurangi tekanan vena2 diatas level jantung akan mempermudah terjadinya emboli udara.


Bernafas spontan mengikuti batuk akan menambah bahaya oleh karena akan meningkatkan tekanan subastmosferik yang telah ada pada vena ini. Memang sering ada kontroversi antara keinginan operator disatu pihak dengan kondisi keamanan pasien dilain pihak disinilah letak kebijakan ahli anestesi.

Obat-obatan yang digunakan dalam tindakan anestesi banyak pengaruhnya terhadap ICP.


Semua obat inhalasi termasuk N2O adalah vasodilator cerebral cenderung menaikkan CBF dan ICP.


Jennet dan Mac Dowell melaporkan dua kasus dimana terjadi kenaikan ICP secara dramatis dari I50 mmH2O sampai 800 mmH2O sesudah dua menit diberi inhalasi halothan 1%.


Tetapi pengaruh ini bisa dicegah bila dilakukan hiperventilasi menurunkan PaCO2 sebelum halothan diberikan, Isoflurane 1% dapat menaikkan ICP mudah diturunkan dengan hipokapnia dan penthotal.


Sevoflurane effek vasodilatasi cerebral kurang dibandingkan isoflurane tetapi juga menaikkan ICP.


Untuk pasien dengan ICP yang sangat tinggi dan kesadaran yang rendah sebaiknya tak menggunakan inhalasi.Obat anesthesi per injeksi semuanya menurunkan ICP kecuali  ketamin bisa menaikkan CBF 62% dalam keadaan normokapnia.oleh sebab itu ketamin tak ada tempat dalam anestesi bedah syaraf walaupun Albanese dkk meneliti ketamin dapat mengendalikan ICP.


Obat-obat respiratory depressant seperti opiat akan menaikkan PaCO2 karena hipoventilasi akan menaikkan ICP secara fatal pada penderita kelainan cerebral tetapi bila digunakan dengan kontrol hiperventilasi merupakan obat yang berguna.


Dilaporkan morfin dan pethidin dosis tinggi bisa menurunkan CBF,ICP dan CMRO2 (Cerebral Metabolic Rate) kalau hiperventilasi kontrol tetapi efek vasokonstriksi cerebralnya akan hilang bila ada hiperkapnia.


Fentanyl tak banyak mempengaruhi CBF, namun Tobias dan Albanese menemukan fentanyl bisa menaikkan ICP, namun infus remifentanil mampu mengendalikan ICP.


Pada keadaan normokapnia thiopentone akan menurunkan CBF,ICP dan CMRO2  sampai 50% dalam dosis ringan saja thiopentone dapat menurunkan CMRO2 30%.


Semua obat pelemas otot dapat menurunkan CBF dan ICP secara tak langsung karena effeknya pada PaCO2,tekanan darah dan tekanan intrathorakal kecuali succinylcholine menaikkan CBF dan ICP karena effek vasodilator cerebral dan sekunder meningkatnya aktivitas muscle spindle yang menigkatkan input afferent cerebral.

TERAPI HYPERTENSI INTRACRANIAL :


Cara yang paling sederhana adalah bebaskan jalan nafas pasang intubasi,kepala ditinggikan (head up) lakukan hiperventilasi segera,biasanya akan kembali keadaan semula dalam beberapa menit saja.


Bila cara ini tak berhasil baru pakai cara lain, dengan hiperventilasi maksudnya menurunkan PaCO2 dengan demikian membuat vasokonstriksi cerebral menaikkan resistensi pembuluh darah cerebral membuat turunnya CBF dan CBV(Cerebral Blood Volume) secara nyata.


Hiperventilasi cenderung meningkatkan PaO2 sehingga sangat potensial memperbaiki oksigenasi akan tetapi ruginya sering tak efektif menurunkan ICP kalaupun efektif  hanya bersifat transient saja.


Beberapa alasan disebutkan mengapa tehnik ini kurang efektif dalam menurunkan ICP, kerusakan akut daerah otak menyebabkan respons streotipik dengan karakteristik :

a. Asidosis lokal
b. Hilangnya kontrol autoregulasi
c. Hilangnya kontrol metabolisme perfusi jaringan otak menyebabkan vasodilatasi pasif daerah sekitar infarct.
d. Hilangnya respons terhadap perubahan PaCO2 (CO2 reactivity). 

Akibatnya arteriole cerebral yang normal akan vaskonstriksi sebagai akibat hipokarbia darah dishunting ke daerah infarct dimana vasokonstriksi tak terjadi. Sebaliknya kondisi hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi aretriole cerebral normal menyebabkan darah di shunting dari daerah infarct ke daerah normal disebut intracerebral steal.


James Cs telah menemukan 4 pasien dari 7 pasien penyakit cerebrovascular(aneurysma dan arteriovenous malfrormation(AVM) dan 4 pasien dari 13 pasien trauma capitis tak respons dengan tehnik hiperventilasi untuk menurunkan ICP.


Kebanyakan penderita trauma otak yang berat sudah dalam keadaan hiperventilasi dan optimal hipokarbia dan tambahan passive hiperventilasi tak akan menurunkan ICP lebih lanjut malah menurunkan cerebral oksigenasi.


Begitupun banyak pengarang menganjurkan kombinasi moderate hiperventilasi dengan PaCO2 (25-30)mmHg dan dexamethasone banyak membantu mengembalikan autoregulasi otak dan menurunkan ICP tetapi bukan untuk trauma cerebral karena steroid menaikkan gula darah ujung-ujungnya lactic acidosis.

Pemakaian diuretik (osmotik) :


Obat osmotik diuretik yang sifatnya hipertonik akan menarik cairan dari jaringan termasuk otak seperti manitol 20% dan urea 30%.


Larutan urea menimbulkan iritasi dan relatif mudah memasuki jaringan otak dan tinggal disitu walaupun diuresis telah selesai. Akibatnya jaringan otak akan relatif hipertonik dibanding plasma sehingga terjadi rebound phenomen. Sedangkan manitol molekulnya lebih besar sulit masuk jaringan otak sehingga jarang terjadi rebound swelling.


Systemik diuretik(furesemide) 1mg/kgBB iv dapat menimbulkan diuresis hebat kira2 1-2 liter pada dewasa.


Akan  terjadi penurunan volume darah,turunnya CVP dan tekanan darah sistemik dan menaikkan sedikit tekanan onkotik plasma akan menarik air dari semua jaringan tetapi khususnya jaringan yang supply darahnya  paling banyak seperti otak dan lain-lain.


Cortrell Cs mengemukakan bahwa furesemide dan ethacrynic acid sangat effektif menurunkanICP yang akut dikamar bedah sebelum selama dan sesudah operasi.
Untungnya tak banyak menaikkan osmolarity darah dan minimal problem elektrolit, dapat menurunkan produksi CSF 45-60%.


Bila waktu craniotomi ternyata duramater sangat tegang diberi dulu 1mg/kgBB furesemide iv bila diuresis mulai baru diberikan manitol 15% sebanyak 250cc selama 5-10 menit, biasanya setelah 20 menit diuresis setelah stadium hiperemi dan hipervolemia baru ICP menurun.


Marshall 1978 memberikan 0,25g/kgBB dengan kecepatan 5g/menit untuk menurunkan ICP dimana terjadi dehidrasi minimal.Dosis sebesar ini dapat diulangi minimal setiap hari tanpa akibat yang jelek asalkan balance cairan pasien wajar.Infus set yang digunakan haruslah pakai filter karena kristal manitol tak larut dalam darah.


James Cs telah memberikan 0,18-2,5g/kgBB secara bolus iv total dose selesai dalam 30-60 menit.


Pasien hipotensi dianjurkan menaikkan tekanan darahnya dulu,lalu beri furesemide bila diuresis cukup baru manitol diberikan...


Pemakaian steroid :


Pasien yang sudah lama mendapat terapi stroid bila diberikan dosis kurang malah akan timbul edema cerebri.


Steroid yang sering menimbulkan ini adalah triamcinolone dan prednison.


Sedangkan dexamethasone effek retensi air dan sodiumnya minimal.


Telah dibuktikan secara experimentil bahwa dexamethasone sangat effektif menurunkan ICP karena odema cerebri terutama pasien dengan odema pertumor otak,perbaikan dapat terjadi dalam beberapa jam bahkan dalam beberapa menit.


Sedangkan pemakaian steroid pada trauma cerebri masih diragukan nilainya.


Begitupun banyak juga klinisi yang memakainya karena mereka berpendapat tak ada bahaya dalam pemberian jangka pendek.


Dikatakan steroid sangat efektif bila diberikan seawal mungkin dengan dosis tinggi (48mg) iv waktu masuk kemudian diikuti 8 mg tiap 2 jam selama 48 jam dan 4 mg tiap  6 jam selama 72 jam.


Cooper Cs tak menemukan perbaikan hasil akhir pasien pediatri dengan trauma cerebri berat yang diberikan steroid malahan menimbulkan supressi produksi cortisol, perdarahan lambung serta mudah terinfeksi bakterial.


Barbiturat :


Menurunkan ICP sebagai akibat turunnya CBF dan CBV dan CMRO2.(50%).


Dengan single dose 1,5 mg /kgBB thiopentone effektif bila ICP yang tinggi tak bisa dikontrol dengan osmotik dan loop diuretik,steroid atau hiperventilasi.


Barbiturat memperkuat effek vasokonstriksi nor epinefrine pada cerebrovascular.bila digunakan  untuk mengontrol ICP haruslah dimonitor tekanan darah secara kontinu agar terjamin CPP yang adekuat.


Ventricular atau lumbar drainage,tanggung jawab ahli bedah.


Mengurangi ICP dengan canulasi ventrikel bisa disedot atau dibiarkan keluar bebas sering menimbulkan infeksi tetapi dengan system drainage tertutup dan steril maka drainage selama 5-7 hari bisa ditolerir.


Periode post operatif adanya ventricular drain sangat berguna untuk mengaspirasi CSF
atau mengukur ICP.

KESIMPULAN :


Masalah tekanan intrakranial merupakan problem yang seringterjadi pada kasus2 dengan kelainan intrakranial apalagi dianestesi.


Pengenalan secara dini sebelum pasien naik meja operasi adanya gejala2 kenaikan ICP adalah mandatory.


Tehnik anestesi yang paling ideal adalah induksi yang lancar, bebasnya jalan nafas adekuat ventilasi dan oksigenasi dan cepat sadar.


Telah dibicarakan pengaruh obat anestesi,posisi pasien serta perobahan kimiawi darah terhadap ICP serta cara-cara mengendalikannya.


Dengan memiliki pengetahuan neurofisiologi, neuropathologi dan neurofarmakologi akan memudahkan menciptakan kondisi neuroanesthesi yang optimal walaupun dengan fasilitas yang minimal.

Kepustakaan :


1 .Cottrell EJ,Thundorf H:Anesthesia and Neurosurgery ,The  CV Mosby Company, St Louis -Toronto-London,1980,pp.37-101.

2.Davidson HC,Wilie WD:A Practice of Anesthesia,3rd edit,Lloyd Luke Medical Books Ltd, London, 1972.

3.Lebowitz ZW : Clinical Anesthesia Procedure of the Massachussets General Hospital, Little Brown and Company ,Boston,1978.pp.180-7.


4.Marshal M : Neuroanesthesia ,first edit,Edward Arnold Publication,1979.pp.1-21,28-33

5.Nishan G,Agop Karamanian: Physiology for the Anesthesiologist,Appleton Century Crofts,Newyork,1977,pp.292-3.

6.Snow JC : Manual of Anestgesia,first edit, Little Brown and Company,Boston, Igaku Shoin Ltd Tokyo, 1977, pp 406-9

7.Yao FF,Artusio FJ :  Anesthesiology Problem oriented Patient Management, JB Lippincott Company ,Philadelphia-London -St Louis-1983,pp.189-199.                                           

0 comments:

Post a Comment

T E R B A R U

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...