Sunday, June 26, 2011

Pulmonary Gas Exchange (BAGIAN 2)

Bookmark and Share

D. ALVEOLAR  VENTILATION  (VA) :


Bagian dari minute volume yang ikut serta dalam pertukaran gas.


Nilai normal VA adalah 2,0 -2,4 L/menit /m2 BSA (body surface area) atau kira-kira 3,5-4,5 L/menit pada orang dewasa, ini merupakan faktor yang terpenting dalam mengontrol excresi CO2 dari paru.
                                          
                     VA = (VT - VD phys) x f

Dari  rumus ini terlihat bahwa kenaikan VD phys atau penurunan frekuensi pernafasan akan mereduksi VA(alveolar ventilation), asal saja faktor-faktor lain tetap.


Penurunan tidal volume pada orang normal akan diikuti penurunan VD phys sehingga efek pada VA tak seberapa.


Sekiranya kita hitung VA dalam berbagai keadaan :


1.Normal : 
   (450- 150)  x 13  = 3,9 L/ menit ( PCO2 normal )
                                                                                                                          
2.Tidal volume menurun :
   (300 - 150)  x 13  = 2,6 L/ menit (PCO2 meninggi)

3.VD phys meningkat oleh alat anestesi
   (450 - 225)  x 13  = 2,7 L/ menit (PCO2 meninggi)

 4.Respiratory rate menurun :
   (450- 150)  x  8   = 2,4 L/ menit (PCO2 meninggi)

Pengaruh ventilation pattern pada alveolar ventilation dapat terlihat sebagai berikut:


Pada pernafasan cepat dan dangkal  :


(200- 150)    x  30   =  1500 cc / menit


Pada pernafasan dalam dan lambat  :


(600- 150)     x  10   =  4500 cc / menit


Dari gambaran diatas dapat ditarik kesimpulan suatu pernafasan yang cepat dan dangkal akan menyebabkan ventilasi yang tidak efisien.


Ini disebabkan udara yang bergerak sebagian besar hanya  mondar mandir dalam conducting airway.


Terlihat dari minute volume yang sama menghasilkan alveolar ventilation yang sangat berbeda dibawah pengaruh ventilation pattern.


PaCO2 terutama dipengaruhi oleh alveolar ventilation tidak sama sekali oleh pulmonary blood flow sedangkan PaO2 terutama ditentukan oleh cardiac output, pulmonary blood flow dan sekunder oleh alveolar ventilation.


Peninggian alveolar ventilation secara mendadak selama 3 menit bisa menurunkan separuh dari total PaCO2 sedangkan penurunan secara mendadak selam 16 menit bisa menaikkan separoh dari total PaCO2(4).


Pada praktisnya ada mekanisme fisiologis yang cenderung mengembalikan PaCO2 kearah normal dalam setiap menghadapi perubahan yang terjadi sehingga perubahan alveolar ventilation tak begitu bermakna.


Tetapi dibawah pengaruh sedative/anestesi respons fisiologis mungkin ditekan sehingga setiap perubahan alveolar ventilation oleh bertambahnya apparatus dead space mungkin tak bisa dikompensir secara penuh.


Suatu keadaan hipoventilasi dimana VA dibawah normal input O2 maupun output CO2 berkurang dengan demikian suatu keadaan hipoksemia dann hiperkarbia bisa timbul bersama2 dalam situasi hipoventilasi.


Akan tetapi PaO2 bukanlah petunjuk yang tepat adanya non adekwat ventilasi karena banyak penyebab lain yang menyebabkan hipoksemia sebaliknya PaCO2 petunjuk yang tepat adanya hypoventilation karena outputnya semata-mata tergantung alveolar ventilation.


Pengeluaran CO2 yang adekuat memerlukan alveolar ventilation yang adekuat dengan perkataan lain PaCO2 yang rendah menunjukkan alveolar ventilation yang
excessive sedangkan PaCO2 yang tinggi  menunjukan alveolar ventilation non adequate.


Deep anesthesia, respiratory depressant drug dan muscle relaxant semua cenderung mendepresi alveolar ventilation. Ini akan meningkatkan PACO2 dan menurunkan PAO2 kecuali supply O2 ditambah dalam udara inspirasi. Ini dapat diterangkan bilamana tak ada perubahan pada setiap gas campuran yang lain dalam paru dimana PAO2 dapat dihitung dari persamaan berikut(Alveolar air equation).(Coenroe et all 1962)
                                                                                                 
             Alveolar CO2 tension
             Alveolar oxygen tension (PAO2) = Inspired O2 tension-Respiratory Quotient
             PAO2  = PIO2 - PACO2/R
            Kalau kita subsitusi angka2 normal pada persamaan ini :
            150  -    40/0,8  = 100 mmHg


Bila PACO2 meningkat sampai 60 mmHg maka persamaan akan menjadi :


150   -    60/ 0,8 = 75 mmHg

Terlihat bahwa adanya kenaikan PACO2 mengakibatkan penurunan PAO2 maupun PaO2 dengan demikian bisa menimbulkan hipoksemia oleh sebab itu pada anestesi dengan spontan respirasi ditambah perubahan lain akan cenderung menimbulkan hipoksemia maka dianjurkan memakai minimal 33% O2 dalam semua campuran gas anestesi untuk mengkompensir setiap kenaikan PaCO2 dan perubahan paru yang terjadi.


Umpamanya 30% O2 diberikan maka persamaan tadi menjadi :


230  -  60/ 0,8    = 155 mmHg

Pengamatan reservoir bag, gerakan dada dan abdomen, frekuensi respirasi, pengukuran minute volume dengan spirometer, pengamatan warna darah capillarry bed merupakan tindakan yang praktis selama operasi.


Yang paling dapat dipercaya adalah spirometer tetapi yang lebih baik adalah analisa gas darah hanya tidak praktis dan fasilitasnya masih minim.


Warna capillary bed hanya untuk oksigenasi  tetapi tidak menunjukkan adanya retensi CO2.


Dengan meningkatkan konsentrasi O2 saja dalam udara inspirasi tanpa mengawasi ventilasi  sangat riskan.


Bila terjadi peningkatan ventilasi selama anestesi dengan respirasi spontan kemungkinan kausanya :


1. hipoksia
2. hiperkarbia
3. anestesi dangkal
4. reflex surgical stimulation

ad.1. hipoksia bekerja pada chemoreceptor merangsang respirasi.

ad.2. hiperkarbia menyebabkan perubahan acid base balance membasahi respiraytory center meningkatkan ventilasi.

ad.3. iritasi jalan nafas oleh zat volatile anestesi atau prosedur perangsangan yang lain.

ad.4.stimulasi dari lokasi operasi atau stimulasi mukosa bronchial, umpama penarikan mesenterium, dilatasi sphincter dengan anestesi ringan dimana reflex suppression tak adekuat, menaikkan ventilasi, bila stimulasi lebih berat sedangkan anestesi tak adekuat bisa timbul laryngospasm.


Maka sikap kita bila menemukan  respiratory rate meningkat durante operasi tensi naik nadi cepat singkirkan dulu hipoksia dan hiperkarbia baru boleh didalamkan anestesi.


Selama dianestesi haruslah diperiksa :


Tangki  O2 berisi atau kosong (sumber O2 lancar)
FiO2 cukup/tidak
Ventilasi cukup ?
CO2 absorber bekerja atau tidak ?
One way valve bekerja atau tidak ?


Mendalamkan anestesi dalam kondisi hipoksia atau hiperkarbia mengundang bencana depressi yang lebih besar baik terhadap otak maupun cardio vascular.

bersambung

0 comments:

Post a Comment

T E R B A R U

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...